BeritaHong Kong

Di-Terminated Gara-Gara Shalat dan Berjilbab, PMI Gugat Majikan HK$250,000 Lebih

Dwi-Lestari, pekerja migran Indonesia (PMI) yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga di Hong Kong menggugat mantan majikannya sebesar lebih dari HK$250.000 atas dugaan tindakan diskriminasi rasial. The standard menyebutkan bahwa ini adalah kasus hukum pertama yang melibatkan praktik keagamaan yang diajukan oleh seorang pekerja rumah tangga di Negeri Beton.

“PRT tersebut, Dwi-Lestari, mengaku dilarang berjilbab dan shalat di hari kerja pada Maret 2020,” tulis The Standard. “Dalam surat perintah yang diajukan ke Pengadilan Negeri, Dwi-Lestari menggugat mantan majikannya Leung Choi, putranya Ho Wai-sun, dan putrinya Ho Wai-ngor.”

Leung mempekerjakan Dwi di flat mereka di perumahan umum Wah Fu dari tanggal 2 Maret hingga 16 Maret 2020 dengan gaji bulanan sebesar HK$4,630. Ia diharuskan melakukan pekerjaan rumah tangga, membantu memasak, dan menemani Leung saat berbelanja.

Sebagai seorang Muslimah, Dwi-Lestari wajib mengenakan jilbab, yaitu pakaian luar yang menutupi kepala dan tangannya ketika dia keluar rumah majikannya. Hal ini telah dia praktekkan selama bekerja sebelumnya di empat keluarga di Hong Kong dari tahun 2009 hingga 2018.

Namun Dwi mengatakan bahwa dia dilarang mengenakan jilbab oleh Ho Wai-ngor, yang memberinya peringatan lisan dan meminta dia untuk tidak mengenakan jilbab saat pergi bersama keluarganya. Akibat tekanan itu, Dwi-Lestari mengatakan dia tidak punya pilihan selain akhirnya hanya mengenakan penutup kepala dan topi.

“Pengacara Dwi-Lestari mengatakan dia tidak diberitahu apakah Leung, yang kini berusia 87 tahun, atau anak-anaknya, keberatan jika dia menjalankan agamanya sebelum kontrak ditandatangani,” tulis SCMP.

Keyakinan Dwi-Lestari sebagai seorang Muslimah juga mengharuskannya shalat lima waktu. Selama bekerja di Leung, dia berkata bahwa dia hanya shalat hanya tiga kali sehari, yakni pada jam 04.30, 14.00, dan 22.00 selama sekitar 10 menit setiap waktu. Padahal, mestinya dia harus menjalankan ibadah shhalat 5 kali, namun nampaknya Dwi menjamak taqdim shalat Zuhur-Ashar dan menjamak ta’khir Maghrib-Isya, demi menyesuaikan diri dengan larangan majikan yang merasa terganggu oleh praktek shalatnya.

Namun, keluarga majikannya justru membawanya ke agen tenaga kerja pada 16 Maret 2020, menunjukkan rekaman kamera pengawas saat dia sedang shalat. Dwi tidak mengetahui adanya kamera pengintai di rumah tersebut.

“[Ho Wai-sun] menunjukkan keberatannya terhadap tindakan [Dwi] dalam melaksanakan shalat sehari-hari dan mengatakan kata-kata yang menyatakan bahwa [Leung], karena usianya yang sudah tua, akan ‘ketakutan setengah mati’ jika dia melihat [Dwi] shalat ketika dia bangun,’ bunyi surat itu.

Dwi pun meminta maaf dan mengusulkan untuk bisa shalat di luar rumah, namun ditolak oleh Ho Wai-sun, yang mengatakan bahwa dia hanya bisa shalat selama liburan jika ingin terus bekerja. Akibatnya, Dwi-Lestari mengatakan dia dipecat (di-terminate) pada hari yang sama dan tidak menerima gaji atau pembayaran apapun sebagai pengganti pemberitahuan (one month notice), kecuali HK$100 dari Ho Wai-sun.

SCMP mengutip keterangan tertulis di persidangan Pengadilan Negeri Honng Kong, pada hari Kamis (14/9/2023) lalu, yang menyatakan bahwa keluarga majikan Dwi telah melanggar Undang-undang Diskriminasi Ras dengan meminta PRT nya untuk meninggalkan praktik keagamaannya sebagai syarat untuk tetap mempertahankan pekerjaannya.

Pada awal tahun 2021 ia meminta pendampingan kasus ke Justice Without Borders, sebuah organisasi yang membantu pekerja migran yang dieksploitasi. Dwi juga mengajukan pengaduan terhadap Leung ke Komisi Persamaan Peluang (EOC).

EOC kemudian mengatur dua pertemuan konsiliasi unntuk memediasi Dwi dan keluarga Leung pada bulan Juni dan September 2021, namun tidak ada kesepakatan. Dalam surat tunntutan tertulisnya, Dwi menuntut kompensasi lebih dari HK$250,000.

Rinciannnya, HK$200,000 untuk tekanan emosional, HK$2,210 sebagai gaji selama dua minggu hingga 16 Maret 2020, pembayaran sebagai pengganti pemberitahuan sebesar HK$4,630, HK$27,780 untuk kehilangan pendapatan, dan pembayaran hukuman sebesar HK$20.000.

Baca juga:

×