BeritaIndonesia

Mantan Konsul Kejaksaan KJRI Hong Kong Reda Manthovani Dikukuhkan Jadi Guru Besar Universitas Pancasila

Jaksa Agung Muda bidang Intelijen (Jamintel) Kejaksaan Agung, Reda Manthovani, dikukuhkan sebagai Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Pancasila. Penetapan Reda Manthovani sebagai profesor dalam bidang ilmu hukum/hukum pidana berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor: 2957/E4/KP/2023 tentang Kenaikan Jabatan Akademik Dosen. Penetapan ini terhitung mulai 1 Desember 2023 lalu.

“Dengan ketetapan ini, secara resmi Prof. Dr. Reda Manthovani, S.H., LL.M menjadi Guru Besar Ilmu Hukum/Hukum Pidana,” kata Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana, dalam keterangannya, Kamis (25/1/2024), seperti dilansir DetikNews.

Saat dikukuhkan, Reda membahas penanggulangan dan pencegahan hoax dan hate speech di tahun politik 2024. Saat membacakan orasi ilmiahnya, Reda menguraikan faktor-faktor yang melatarbelakangi kejahatan hoax dan ujaran kebencian di tahun politik 2024. Misalnya faktor internal (rendahnya literasi digital) dan faktor eksternal (faktor ekonomi, faktor lingkungan).

Menurutnya, penindakan saja tidak cukup untuk menanggulangi kejahatan ujaran kebencian dan hoax di tahun politik 2024. Oleh karenanya, ia menilai perlunya pencegahan dari penegak hukum dan instansi terkait, serta meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam mengidentifikasi berita-berita hoax dan ujaran kebencian di media sosial melalui literasi digital.

“Pertama, literasi digital berpengaruh terhadap upaya pencegahan dan penanggulangan terjadinya hoax dan ujaran kebencian dalam tahun politik 2024. Literasi digital tersebut merupakan salah satu upaya Non-Penal dalam rangka penanggulangan kejahatan hoax dan ujaran kebencian melalui digital,” ujar Ketut menyampaikan isi orasi Reda.

Menurut Reda, langkah-langkah yang bisa dilakukan pemerintah adalah mengoptimalisasi peran pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, Kepolisian RI dan Kejaksaan Agung RI dengan melibatkan kelompok-kelompok masyarakat digital untuk melakukan sosialisasi peningkatan literasi digital kepada masyarakat Indonesia.

Kedua, disahkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menegaskan kembali kewajiban pemerintah untuk melakukan pencegahan penyebarluasan dan penggunaan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang dilarang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 40 Ayat (2).

Jaksa Agung RI ST Burhanuddin turut hadir dalam acara pengukuhan tersebut. Burhanuddin menyambut baik gagasan yang disampaikan Reda dalam orasi ilmiahnya.

Sebab, menurut Jaksa Agung, diskursus tentang hoax ataupun hate speech merupakan permasalahan sosial yang tidak hanya dihadapi oleh masyarakat tertentu atau negara tertentu saja, tetapi juga merupakan problematika yang dihadapi oleh seluruh masyarakat di dunia.

“Oleh karena itu, saya sangat mengapresiasi dan mendukung gagasan yang disampaikan sebagai pembaharuan dalam upaya preventif tindak pidana hoax ataupun hate speech,” ujar Burhanuddin.

Jaksa Agung juga mengatakan, memasuki tahun politik, terdapat berbagai ujaran kebencian ataupun hoax selalu di media sosial. Menurutnya, kondisi tersebut telah menjadikan bangsa ini seakan mundur kembali ke era post-truth, di mana fakta tidak terlalu berpengaruh dalam membentuk opini publik ketimbang emosi serta keyakinan personal yang keliru.

“Pendekatan Non-Penal diharapkan mampu menjadi obat dalam mengatasi sebaran hoax dan hate speech pada masa Pemilu. Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum memiliki beberapa instrumen Non-Penal yang dapat meliterasi masyarakat, khususnya dalam hal penggunaan media sosial yang baik, beretika, serta bertanggung jawab,” imbuh Burhanuddin.

Beberapa instrumen Non-Penal tersebut dijabarkan oleh Jaksa Agung yakni program Jaksa Masuk Sekolah (JMS) yang mampu menjaring pengguna media sosial, baik di level SMP maupun SMA, serta program Penerangan Hukum yang dilakukan oleh jajaran Intelijen Kejaksaan secara langsung kepada masyarakat.

Apabila konsep Non-Penal tersebut terus dilembagakan, Jaksa Agung menilai hal itu akan memberikan dampak yang signifikan guna menekan laju disinformasi di masyarakat.

“Kami mengucapkan selamat kepada Prof. Dr. Reda Manthovani, S.H., LL.M, sebagai Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Pancasila. Semoga amanah yang diemban dapat terus memberikan kerja nyata dan karya nyata bagi kemaslahatan hukum di Indonesia,” kata Burhanuddin.

Reda Manthovani merupakan Alumni Universitas Pancasila pertama yang menduduki jabatan strategis sebagai Jaksa Agung Muda Intelijen pada Kejaksaan Agung dan tercatat sebagai alumni kedua Fakultas Hukum Universitas Pancasila yang menjadi Guru Besar Universitas Pancasila.

Reda Manthovani meraih gelar Sarjana di Fakultas Hukum Universitas Pancasila. Kemudian, ia melanjutkan studi magisternya di AIX Maresille, Perancis dan meraih gelar doktoral-nya di Universitas Indonesia.

Di ligkungan Kejaksan RI, ayah dari 3 anak ini memiliki rekam jejak karier yang cukup moncer. Pada 2011, Reda menjabat Kepala Bagian Tata Usaha pada Kejati DKI Jakarta. Hanya setahun menjabat, ia kemudian diangkat menjadi Kepala Kejaksaan Negeri Cilegon.

Pada 2014, pria yang punya keahlian beladiri taekwondo dan silat ini menjabat Konsul Kejaksaan di KJRI Hong Kong. Selama bertugas di Negeri Beton, suami dari Syuastriwijaya, SE ini dikenal sebagai sosok yang cukup dekat dengan berbagai kalangan, termasuk pekerja migran Indonesia dan pekerja media.

Hanya sekitar setahun di Negeri Beton, ia diangkat menjadi Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat. Lagi, saat diangkat menjadi Kajati DKI Jakarta, Reda baru menjabat sekitar setahun sebagai Kajati Banten. Saat ini Reda menjabat sebagai Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Kejaksaan Agung RI.

Pria kelahiran Jakarta, 20 Juni 1969 ini memang dikenal sebagai salah satu jaksa intelek. Banyak karya tulisnya bertebaran di berbagai media nasional.

Intelektualitas sang jaksa ditopang oleh gelar akademik yang disandangnya. Reda merupakan lulusan S-1 Fakultas Hukum Universitas Pancasila. Jenjang pendidikan S-2 ditempuhnya di Faculte de Droit de I’UniversitedAix, Marseille III France. Sedangkan gelar doktor diraihnya dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Baca juga:

×