ArtikelHikmah

Ini 5 Perbedaan Ekonomi Konvensional dan Syariah

DDHK.ORG – Pada kegiatan rutin Halaqoh Pekanan Ekspatriat hari Selasa, 29 September 2020, Ustadzah Qurroh Ayuniyyah menyampaikan materi kajian tentang Ekonomi Syariah atau Ekonomi Islam. Dia pun memaparkan mulai definisi Ekonomi Syariah hingga perbedaannya dengan Ekonomi Konvensional.

Ada pendapat tiga cendekiawan yang dikutip Ustadzah Qurroh terkait definisi Ekonomi Syariah. Kurshid Ahmad, yang memberikan definisi bagi Ekonomi Syariah sebagai sebuah “usaha sistematis untuk memahami persoalan ekonomi dan perilaku iman yang berkaitan dengannya yang pilihan dari perspektif Islam”.

Kedua, definisi dari M. Akram Khan. Yaitu, “Ekonomi Syariah adalah ilmu ekonomi yang bertujuan untuk mencapai kesejahteraan yang hakiki (falah) melalui alokasi sumberdaya berdasarkan kerja sama dan partisipasi.”

Sedangkan Didin Hafidhuddin memberikan definisi Ekonomi Islam sebagai “ekonomi yang berlandaskan beberapa prinsip. Diantaranya, tawhid (keesaan Allah); akhlaq (perilaku): jujur dan amanah; selalu mematuhi perintah Allah dan manjauhi larangan-Nya (tidak lupa beribadah meski sibuk berbisnis); aspek keberkahan: memerlukan keimanan yang kuat; transparansi: tidak bathil, tidak zalim, dan saling ridha; membantu fakir dan miskin; serta ta’awun (prinsip saling menolong, seperti Akad Tabarru’ atau Qardhul Hasan)”.

Pedoman Hukum

Di hadapan ibu-ibu ekspatriat Hong Kong, Ustadzah Qurroh menyampaikan pedoman hukum Ekonomi Syariah berdasarkan ilmu Ushul Fiqih. “Pada dasarnya, segala bentuk muamalat boleh dilakukan, kecuali ada dalil yang mengharamkannya,” ujarnya.

Ia juga menyampaikan firman Allah Ta’ala dalam surat Al-Maidah, ayat 1, yang dijadikan pijakan Ekonomi Syariah. “Ayat ini berisi perintah untuk menyempurnakan akad. Makna umum, mencakup semua akad yang secara spesifik tak ada dalil yang melarangnya,” kata Ustadzah Qurroh, melalui aplikasi Zoom.

Dalil lainnya, firman Allah dalam surat An-Nisa, ayat 29. “Saling ridha menjadi syarat transaksi. Selama ada kerelaan dan tak ada dalil yang melarang suatu transaksi, maka hukumnya boleh,” ujarnya.

“Beberapa hal yang dilarang dalam Ekonomi Syariah, yaitu riba (termasuk bunga bank), maisir (perjudian), gharar (penipuan), bathil dan maksiat, zalim, serta risywah (suap),” ujar Ustadzah Qurroh.

4 Tahapan Pelarangan Riba

Ia juga menyampaikan, ada empat tahapan pelarangan riba dalam Alquran. Yaitu, pertama, tertuang dalam surat Ar-Rum, ayat 39. “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).”

Tahapan kedua, sebagaimana tertulis dalam surat An-Nisa, ayat 160-161. “Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.

Ketiga, sebagaimana firman Allah di surat Ali ‘Imran, ayat 130. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda] dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”

Tahapan keempat, tercantum dalam surat Al-Baqarah, ayat 275-278. “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.”

Perbedaan Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Islam

Di penghujung kajian, Ustadzah Qurroh menyampaikan lima perbedaan antara Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Islam. Ekonomi Konvensional, ungkapnya, hanya menjadikan akal sebagai sumber landasan. Sedangkan Ekonomi Islam menjadikan Al-Quran, Hadits, dan akal sekaligus sebagai sumber landasan.

Faktor moral dan norma dalam keputusan unit ekonomi bukanlah menjadi variabel utama dalam Ekonomi Konvensional. Kebalikannya, moral dan norma menjadi variabel penting dalam keputusan unit ekonomi pada Ekonomi Islam.

Pada Ekonomi Konvensional, tidak ada batasan syariah. Sedangkan pada Ekonomi Islam, syariah menjadi guideline.

Perbedaan lainnya, elemen positif (fakta) lebih besar proporsinya dibandingkan elemen normatif dalam Ekonomi Konvensional. Sedangkan dalam Ekonomi Islam, elemen normatif memiliki porsi yang lebih besar. Bahkan menurut Adiwarman, elemen normatif sama dengan elemen positif.

Terakhir, sektor zakat, infaq, shodaqoh, dan wakaf (Ziswaf) tidak menjadi unsur penting dalam ekonomi mikro konvensional. Sebaliknya, sektor Ziswaf memiliki peran penting dalam ekonomi mikro Islam.

Ziswaf ini, ungkap Ustadzah Qurroh, merupakan bagian dari sector filantropi yang menjadi satu dari tiga pilar Ekonomi Islam. Dua pilar lainnya, sektor riil (bisnis serta perdagangan) dan sektor keuangan (lembaga keuangan Syariah, baik bank dan non-bank; pasar modal, dan lain-lain). [DDHK News]

Baca juga:

×