Sejumlah Muslim di Swedia menceritakan pengalaman tak menyenangkan selama tinggal di negara yang kerap mengizinkan aksi pembakaran Alqur’an itu. Sebagai warga negara minoritas, mereka merasa diabaikan Pemerintah Swedia.
Sofia, misalnya. Perempuan 36 tahun yang bekerja di lembaga pendidikan orang dewasa itu mengaku merasa seolah agamanya sering dianggap biang masalah. Bahkan dirinya dan umat Muslim lain seperti tak dianggap keberadaannya.
“Kami lahir dan besar di sini selama beberapa generasi, tapi mereka (pemerintah) tidak bicara tentang Muslim seolah kami bukan bagian dari Swedia. [Padahal] kami berkontribusi [kepada negara]. Kami adalah pengacara, dokter, jurnalis, perawat, orang normal yang merupakan bagian dari Swedia,” kata Sofia, seperti dikutip The Guardian, Kamis (3/8/2023), sebagaimana dilansir CNN Indonesia.
Sofia juga menyinggung aksi pembakaran Al Quran yang belakangan sering terjadi di negara tersebut. Dia mengatakan aksi yang dikecam oleh nyaris seluruh negara mayoritas Muslim itu bukan cuma “krisis Alqur’an” tetapi “krisis rasisme.”
“Mereka mengkritik kami (lewat pembakaran Alqur’an) seolah itu adalah krisis yang terjadi karena Muslim, padahal kami tidak pernah menyinggung mereka maupun membakar kitab siapa pun,” ucap Sofia.