Assalamu’alaikum. Ustadz, saya mau bertanya.
Di Bulan Ramadan si fulan dan fulanah mengadakan hubungan suami-istri karena menuruti ajakan suami di siang hari. Pertanyaannya, apakah yang membayar denda puasa 2 bulan berturut-turut itu keduanya, ataukan suaminya saja? lalu, bagamanakah dengan istrinya?
Terima kasih, Ustadz.
Salam, Fulan
JAWAB:
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarokaatuh.
Bismillah… Berhubungan badan antara suami istri pada saat melakukan puasa Ramadhan bisa membatalkan puasa dan juga harus membayar kaffarah puasa berupa:
- Membebaskan budak wanita muslimah, atau
- Puasa dua bulan berturut-turut, atau
- Memberi makan enam puluh orang miskin, masing-masing mendapat makanan seukuran satu mudd (ukuran genggaman tangan orang dewasa) atau setara seperempat sho’. Satu sho’ adalah ukuran zakat fitrah yang biasa dibayar kaum muslimin sebelum hari raya idul fitri.
Hal demikian berdasarkan riwayat dari Abu Hurairah, beliau berkata: “Datanglah seorang laki-laki kepada Rasulullah Saw lalu ia berkata: Celakalah aku wahai Rasulullah. Rasulullah bertanya: Apa yang membuatmu celaka? Ia menjawab: Aku menyetubuhi istriku di (siang hari) bulan Ramadhan. Rasulullah bertanya: Apakah kau dapat membebaskan budak wanita (muslimah)? Ia menjawab: Tidak. Lalu apakah kau bisa berpuasa dua bulan berturut-turut? Ia menjawab: Tidak. Lantas bisakah kau memberi makan kepada orang miskin? Ia menjawab: Tidak. Nabi pun terdiam beberapa saat. Lalu didatangkan kepada Nabi keranjang berisi kurma. Beliau pun bersabda: Ambil dan sedekahkan ini. Lelaki tersebut berkata: Apakah kepada orang paling miskin di antara kami? Sungguh tidak ada orang yang tinggal di antara dua gunung itu yang lebih membutuhkannya daripada kami. Nabi pun tertawa sampai nampak gigi geraham beliau, lalu bersabda: Pergilah, lalu berikan makan keluarga dengan ini”.(H.R. Bukhari Muslim)
[darsitek number=3 tag=”konsultasi”]
Adapun istri yang diajak berhubungan badan oleh suami ketika puasa Ramadhan, apakah juga membayar kaffarah atau tidak?
- Mayoritas Malikiyah dan Hanafiyah: wajib bagi suami-istri membayar kaffarah karena dua-duanya melakukan dengan suka rela. Namun, sebagian mereka ada yang memberikan rincian, jika suami memaksa istrinya sehingga dengan terpaksa melayani suaminya, maka kaffarah hanya wajib atas suaminya saja.
- Syafi’iyah dan Hanabilah: kaffarah hanya wajib atas suami saja karena kebanyakan kasus jimak berawal dari suami. Hal ini senada dengan dhohir riwayat dari Abu Hurairah di atas, dimana Rasulullah hanya menyuruh kaffarah atas suami saja, tanpa menyuruh istrinya.
Pendapat kedua inilah yang paling kuat dibanding pendapat pertama.
Wallâhu a’lam bish-showâb.
Salam!
…
(Dijawab oleh: Ustadz Very Setiyawan, Lc., S.Pd.I., M.H.)
#SahabatMigran ingin berkonsultasi seputar masalah agama Islam dan persoalan kehidupan? Yuk, sampaikan pertanyaannya melalui pesan WhatsApp ke nomor +852 52982419. [DDHKNews]