DDHK.ORG – Benarkah Kiai Bisa Tebak Sifat Orang Dari Fotonya?
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Ustadz, saya mau bertanya.
Apakah benar dengan melihat foto seorang kiyai bisa menebak sifat orang tersebut? Misalnya, ini cewek berani pada orang tuanya dan kelak kalau punya suami dia berani membangkang. Padahal si cewek itu mengajar di Madrsah Ibtidaiyah dan TPA.
Terima kasih, Ustadz.
Salam, Fulanah
JAWAB:
وعليكم السلام ورحمة الله وبركات
Bismillah… Menebak sifat dan karakter berdasarkan ciri fisik, mimik wajah, atau bahasa tubuh seseorang merupakan sesuatu yang tidak bisa dinafikan dan dianggap salah. Bahkan Islam sendiri mengakui tentang keberadaan firasat. Tentu firasat berbeda sekali dengan su’uzhon (berburuk sangka) dan tathayur (mempercayai akan adanya kesialan).
Allah Subhãnahu wata’ala berfirman:
إِنَّ فِي ذَلكَ لآيَاتٍ للمُتُوسِّمِين {سورة الحجر : ٧٥}
“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda.” {Q.S. Al-Hijr: 75}
Siapakah orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda? Imam Mujahid berkata: “Orang-orang yang berfirasat.”
Dalam sebuah hadits riwayat Abu Sa’id Al-Khudri radliyallãhu ‘anhu, Rasulullah shallallãhu alaihi wasallam bersabda:
اِتَّقُوْا فِرَاسَةَ الْمُؤْمِنِ فَإِنَّهُ يَنْظُرُ بِنُوْرِ اللهِ (رواه الترمذي)
“Takutlah akan firasat seorang mukmin, karena ia melihat dengan cahaya Allah.” (H.R. Tirmidzi)
Dalam kitab An-Nihayah, Ibnu Al-Atsir berkata: “Firasat itu ada dua; pertama, langsung pemberian dari Allah Subhãnahu wata’ala kepada hamba-Nya yang pilihan. Kedua, karena melalui analisa, penelitian, terutama dalam hal fisik dan akhlak seseorang.”
Dalam hadits lainnya riwayat dari Anas bin Malik radliyallãhu anhu berbunyi:
إِنَّ لِله عَزَّ وَجَلَّ عِبَادًا يَعْرِفُوْنَ النَّاسَ بِالتَّوَسُّمِ (رواه الترمذي)
“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla mempunyai hamba-hamba yang bisa mengetahui manusia dengan tawassum (memperhatikan tanda-tanda).” (H.R. Tirmidzi)
Tentu tawassum ini tidak semua orang diberi oleh Allah Subhãnahu wata’ala, atau tidak serta merta diberikan pada semua kondisi dan tempat. Akan tetapi pada kondisi dan tempat tertentu.
Dikisahkan, suatu ketika ada seorang lelaki yang baru saja melewati pasar dan melihat wanita di pasar itu. Setelah itu lelaki ini menemui Utsman bin Affan bersama sekelompok orang lainnya. Maka Utsman pun berkata: “Telah datang kepadaku salah seorang diantara kalian yang matanya ada tanda zina (melihat wanita).” Orang tersebut bertanya: “Apakah ada wahyu setelah Rasulullah shallallãhu alaihi wasallam?” Utsman menjawab: “Tidak, akan tetapi tanda dan firasat.” Dan akhirnya benar.
Tentu tidak sembarang orang bisa mempunyai firasat yang datangnya dari Allah atau melalui analisa, uji coba, pengamatan, dan pengalaman yang banyak. Mereka juga adalah orang-orang pilihan yang berhati bersih dan jauh dari maksiat. Sehingga untuk menguji keakuratan firasat seseorang benar ataukah tidak, maka tentu kita bisa menilai iman, akhlak, adab, wara’ (menjaga dari maksiat) orang tersebut. Jika sesuai, maka bisa jadi benar firasatnya. Namun jika tidak, maka belum tentu benar, insyaallah.
Wallâhu a’lam bish-showâb.
Semoga bermanfaat.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
…
(Dijawab oleh: Ustadz Very Setiyawan, Lc., S.Pd.I., M.H.)
#SahabatMigran ingin berkonsultasi seputar masalah agama Islam dan persoalan kehidupan? Yuk, sampaikan pertanyaannya melalui pesan WhatsApp ke nomor +852 52982419. [DDHKNews]