DDHK.ORG – Hutang Belasan Tahun Bayarnya dengan Nilai Uang Dulu atau Sekarang?
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Ustadz, mohon pencerahannya.
Si A sudah meninggal dunia belasan tahun lalu dan ada hutang kepada si B. Lalu sekarang, si C muncul dengan memabwa rejeki untuk membayarkan hutang almarhum si A ke si B.
Pertanyaannya, hutangnya itu dihitung nilai semasa hidupnya si A atau jaman sekarang?
Terima kasih, Ustadz.
Salam, Fulanah
JAWAB:
وعليكم السلام ورحمة الله وبركات
Bismillah… Jika ada seseorang yang meninggal dunia dalam keadaan masih mempunyai hutang, maka ahli warisnya lah yang berkewajiban untuk melunasi hutangnya. Bahkan pelunasan hutang dan atau pemenuhan wasiat harus didahulukan sebelum pembagian warisan.
Allah Subhãnahu wata’ala berfirman:
مِنۢ بَعۡدِ وَصِیَّةࣲ یُوصِینَ بِهَاۤ أَوۡ دَیۡنࣲۚ {سورة النساء: ١٢}
“Setelah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat atau (dan setelah dibayar) hutangnya.” {Q.S. An-Nisa’: 12}
Namun jika ada orang lain yang bukan ahli waris akan tetapi ingin melunasi hutang almarhum/ah, maka sungguh orang tersebut termasuk manusia yang mulia karena membebaskan seseorang dari hutang.
Namun masalahnya adalah jika hutang seseorang itu sudah sangat lama sekali tidak ditunaikan sejak almarhum/ah meminjam, atau hingga sampai belasan tahun lamanya, atau bahkan orang yang hutang sudah meninggal dunia. Lalu, apakah membayar hutangnya sama dengan uang di masa itu atau harus disesuaikan dengan nilai uang di waktu pelunasan hutang? Mengingat uang bisa mengalami inflasi (penurunan nilai nominal) dari masa ke masa.
Jika hutangnya berupa dinar (uang logam emas) atau dirham (uang logam perak), maka pelunasannya jika dengan dinar atau dirham yang semisal, maka itu sudah pasti nilainya dan bisa terhindar dari riba mengingat nilai intrinsik (nilai yang melekat pada benda tersebut) cenderung stabil dari masa ke masa.
Akan tetapi jika hutang uang selain dinar dan dirham seperti uang kertas di masa modern ini, maka nilainya cenderung mengalamai inflasi dari masa ke masa. Sehingga jika pelunasan hutang yang sudah lama tetap dengan nilai nominal dulu, tentu ini dirasa tidak adil bagi pihak yang memberikan hutang.
Memang ada ulama yang mewajibkan pembayaran hutang uang selain dinar dan dirham harus disesuaikan dengan nilai saat pelunasan hutang baik naik ataupun turunnya. Beliau adalah Abu Yusuf, murid Imam Abu Hanifah.
Misal si A pinjam uang sebesar Rp100.000 pada si B pada tahun 2006. Lalu si A mengembalikan hutangnya kepada si B sebesar Rp100.000 pada tahun 2022, tentu nilai nominal Rp100.000 pada tahun 2022 lebih kecil daripada saat tahun 2006.
Jika inflasi yang terjadi sangat besar, maka membayar hutang harus disesuaikan nominal saat pembayaran hutang. Namun jika inflasi hanya sedikit, maka pelunasan masih boleh sesuai dengan nominal saat berhutang.
Namun memperbaiki pelunasan hutang itu sangat dianjurkan. Artinya, hutang harus segera dibayar jika sudah mampu atau memberi nilai yang lebih tanpa syarat di awal berhutang. Karena jika ada syarat di awal berhutang itu tidak boleh karena termasuk riba. Sebagaimana Rasulullah shallallãhu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ خِيَارَكُمْ أَحْسَنُكُمْ قَضَاءً (متفق عليه)
“Sesungguhnya sebaik-baik kalian adalah yang berbuat baik tatkala membayar hutang.” (HR. Bukhari & Muslim).
Wallâhu a’lam bish-showâb.
Semoga bermanfaat.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
…
(Dijawab oleh: Ustadz Very Setiyawan, Lc., S.Pd.I., M.H.)
#SahabatMigran ingin berkonsultasi seputar masalah agama Islam dan persoalan kehidupan? Yuk, sampaikan pertanyaannya melalui pesan WhatsApp ke nomor +852 52982419. [DDHKNews]