DDHK.ORG – Tindakan menyukai sesama jenis seperti lesbian, gay, bisexual, and transgender atau yang disingkat dengan LGBT semakin santer dibahas. Belum lagi pro-kontra yang dikait-kaitkan dengan hak asasi manusia.
LGBT secara fiqih disepakati keharamannya di mana dan kapanpun terjadinya karena di dalamnya terpadu beberapa hal seperti melihat aurat yang diharamkan, melakukan hubungan seksual dengan cara haram, dan mengubah ciptaan Allah.
LGBT di dalam Islam dikenal dengan al-Lûthiyyah atau liwath merujuk kepada kebiasaan umat Nabi Luth ‘alaihissalam yang menyalahi fitrahnya, yaitu suatu tindakan penyaluran hasrat seksual dengan cara yang diharamkan baik sesama jenis, laki-laki dengan laki-laki (Gay), wanita dengan wanita (Lesbian), maupun dengan lawan jenis dengan tetap ada rasa suka dengan sesama jenis (Bisexual).
Imam Ibnu al-Hâjj al-Maliki di dalam karyanya menjelaskan, tingkatan al-Lûthiyyah atau perilaku liwath sebagaimana berikut :
اللُّوْطِيَّةُ عَلَى ثَلَاثِ مَرَاتِبَ طَائِفَةٌ تَتَمَتَّعُ بِالنَّظَرِ وَهُوَ مُحَرَّمٌ لِأَنَّ النَّظْرَةَ إِلَى الْأَمْرِ بِشَهْوَةٍ حَرَامٌ إِجْمَاعًا بَلْ صَحَّحَ بَعْضُ الْعُلَمَاءِ أَنَّهُ مُحَرَّمٌ وَإِنْ كَانَ بِغَيْرِ شَهْوَةٍ، وَالطَّائِفَةُ الثَّانِيَةُ يَتَمَتَّعُوْنَ بِالْمُلَاعَبَةِ وَالْمُبَاسَطَةِ وَالْمُعَانَقَةِ وَغَيْرِ ذَالِكَ عَدَا فِعْلَ الْفَاحِشَةِ الْكُبْرَى وَلَا يَظُنُّ ظَانٌّ أَنَّ مَا تَقَدَّمَ ذِكْرَهُ مِنَ النَّظَرِ وَالْمُلَاعَبَةِ وَالْمُبَاسَطَةِ وَالْمُعَانَقَةِ أَقَلُّ رُتْبَةً مِنْ فِعْلِ الْفَاحِشَةِ بَلِ الدَّوَامِ عَلَيْهِ يُلْحِقُهُ بِهَا لِأَنَّهُمْ قَالُوا لَا صَغِيْرَةَ مَعَ الْإِصْرَارِ وَإِذَا دَاوَمَ عَلَى الصَّغَائِرِ صَارَتْ كَبَائِرَ…، وَالْمَرْتَبَةُ الثَّالِثَةُ فِعْلُ الْفَاحِشَةِ الْكُبْرَى.
“Al-lûthiyyah terdiri atas tiga tingkatan ; (1) Jenis yang melampiaskan hasratnya hanya dengan melihat. Hal ini tetap diharamkan karena melihat anak muda dengan syahwat diharamkan berdasarkan ijma‘. Bahkan ada sebagian ulama yang mengharamkan meski tanpa syahwat. (2) Jenis yang melampiaskan hasratnya cukup dengan meraba, mengusap, memeluk dan sebagainya akan tetapi tidak sampai melakukan yang lebih berat (dengan kemaluannya). Namun hal ini jangan pernah dianggap sepele, bahkan terbiasa dengannya dapat menjerumuskan kepada yang lebih besar. Ulama mengatakan bahwa tiada dosa kecil jika dilakukan terus-menerus, dan apabila terbiasa melakukan dosa kecil dapat menjadi dosa besar….. (3) Jenis yang benar-benar melakukan hubungan sexual sesama jenis.
Jelas sekali bahwa perbuatan ini merupakan dosa besar yang pelakunya dituntut untuk bertaubat jika telah melakukannya. Bahkan di dalam Islam sanksi bagi pelaku tindakan haram ini adalah hukuman mati yang ditegakkan oleh pemimpin suatu negara kepada kedua pelakunya agar dapat membuat jera bagi mereka yang ingin mencoba melakukan hal yang sama.
LGBT yang Menyimpang
Di samping itu perbuatan menyimpang ini diyakini dapat menular kepada orang lain meski pelakunya berdalih bahwa tindakan ini lebih aman dan tidak berisiko kehamilan kepada “pasangannya”.
Di dalam hadis disebutkan bahwa pelaku dan objeknya dapat dihukum mati. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ;
مَنْ وَجَدْتُمُوْهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوْطٍ فَاقْتُلُوْا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُوْلَ بِهِ
“Siapa yang menemukan pelaku perbuatan kaum Luth, maka hukum matilah pelaku dan objeknya”
Sedangkan T (transgender) atau yang diistilahkan dengan al-Tahawwul al-Jinsî, perlu dilihat maksud sebenarnya apakah pelakunya seorang khuntsa baik musykil maupun non-musykil yang melakukan tindakan medis untuk meneguhkan statusnya kepada salah satu jenis kelamin baik laki-laki maupun perempuan yang lebih dominan sesuai ketentuan fiqih dan medis.
Ataukah dia seorang yang sudah jelas laki-laki lalu mengubah bentuk fisik laki-lakinya menjadi fisik perempuan atau mengubah fisik perempuannya menjadi fisik laki-laki jika dia memang seorang perempuan.
Adapun yang pertama, hakikatnya bukanlah transgender, namun hanya meneguhkan jenis sebenarnya dengan melakukan tindakan medis. Sedangkan yang kedua, sengaja mengubah fisiknya menjadi bentuk fisik lawan jenis tanpa sebab sebagaimana pada jenis pertama hanya lantaran hasrat dan psikologis yang tidak normal.
Hal ini jelas diharamkan karena telah mengubah ciptaan Allah meskipun dengan dalih kecenderungan rasa di dalam jiwa kepada lawan jenisnya.
Ibnu ‘Abbas berkata :
لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُتَشَبِّهِيْنَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menyerupakan dirinya dengan perempuan dan perempuan yang menyerupakan dirinya dengan laki-laki”
Di dalam ilmu fiqih, redaksi laknat di dalam ayat al-Qur’an dan hadis memberikan status hukum haram bagi perbuatan yang disebutkan di dalam ayat dan hadis tersebut. Semoga Allah melindungi kita semua dari perilaku ini. Wallahu a’lam. [DDHK News]