Info DD

Apakah Shalat Isyraq Berbeda dengan Shalat Dluha?

السلام عليكم ورحمةالله وبركاته

Ustadz, mohon izin bertanya tentang shalat Isyraq dan shalat Dluha. Apakah shalat Isyroq sudah termasuk bagian dari shalat Dluha?

Mohon penjelasannya, Ustadz.

Sekian pertanyaan dari saya. Sebelum dan sesudahnya saya mengucapkan terimakasih,sudah ada kesempatan bertanya tentang unek-unnek saya yang baru bisa saya tanyakan.

Dari hamba Allah.

JAWAB:

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Bismillah…

Shalat Isyraq atau biasa disebut juga dengan istilah shalat Syuruq adalah shalat dua rokaat yang dikerjakan setelah matahari terbit dan naik sekitar tinggi satu tombak. Menurut Ulama Syafi’iyah, shalat ini lebih dikenal dengan istilah shalat Isyraq. Meskipun, ada perbedaan pendapat di kalangan mereka tentang hakikat sholat Isyraq ini, apakah ia adalah shalat sunnah tersendiri ataukah termasuk bagian dari shalat Dluha karena dikerjakan di awal waktu Dluha.

Menurut Imam Ar-Ramli rahimahullah dalam kitab Nihayatul Muhtaj, shalat Isyraq adalah shalat Dluha itu sendiri.

Sedangkan menurut Imam Ibnu Hajar Al-Haitami rahimahullah dalam kitab Tuhfatul Muhtaj, shalat Isyraq berbeda dengan shalat Dluha. Hal tersebut dikarenakan adanya dalil spesifik tentang syarat dikerjakannya shalat Isyraq, meskipun waktunya sama dengan awal shalat Dluha.

Dari Anas bin Malik radliyallãhu ‘anhu, Rasulullah shallallãhu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ صَلَّى الغَدَاةَ فِي جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ. (رواه الترمذي) وقال: “حديث حسن”.

“Barangsiapa yang mengerjakan shalat ghadah (pagi; maksudnya adalah shalat Shubuh) berjamaah, kemudian ia duduk sambil berdzikir kepada Allah hingga matahari terbit, kemudian mengerjakan shalat dua rakaat, maka baginya pahala haji dan umrah yang sempurna, sempurna.” (H.R. Tirmidzi dan beliau berkata: “Hadits Hasan.”)

Hikmah di balik mengerjakannya saat matahari naik setinggi satu tombak atau sekitar 15 menit setelah terbit adalah agar seseorang terhindar dari mengerjakan shalat di waktu yang diharamkan. Diriwayatkan dari sahabat ‘Uqbah bin ‘Amir Al-Juhani rahimahuLlah, berkata:

ثَلاَثُ سَاعَاتٍ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَنْهَانَا أَنْ نُصَلِّىَ فِيهِنَّ أَوْ أَنْ نَقْبُرَ فِيهِنَّ مَوْتَانَا حِينَ تَطْلُعُ الشَّمْسُ بَازِغَةً حَتَّى تَرْتَفِعَ وَحِينَ يَقُومُ قَائِمُ الظَّهِيرَةِ حَتَّى تَمِيلَ الشَّمْسُ وَحِينَ تَضَيَّفُ الشَّمْسُ لِلْغُرُوبِ حَتَّى تَغْرُبَ

“Ada tiga waktu yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang kami untuk shalat atau untuk menguburkan orang yang mati di antara kami, yaitu: (1) ketika matahari terbit (menyembur) sampai meninggi, (2) ketika matahari di atas kepala hingga tergelincir ke barat, (3) ketika matahari akan tenggelam hingga tenggelam sempurna.” (HR. Muslim)

Imam Nawawi rahimahullah berkata: “Para ulama sepakat untuk shalat yang tidak punya sebab tidak boleh dilakukan di waktu terlarang tersebut. Para Ulama sepakat masih boleh mengerjakan shalat wajib yang ada’an (yang masih dikerjakan di waktunya di waktu tersebut).”

Misalkan jika ada orang yang belum shalat “Ashar hingga pukul lima sore, maka ia boleh dan bahkan wajib untuk segera melakukan shalat ‘Ashar di waktu tersebut.

Kesimpulannya adalah shalat Isyraq berbeda dengan shalat Dluha. Alangkah baiknya jika kita bisa menjaga keduanya. Semoga Allah Subhanãhu wa Ta’ala menjaga istiqomah pad diri kita masing-masing, amin.

Semoga bermanfaat.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

(Dijawab oleh Ustadz Very Setiyawan, Lc., S.Pd.I., M.H.)

#SahabatMigran ingin berkonsultasi seputar masalah agama Islam dan persoalan kehidupan? Yuk, sampaikan pertanyaannya melalui pesan WhatsApp ke nomor +852 52982419.

Baca juga:

×