Keharusan mengetahui petunjuk Rasulullah SAW
Dari sini dapat diketahui urgensi kebutuhan hamba yang tidak bisa ditawar tawar lagi untuk mengetahui petunjuk yang dibawa Rasulullah SAW. Sebab, tidak ada jalan untuk mendapatkan keberuntungan kecuali lewat petunjuk itu. Yang baik dan yang buruk tidak bisa dikenali secara terinci kecuali dari sisi petunjuk itu. Apapun kebutuhan yang datang dan apapun urgensi yang muncul, maka urgensi hamba dan kebutuhannya terhadap Rasul ini jauh lebih penting lagi.
Apa pendapatmu tentang orang yang engkau pun sudah putus asa untuk memberinya petunjuk? Tidak ada yang bisa merasakan hal ini kecuali hati yang hidup. Sebab orang yang mati tidak lagi merasakan sakit. Jika kebahagiaan tergantung kepada petunjuk Rasulullah SAW, maka siapapun yang menginginkan keselamatan bagi dirinya harus mengenal dan mengetahui petunjuk, sirah, dan kedaan beliau, agar dia terbebas dari jerat orang orang yang bodoh. Dalam hal ini manusia ada yang mendapat sedikit, mendapat banyak, dan ada pula yang sama sekali tidak mendapatkannya. Karunia hanya ada di tangan Allah, yang diberikan kepada siapa pun yang dikehendakiNya.
Tuntunan Rasulullah SAW saat makan dan minum
Petunjuk dan perilaku beliau saat makan dan minum tidak ada yang dipungkiri dan tidak ada yang hilang sia sia. Apapun yang disodorkan dari makanan yang baik, maka beliau memakannya, kecuali jika makanan itu kurang berkenan di hatinya, maka beliau meninggalkannya tanpa mengharamkannya.
Beliau tidak pernah mencela suatu makanan pun. Jika berkenan, beliau memakannya, dan jika tidak berkenan beliau membiarkannya, seperti daging biawak yang ditinggalkannya, karena beliau tidak biasa memakannya.
Beliau biasa memakan manisan dan madu, dan beliau menyukainya, pernah makan daging sapi, domba, ayam, burung, kelinci, ikan laut, makan daging yang dipanggang, korma basah dan kering, minum susu murni, adonan gandum, mium perahan korma, makan adonan asir susu dan tepung, roti campur daging, dan lain lainnnya.
Beliau tidak menolak makanan yang baik dan tidak memaksakan diri untuk memakannya. Kebiasaan beliau ialah makan sekadarnya.
Jika tidak mempunyai makanan, beliau bersabar, dan bahkan beliau pernah mengganjal perutnya dengan batu, karena rasa lapar yang menyerangnya.
Beliau tidak makan sambil terlentang, entah terlentang pada lambung, duduk seperti dalam tahiyat akhir, atau menumpukan satu tangan di lantai dan satunya lagi digunakan untuk makan. Ketiga cara ini tercela.
Beliau biasa makan di lantai dengan beralaskan tikar, dan sekaligus sebagai tempat makannya.
Sebelum makan beliau mengucapkan tasmiyah (basmalah) dan seusai makan mengucapkan hamdalah. Ketika benar benar sudah rampung, beliau mengucapkan doa:
“Alhamdulillahi hamdan katsiron thoyyiban mubarokan fihi ghoiro makfiyyin wala muwadda’in wala mustaghnan ‘anhu robbana.” [Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, baik dan penuh barakah di dalamnya, tidak ditelantarkan dan bidiarkan serta dibutuhkan Rabb kami.”] (Ditakhrij Al Bukhari).
Dinukil dari terjemahan kitab Zadul Ma’ad (Bekal Perjalanan ke Akhirat) karya Ibnu Qayyim Al Jauziyah [DDHKNews]