DDHK.ORG – Sholat merupakan hal wajib ditunaikan bagi muslim dan muslimat. Namun bagaimana kalau di rumah majikan tidak tersedia tempat sholat? Simak jawabannya dalam konslutasi bareng Ustadz berikut ini.
Assalamualaikum, maaf saya Aida, saya ingin konsultasi ada sedikit masalah.
Saya di majikan baru tiga bulan, saya mau sholat, tapi di tempat saya kerja tidak ada tempat buat sholat. Ada ruang kosong tapi tidak menghadap kiblat.
Saya sudah berusaha pindahin barang supaya cukup tapi tidak bisa. Rumah kecil tidak ada kamar, ranjang tidur hanya disekat dengan almari, nenek juga tidak mengijinkan sholat, jadi sebisa mungkin sembunyi-sembunyi. Mohon pencerahannya.
Terimakasih, wassalamualaikum.
Jawab :
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
Bismillah…
Menghadap kiblat adalah merupakan syarat sahnya shalat. Jika sholat tidak menghadap kiblat, maka tidak sah. Namun ada beberapa kondisi di mana seorang muslim boleh baginya tidak menghadap kiblat, seperti kondisi perang.
Lalu bagaimana hukumnya bagi seseorang yang tinggal bersama majikan yang nonmuslim yang hanya memberikan ruangan sempit bahkan kurang atau tidak cukup untuk dijadikan tempat shalat terutama ketika hendak menghadap kiblat?
Ditambah lagi sikap majikan yang cenderung melarang asisten rumah tangganya untuk leluasa mengerjakan sholat.
Perlu adanya fatwa tentang fenomena seperti di atas. Apalagi fatwa bisa bersifat sementara waktu dan kondisional. Terlebih bagi saudara-saudara kita sesama muslim yang tinggal di negara yang mayoritas bukan muslim.
Jika ruangan yang ada masih cukup untuk kita berdiri menghadap kiblat, maka lakukanlah. Adapun jika nantinya ketika rukuk dan sujud dirasa susah untuk tetap menghadap kiblat, maka bergerserlah sedikit sebatas kita membutuhkannya. Karena pada dasarnya menghadap kiblat adalah secara arahnya, bukan secara dzat di mana letak Kakbah secara spesifik.
Hal ini sesuai dengan sabda Nabi shallallãhu ‘alaihi wasallam:
مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ قِبْلَةٌ (رواه الترمذي)
“Arah yang terbentang antara timur dan barat adalah kiblat.” (H.R. Tirmidzi)
Jika seandainya di tengah-tengah pelaksanaan sholat, harus miring dengan kemiringan yang lumrah dan wajar, maka hal tersebut tidaklah mengapa jika memang kondisi ruangan sangat sempit.
Imam Ibnu ‘Abidin dalam hasyiyah nya berkata:
الانحراف اليسير لا يضر
“Kemiringan yang sedikit tidaklah mengapa.”
Imam al-Bahuti rahimahullãh juga berkata:
وَفُرِضَ مَنْ بَعَدَ عَنِ الْكَعْبَةِ اسْتِقْبَالُ جِهَتَهَا فَلَا يَضُرُّ التَّيَامُنِ وَلَا التَّيَاسِرِ الْيَسِيْرَانِ عُرْفًا
“Orang yang jauh dari ka‘bah diwajibkan menghadap ke arah Kakbah, sehingga tidak mengapa jika sedikit miring ke kanan atau ke kiri secara lumrah.”
Bahkan kemiringan sedikit dalam keadaan normalpun masih bisa dimaklumi, apalagi dalam keadaan darurat.
Sebagian Ulama memberikan dispensasi kemiringan yang dibolehkan adalah tidak lebih dari 45 derajat. Namun ukuran tersebut bisa lebih jika kondisi memang sangat tidak memungkinkan.
Adapun jika majikan tidak mengijinkan sholat, maka cari dan curilah waktu agar tetap bisa menjalankannya. Jangan lupa untuk selalu memohon kepada Allah agar diberikan jalan keluar dan kemudahan dari setiap masalah yang dihadapi.
Wallãhu a’lam
Semoga bermanfaat.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Dijawab oleh Ustadz Very Setiawan.
#SahabatMigran ingin berkonsultasi seputar masalah agama Islam dan persoalan kehidupan? Yuk, sampaikan pertanyaannya melalui pesan WhatsApp ke nomor +852 52982419. [DDHK News]