ArtikelHikmah

Jenis-Jenis Shalat Sunat

Shalat Sunat Rawatib
Shalat sunah dua rakaat yang dilakukan sebelum (qabliyah) dan sesudah (ba’diyah) shalat wajib, yakni sebelum Subuh, sebelum dan sesudah Duhur, sesudah Magrib, dan sesudah Isya.

“Aku menghafal sesuatu dari Nabi Saw berupa shalat sunnat 10 rakaat, yaitu; 2 raka’at sebelum shalat Dhuhur, 2 raka’at sesudahnya, 2 raka’at sesudah shalat Maghrib di rumah beliau, 2 raka’at sesudah shalat Isya’ di rumah beliau, dan 2 raka’at sebelum shalat Subuh.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Para ulama membolehkan shalat sunat selain yang di atas, yakni qobliyah Asyar, qobliyah Magrib, dan qobliyah Isya. Dilarang shalat ba’diyah Subuh dan ba’diyah Asyar.

Shalat Tahajud
Disebut juga shalat Qiyamullail (mendirikan malam). Shalat sunah yang dikerjakan pada waktu malam hari dan dilaksanakan setelah tidur terlebih dahulu, meskipun hanya sejenak.

Shalat tahajud boleh dilakukan di awal, tengah, atau di akhir malam, asalkan sesudah tidur, namun melakukannya pada sepertiga malam yang terakhir adalah lebih baik, karena pada saat itu terdapat waktu doa para hamba dikabulkan oleh Allah SWT.

Dilakukan dua raka’at-dua raka’at dengan jumlah raka’at tidak dibatasi. Dari Ibnu Umar r.a. bahwa Nabi SAW bersabda:

“Shalat malam itu dua (raka’at)-dua (raka’at), apabila kamu mengira bahwa waktu Shubuh sudah menjelang, maka witirlah dengan satu raka’at.” (HR Imam Bukhari dan Muslim).

Shalat ‘Id
Shalat dua rakaat yang dilakukan pada saat dua hari raya secara berjamaah, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Pada rakaat pertama melakukan tujuh kali takbir (di luar Takbiratul Ihram) sebelum membaca Al-Fatihah, dan pada raka’at kedua melakukan lima kali takbir sebelum membaca Al-Fatihah.

Idul Fitri dilaksanakan berkaitan dengan selesainya bulan Ramadhan yang jatuh pada tanggal 1 Syawal. Idul Adha dilaksanakan bertepatan dengan selesainya pelaksanaan ibadah haji, yaitu tanggal 10 Zulhijjah, yang biasanya seusai shalat dilanjutkan dengan penyembelihan hewan kurban bagi yang mampu.

Ibnu Abbas Ra. berkata: “Aku shalat Idul Fithri bersama Rasulullah SAW dan Abu bakar dan Umar, beliau semua melakukan shalat tersebut sebelum khutbah.” (HR Imam Bukhari dan Muslim).

Shalat Istikharah
Shalat sunah dua rakaat yang diiringi dengan doa khusus, dikerjakan untuk memohon petunjuk yang baik kepada Allah SWT sehubungan dengan urusan yang masih diragukan untuk diputuskan akan dikerjakan atau tidak. Urusan yang dimaksud bisa berupa urusan pribadi ataupun yang terkait dengan kepentingan umum. Petunjuk dari Allah SWT ini biasanya akan diperoleh melalui mimpi atau kemantapan hati untuk mengambil keputusan.

Dari Jabir bin Abdillah berkata: “Adalah Rasulullah SAW mengajari kami istikharah dalam segala hal … Beliau SAW bersabda: ‘Apabila salah seorang dari kalian berhasrat pada sesuatu, maka shalatlah dua rakaat di luar shalat fardhu …dan menyebutkan perlunya’ …” (HR. Jama’ah Ahli Hadits kecuali Imam Muslim).

Shalat Ghaib
Shalat yang dilakukan atas seseorang yang meninggal dunia di suatu tempat atau negeri, baik jauh ataupun dekat dari tempat orang yang melaksanakan shalat, dan mayatnya tidak ada di tempat (di hadapan) orang-orang yang menshalatkan.

Dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah Saw pernah mengumumkan berita kematian Raja Habasyah an-Nasjasyi (Ashhamah) kepada orang-orang pada hari kematiannya. Beliau bersabda: “Sesungguhnya saudara kalian telah meninggal dunia”. Dalam sebuah riwayat disebutkan: “Pada hari ini, hamba Allah yang shalih telah meninggal dunia.” Mereka berkata: “Siapakah dia itu?” Beliau menjawab: “an-Najasyi”. Beliau juga bersabda: “Mohonkanlah ampunan untuk saudara kalian ini”. Perawi hadits ini pun bercerita: Maka beliau berangkat ke tempat shalat (dan dalam sebuah riwayat disebutkan: ke kuburan Baqi). Setelah itu, beliau maju dan mereka pun berbaris di belakang beliau (dua barisan). Dia bercerita : “Maka kami pun membentuk shaf di belakang beliau sebagaimana shaf untuk shalat jenazah dan kami pun menshalatkannya sebagaimana shalat yang dikerjakan atas seorang jenazah.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Nasa’i, Ahmad, dan lain-lain).

Shalat Hajat
Shalat sunah dua rakaat yang dikerjakan seseorang yang mempunyai hajat (keperluan) agar keperluannya dimudahkan oleh Allah SWT.

“Barang siapa mempunyai keperluan kepada Allah atau kepada seseorang, maka wudhulah dan baguskan wudhu tersebut, kemudian shalatlah dua raka’at, setelah itu pujilah Allah, bacalah shalawat, atas Nabi SAW, dan berdoa …” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Shalat Tahiyatul Masjid
Shalat yang dilakukan sebagai penghormatan terhadap masjid, dilakukan oleh orang yang masuk ke dalam masjid sebelum ia duduk, terutama saat shalat Jumat. Dari Abu Qatadah, Rasulullah Saw bersabda: “Jika salah seorang dari kalian masuk masjid, janganlah duduk sehingga shalat dua raka’at.” (HR. Jama’ah Ahli Hadits).

Shalat Khauf
Shalat yang dilakukan pada saat-saat genting (khauf = takut/ketakutan). Shalat ini dapat dilakukan kapan pun bila kita dalam kondisi merasa takut, misalnya karena perang, bencana alam, ancaman binatang buas, dikejar musuh atau orang jahat, dsb. Syariat shalat khauf ini didasarkan QS An-Nisâ:102.

Shalat Dhuha
Shalat sunah yang dikerjakan pada pagi hari, waktunya dimulai ketika matahari tampak kurang lebih setinggi tombak dan berakhir sampai tergelincir matahari (waktu dhuhur) –sekitar pukul 07.00 hingga jam 10.00 waktu setempat.

Jumlah rakaat shalat dhuha sekurang-kurangnya dua rakaat, sebanyak-banyaknya 12 rakaat, ada juga yang menyatakan 16 rakaat.

Dari A’isyah r.a., Nabi SAW shalat Dhuha 4 raka’at, tidak dipisah keduanya (tiap shalat dua raka’at) dengan pembicaraan” (HR. Abu Ya’la).

Dari Abu Hurairah r.a., bahwasannya Nabi pernah Shalat Dhuha dengan dua raka’at (HR Imam Bukhari dan Muslim).

Shalat Istisqa’
Shalat sunah yang bertujuan untuk meminta hujan. Biasanya dilaksanakan ketika terjadi kemarau panjang sehingga mata air-mata air menjadi kering, tumbuh-tumbuhan mati, manusia, dan hewan kekurangan makanan dan air. Bila sudah masuk dalam kondisi ini, dianjurkan pemimpin masyarakat setempat atau ulama mengajak masyarakat untuk bertobat dan berdoa.

Dari Ibnu Abbas Ra., bahwasannya Nabi SAW shalat istisqo’ dua raka’at, seperti shalat ‘Id. (HR Imam Nasa’i, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi).

Shalat Khusuf
Shalat sunah yang dilakukan karena terjadi gerhana bulan. Sunah dilakukan secara berjamaah. Waktu shalat khusuf adalah sejak awal gerhana sampai akhir atau tertutupnya bulan tersebut.

Shalat Kusuf
Shalat sunah yang dilakukan karena terjadi gerhana matahari. Sunah dilakukan secara berjamaah. Waktu shalat kusuf adalah sejak awal gerhana sampai selesai atau tertutupnya matahari. Dilakukan dua rakaat, membaca Al-Fatihah dan surah dua kali setiap raka’at, dan melakukan ruku’ dua kali setiap raka’at.

Ibrahim (putra Nabi SAW) meninggal dunia bersamaan dengan terjadinya gerhana matahari. Beliau SAW bersabda:

“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda (kebesaran) Allah SWT. Tidak terjadi gerhana karena kematian seseorang, tidak juga karena kehidupan (kelahiran) seseorang. Apabila kalian mengalaminya (gerhana), maka shalatlah dan berdoalah, sehingga (gerhana itu) berakhir.” (HR Imam Bukhari dan Muslim).

Dari Abdullah ibnu Amr, bahwasannya Nabi SAW memerintahkan seseorang untuk memanggil dengan panggilan “ashsholaatu jaami’ah” (shalat didirikan dengan berjamaah). (HR Imam Bukhari dan Muslim).

Shalat Tarawih
Shalat sunah yang dikerjakan umat Islam setiap malam selama bulan Ramadhan. Ada beberapa pendapat mengenai jumlah rakaat shalat tarawih, yang pertama adalah 11 rakaat terdiri dari 4 rakaat, kemudian 4 rakaat lagi, dan ditutup dengan 3 rakaat shalat witir. Lalu ada pula yang menyatakan 8 rakaat salam kemudian witir 3 rakaat.

Pendapat lain menyatakan 20 rakaat ditambah 3 rakaat witir, sehingga seluruhnya adalah 23 rakaat. Ada pula sebagian imam yang menyatakan lebih dari itu.

Dari ‘Aisyah r.a., bahwasannya Nabi Muhammad SAW shalat di masjid pada suatu malam. Maka orang-orang kemudian mengikuti shalat beliau. Nabi shalat (lagi di masjid) pada hari berikutnya, jamaah yang mengikuti beliau bertambah banyak. Pada malam ketiga dan keempat, mereka berkumpul (menunggu Rasulullah), namun Rasulullah tidak keluar ke masjid. Pada paginya Nabi SAW bersabda:

“Aku mengetahui apa yang kalian kerjakan tadi malam, namun aku tidak keluar karena sesungguhnya aku khawatir bahwa hal (shalat) itu akan difardlukan kepada kalian.” ‘Aisyah r.a. berkata: “Semua itu terjadi dalam bulan Ramadhan.” (HR Imam Muslim).

Shalat Witir
Witir berarti ganjil. Shalat witir adalah nama bagi shalat yang rakaatnya ganjil (selain shalat Magrib), yaitu minimal satu rakaat dan maksimal 11 rakaat yang bersambungan dan hanya satu kali salam. Waktu pelaksanaannya adalah malam hari, sesudah shalat Isya sampai terbit fajar.

Yang paling baik, witir dijadikan sebagai shalat yang paling akhir dikerjakan pada malam hari. Bila seseorang khawatir tidak bangun pada waktu menjelang terbit fajar, ia boleh mengerjakan shalat witir segera setelah shalat fardu dan sesudah Isya.

Dari A’isyah r.a. bahwasannya Rasulullah Saw shalat malam 13 raka’at, dengan witir 5 raka’at. Beliau tasyahud (hanya) di raka’at terakhir dan salam. (HR Imam Bukhari dan Muslim).

“Beliau Saw juga pernah berwitir dengan tujuh dan lima raka’at yang tidak dipisah dengan salam atau pun pembicaraan” (HR Imam Muslim).

Shalat witir yang mengiringi shalat tarawih (bulan Ramadhan) disunahkan berjamaah setelah tarawih. Shalat witir di luar Ramadhan, maka tidak disunnahkan berjamaah karena Rasulullah Saw tidak pernah melakukannya.

Shalat Taubat
Shalat untuk bertobat dari suatu dosa, memohon ampunan Allah Swt, menyesali perbuatan yang dilakukan, dan bertekad kelak tidak akan melakukannya lagi.

“Tidaklah seorang hamba yang berdosa, lalu ia bangun berwudhu dan shalat dua raka’at dan memohon ampunan kepada Allah, kecuali ia akan diampuni.” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, dan lain-lain).

Shalat Tasbih
Shalat sunat empat rakaat. Setiap rakaat, setelah membaca Al-Fatihah dan Surah, membaca tasbih sebanyak 75 kali tiap rakaat, sehingga seluruhnya berjumlah 300 kali.

Bacaan tasbihnya “Subhanallah walhamdulillah wa laa ilaaha illallah wallaahu akbar”. Dibaca sebanyak 15 kali, dan setiap ruku’, i’tidal, dua sujud, duduk di antara dua sujud, duduk istirahah (sebelum berdiri dari raka’at pertama), dan duduk tasyahud (sebelum membaca bacaan tasyahud) membaca sebanyak 10 kali (HR Abu Dawud dan Ibnu Huzaimah).

Rincian jumlah tasbih untuk setiap rakaat:

  • 15 kali sesudah membaca surat dan sebelum rukuk
  • 10 kali sesudah membaca tasbih rukuk dan sebelum i’tidal
  • 10 kali setelah membaca tahmid i’tidal
  • 10 kali setelah membacab tasbih sujud
  • 10 kali setelah membaca doa duduk diantara dua sujud
  • 10 kali setelah membaca tasbih sujud kedua
  • 10 kali setelah duduk istirahat sesudah sujud kedua.

Waktu pelaksanaannya dapat siang hari atau malam hari, empat rakaat dengan satu atau dua kali salam.

Shalat Awwabin
Shalat sunat yang dikerjakan seusai shalat maghrib dan ba’diyahnya (shalat sunat ba’da magrib). Jumlah rakaatnya antara 6-20 rakaat.

Dari Ammar bin Yasir bahwa Nabi Saw bersabda: “Barangsiapa shalat setelah shalat Maghrib enam raka’at, maka diampuni dosa-dosanya, walaupun sebanyak buih lautan.” (HR. Imam Thabrani).

Ibnu Majah, Ibnu Huzaimah, dan Tirmidzi meriwayatkan hadits serupa dari Abu Hurairah Ra. Nabi SAW bersabda: “Barangsiapa shalat enam raka’at antara Maghrib dan Isya’, maka Allah mencatat baginya ibadah 12 raka’at.” (HR Imam Tirmidzi).

Menurut para ulama ahli hadits, dalil hadits tentang shalat awwabin itu lemah (dhaif). Namun, banyak ulama menilai, tidak mengapa jika seseorang mengerjakan shalat setelah itu dengan mengerjakan enam, delapan, sepuluh, atau lebih banyak raka’at lagi. Itu termasuk Fadlaiul A’mal (keutamaan ibadah).

Shalat Sunnah Wudhu’
“Barang siapa berwudhu, ia menyempurnakan wudhunya, kemudian shalat dua raka’at, maka diampuni dosa-dosanya yang terdahulu.” (HR Imam Bukhari dan Muslim).

Shalat Sunnah Mutlaq
Nabi SAW berpesan kepada Abu Dzar al-Ghiffari r.a.: “Shalat itu sebaik-baik perbuatan, baik sedikit maupun banyak.” (HR Ibnu Majah).

Dari Abdullah bin Umar Ra.: “Nabi SAW bertanya: ‘Apakah kamu berpuasa sepanjang siang?’ Aku menjawab: ’Ya.’ Beliau bertanya lagi: ‘Dan kamu shalat sepanjang malam?’ Aku menjawab: ’Ya.’ Beliau bersabda: ’Tetapi aku puasa dan berbuka, aku shalat tapi juga tidur, aku juga menikah, barang siapa tidak menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku’.” (HR Bukhari dan Muslim). Wallahu a’lam. (Abu Faiz. Sumber: Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Fiqh Sunnah, Panduan Shalat Lengkap H. Muhammad Nurudin Usman, dll.).*

Baca juga:

×