Info DD

Media Belanda: SBY Batal Berkunjung Gara-Gara Wilders

Media Belanda memberitakan, alasan sesungguhnya pembatalan kunjungan kenegaraan Presiden SBY ke Balanda adalah faktor Geert Wilders, politisi anti-Islam Belanda.

Harian kristen Nederlands Dagblad (09/10) mengutip pihak yang terlibat langsung dalam keputusan pembatalan kunjungan. Menurut sumber anonim, sidang kilat tuntutan RMS yang minta SBY ditangkap, hanyalah saluran kemarahan. Alasan sebenarnya adalah Geert Wilders.

Wilders merupakan politikus anti-Islam dan pemimpin Partai untuk Kebebasan (PVV). Partai ini terlibat dalam penyusunan kebijakan pemerintah baru Belanda.

Koran ND juga menulis, SBY ingin menunda kunjungan sejak pemimpin partai kanan populis PVV punya peran politik penting di Belanda. Niat berkunjung makin surut setelah Wilders mengatakan “tamu Indonesia harus jaga mulut” (een toontje lager moesten gaan zingen). Ini komentar atas wawancara Dubes Habibie yang mengkritik Wilders di koran Financiele Dagblad.

Kesemua faktor itu kemudian berpuncak pada kort geding RMS. Presiden Indonesia akhirnya memutuskan untuk membatalkan kunjungan kenegaraan.

Wilders sendiri bereaksi lewat twitter.  “Apa pun alasan Yudhoyono tidak ke Belanda, saya tidak peduli. Ia lebih dulu mencekal saya di Indonesia,” twitter Wilders seperti dikutip Radio Nederland.

Deplu Belanda tak mau memberi reaksi atas artikel Nederlands Dagblad karena harian itu memakai sumber anonim.

Tidak jelas apakah sumber tersebut adalah sumber di Indonesia atau di Belanda.

Geert Wilders dalam sebuah talkshow di televisi Belanda Mei 2010, pernah secara tegas menolak masuknya warga Indonesia untuk tinggal di Belanda. Penolakan ini terkait dengan program partainya PVV yang memang anti imigran dari negara-negara Islam.

Bagi Wilders, setiap negara yang penduduknya lebih dari 50 persen muslim adalah negara Islam. Dan menurut lelaki keturunan Indo ini, siapa pun dari negara Islam, entah dia agama apa, tak boleh masuk Belanda. Dus, menurut Wilders, juga berlaku bagi Indonesia. (Mel/ddhongkong.org).*

Baca juga:

×