ArtikelBeritaDunia IslamFiqih

Dilarang Majikan Berpuasa

DDHK.ORG – Berpuasa di bulan Ramadan, wajib hukumnya bagi umat Islam. Di manapun berada, wajib menunaikan puasa terkecuali sakit, belum balig, dan tidak berakal. Namun bagaimana jika dilarang majikan berpuasa? Simak ini. Seseorang dalam kondisi terpaksa yang tidak dapat melakukan ibadahnya dengan baik mendapatkan keringanan tertentu dalam melaksanakannya atau menangguhkan pelaksanaannya Imam Nawawi menuliskan dalam al-Arba‘in, hadis ke 39 bahwa Rasulullah bersabda;

إِنَّ اللهَ تَجَاوَزَ لِي عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوْا عَلَيْهِ

Sesungguhnya Allah memaafkan bagi umatku yang tersalah, lupa dan mereka yang terpaksa[1]

Terdapat kesamaan antara orang yang dipaksa berbuka dengan orang yang sedang sakit, maupun musafir dalam ibadah puasa, yaitu unsur masyaqqah atau kesulitan yang mereka alami sehingga membuat ibadah yang dilakukannya tidak terlaksana dengan biasanya.

Oleh karenanya, seorang pekerja yang dipaksa majikan untuk berbuka dan tidak berpuasa, serta mendapatkan ancaman bagi jiwa, ataupun sumber penghasilannya pada saat itu, dia dapat meng-qadha puasa yang ditinggalkan tersebut di waktu lain sembari berupaya mencari sumber penghasilan lainnya dimana dia dapat tenang melaksanakan ibadahnya.

Dalam al-Mawsu‘ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah disebutkan;

مَذْهَبُ الْحَنَفِيَّةِ وَالْمَالِكِيَّةِ، أَنَّ مَنْ أُكْرَهَ عَلَى الْفِطْرِ فَأُفْطِرَ قَضَى

Di dalam mazhab hanafiyyah dan malikiyyah bahwa orang yang dipaksa berbuka lalu dia ikuti, maka wajb mengqadha di waktu lain

Namun demikian, dia tetap harus berniat setiap malam Ramadan dengan sedikit ada dugaan bahwa setelah fajar waktu subuh dia dapat berpuasa seperti sedia kala, karena boleh jadi pada hari itu memungkinkannya berpuasa dengan tidak adanya yang mencegahnya dari berpuasa sehingga kewajiban itu tetap harus dilaksanakannya. Wallahu a’lam. [DDHK News]

Baca juga:

×