DDHK.ORG – Hutang menjadi hal penting yang diperhatikan oleh Baginda Nabi Muhammad Saw. Saking pentingnya, Baginda Nabi tidak mau menshalatkan jenazah yang memiliki hutang. Simak konsultasi bersama Ustadz berikut ini.
Assalamualaikum.
Dikisahkan dalam HR bahwa ketika Baginda Nabi masih hidup, seorang meninggal dan Baginda tahu bahwa si almarhum Pulan punya hutang!
Baginda Nabi tidak mau menshalatkan jenazah tersebut, demikian pentingnya masalah hutang ini sampai-sampai ketika kita menghadiri majelis apa saja di masjid, mulai kaki kita melangkah dari rumah sampai nanti pulang lagi ke rumah, malaikat mendoakan agar kita diampunkan Allah Swt dosa-dosanya.
Jadi kalau dari rumah ke masjid sampai pulang lagi kerumah l.k 10 jam, maka 10 jam juga para malaikat memohon ampunan kepada Allah Swt agar dosa-dosa kita dihapuskan. Kecuali, kalau orang tersebut punya hutang, malaikat tidak mendoakannya. Nauzubillah min zalik. Semoga kita semua bebas dari hutang. Amiin YRA.
Salam, Fulanah
JAWAB:
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
Bismillah…
Seorang muslim jika meninggal dunia dalam keadaan masih mempunyai hutang, maka ahli warisnya lah yang berkewajiban melunasi.
Bahkan pembagian waris baru bisa dilakukan jika pelaksanaan wasiat berupa harta atau & pelunasan hutang sudah selesai. Allah Subhãnahu wata’ala berfirman:
مِنۢ بَعۡدِ وَصِیَّةࣲ یُوصِی بِهَاۤ أَوۡ دَیۡنٍۗ {سورة النساء: ١١}
“(Pembagian-pembagian waris tersebut di atas) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) hutangnya.” {Q.S. An-Nisa’: 11}
Lalu bagaimana jika si mayit masih meninggalkan hutang, apakah ia dishalatkan?
Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radliyãllahu ‘anhu, bahwa dihadirkan kepada Nabi shallallãhu alaihi wasallam seorang jenazah laki-laki yang masih mempunyai hutang, lalu beliau bertanya:
“Apakah ia meninggalkan kelebihan harta untuk (melunasi) hutangnya?
Jika ia mempunyai sesuatu yang bisa untuk melunasi hutangnya, beliau menshalatkannya. Namun jika tidak ada, maka beliau bersabda:
“Shalatkanlah teman kalian ini.” (maksudnya beliau enggan menshalatkannya)
Namun setelah Allah membuka kemenangan-kemenangan (bagi kaum muslimin), beliau bersabda:
أنا أولى بالمؤمنين من أنفسهم، فمن توفي من المؤمنين، فترك ديناً فعلي قضاؤه، ومن ترك مالاً فلورثته
“Saya adalah orang yang paling utama dari jiwa-jiwa kaum mukminin. Barang siapa yang meninggal dari kaum mukminin sedang ia meninggalkan hutang, maka akulah yang akan melunasinya. Dan barang siapa meninggalkan harta, maka untuk ahli warisnya.” (H.R. Bukhari & Muslim)
Artinya meskipun Nabi tidak menshalatkan jenazah yang masih mempunyai hutang, akan tetapi beliau menyuruh & mempersilakan sahabat-sahabat beliau untuk menshalatkannya.
Dalam kitab Fathul Bari syarah Shahih Bukhari, Ibnu Hajar Al-‘Asqalani berkata:
“Ulama berkata: ‘Rasulullah tidak menshalatkan jenazah yang masih mempunyai hutang karena ada niatan kuat guna memberi pelajaran & dorongan kepada orang yang masih hidup agar bersegera membayar hutang selama masih hidup, & supaya jika meninggal dapat dishalatkan oleh Rasulullah shallallãhu alaihi wasallam.'”
Riwayat yang lain juga menyebutkan:
Dari Salamah bin Al Akwa’ radliyãllahu ‘anhu, beliau berkata:
“Kami duduk di sisi Nabi shallallãhu ‘alaihi wa sallam. Lalu didatangkanlah satu jenazah. Lalu beliau bertanya, “Apakah dia memiliki hutang?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Tidak ada.” Lalu beliau mengatakan, “Apakah dia meninggalkan sesuatu?”. Lantas mereka (para sahabat) menjawab, “Tidak.” Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menyolati jenazah tersebut.
Kemudian didatangkanlah jenazah lainnya. Lalu para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah shalatkanlah dia!” Lalu beliau bertanya, “Apakah dia memiliki hutang?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Iya.” Lalu beliau mengatakan, “Apakah dia meninggalkan sesuatu?” Lantas mereka (para sahabat) menjawab, “Ada, sebanyak 3 dinar.” Lalu beliau mensholati jenazah tersebut.
Kemudian didatangkan lagi jenazah ketiga, lalu para sahabat berkata, “Shalatkanlah dia!” Beliau bertanya, “Apakah dia meningalkan sesuatu?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Tidak ada.” Lalu beliau bertanya, “Apakah dia memiliki hutang?” Mereka menjawab, “Ada tiga dinar.” Beliau berkata, “Shalatkanlah sahabat kalian ini.” Lantas Abu Qotadah berkata, “Wahai Rasulullah, shalatkanlah dia. Biar aku saja yang menanggung hutangnya.” Kemudian beliau pun menyolatinya.” (HR. Bukhari)
Artinya dahulu Rasulullah shallallãhu alaihi wasallam enggan menshalatkan jenazah yang masih mempunyai hutang, namun selanjutnya beliau mau menshalatkannya.
Adapun seorang penuntut ilmu jika ia masih mempunyai hutang, selama hutangnya sesuai dengan akad yang diperbolehkan syariat & masih ada keinginan kuat untuk melunasinya, maka ia akan tetap didoakan oleh malaikat dalam perjalanan menuntut ilmunya.
Wallãhu a’lam
Semoga bermanfaat.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Dijawab oleh Ustadz Very Setiawan.
#SahabatMigran ingin berkonsultasi seputar masalah agama Islam dan persoalan kehidupan? Yuk, sampaikan pertanyaannya melalui pesan WhatsApp ke nomor +852 52982419. [DDHK News]