Assalamu’alaikum. Ustadz, saya mau bertanya.
Suami saya mengangkat anak dari adik kandungnya. Apakah si anak itu boleh dinisbatkan sebagai anak kandung suami saya? Dan, apakah suami saya bisa menjadi wali nikah si anak perempuan tersebut, meskipun bapak kandungnya masih ada?
JAWAB:
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
Bismillah…
Sudah menjadi sesuatu yang maklum jika seorang anak dinisbatkan kepada orang tuanya jika terlahir dari pernikahan yang sah. Namun jika anak terlahir di luar pernikahan yang sah, seperti hasil zina misalnya, maka anak itu tidak bisa dinisbatkan kepada orang tuanya, terutama ayahnya. Jika seorang anak terlahir dari hasil zina, maka ia dinisbatkan kepada tempat (ranjang) yang dijadikan untuk perzinahan yang membuahkan hasilnya.
Demikian juga dengan anak adopsi atau anak angkat, ia tidak bisa dinisbatkan kepada orang tua angkatnya. Ia tetap harus dinisbatkan kepada orang tua aslinya, meskipun orang yang mengadopsinya adalah paman atau pihak keluarga yang dekat dengan anak tersebut.
Allah Subhanãhu waTa’ala berfirman:
مَا جَعَلَ اللَّهُ لِرَجُلٍ مِنْ قَلْبَيْنِ فِي جَوْفِهِ وَمَا جَعَلَ أَزْوَاجَكُمُ اللائِي تُظَاهِرُونَ مِنْهُنَّ أُمَّهَاتِكُمْ وَمَا جَعَلَ أَدْعِيَاءَكُمْ أَبْنَاءَكُمْ ذَلِكُمْ قَوْلُكُمْ بِأَفْوَاهِكُمْ وَاللَّهُ يَقُولُ الْحَقَّ وَهُوَ يَهْدِي السَّبِيلَ (4) ادْعُوهُمْ لآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ فَإِنْ لَمْ تَعْلَمُوا آبَاءَهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَمَوَالِيكُمْ وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُمْ بِهِ وَلَكِنْ مَا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا (5)
“Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya, dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar). Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” {Q.S. Al-Ahzab: 4-5}
Ayat di atas menjelaskan tentang kisah Zaid ibnu Haritsah radliyallãhu ‘anhu, maula (budak yang dibebaskan) oleh Nabi shallallãhu ‘alaihi wasallam. Dahulu Nabi mengangkatnya sebagai anak sebelum beliau menjadi nabi, dan dahulu ia dikenal dengan sebutan ‘Zaid anak Muhammad’. Maka Allah berkehendak akan menghapuskan penisbatan ini melalui firman-Nya:
وَمَا جَعَلَ أَدْعِيَاءَكُمْ أَبْنَاءَكُمْ
“dan Dia (Allah) tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu.” {Q.S. Al-Ahzab: 4}
Senada dengan ayat berikutnya:
ادْعُوهُمْ لآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ
“Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah.” {Q.S. Al-Ahzab: 5}
Jika ada seorang paman yang mengangkat anak dari saudaranya, maksudnya anak ini adalah keponakan dari orang yang mengadopsinya, maka anak tersebut tetap dinisbatkan kepada ayahnya. Jika anak itu perempuan dan akan menikah, maka wali nikahnya adalah ayahnya jika ia masih hidup dan tidak boleh diwalikan oleh pamannya atau orang tua angkatnya.
Semoga bermanfaat.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
(Dijawab oleh Ustadz Very Setiyawan, Lc., S.Pd.I., M.H.)
#SahabatMigran ingin berkonsultasi seputar masalah agama Islam dan persoalan kehidupan? Yuk, sampaikan pertanyaannya melalui pesan WhatsApp ke nomor +852 52982419.