Berita

Ramadhan Penuh Cerita

Ramadhan tahun ini akan menjadi salah satu Ramadhan tak terlupa. Baik bagi institusi Dompet Dhuafa Hong Kong (DDHK) beserta para voluntirnya maupun bagi para ustadz dan ustadzah yang dihadirkan dalam program Dai Ambassador. Bagi mereka, Ramadhan tahun ini menyimpan banyak cerita dengan beragam emosi di dalamnya.

Sebut saja, cerita tentang proses pemberangkatan Ustadz Sukron Makmun yang sempat gagal terbang ke Yunani dan Korea Selatan, dan akhirnya mendapatkan amanah untuk bertugas di Hong Kong. Baru beberapa saat di Negeri Beton, sudah harus “digeser” ke Makau. Namun, selain bertemu dengan beberapa kawan lama di Hong Kong, beliau juga memperoleh banyak inspirasi dan cerita di Makau.

Cerita berbeda datang dari Ustadz Rendi Tanjung. Tugas pertamanya adalah mengisi tausiyah di Tai Po, di jembatan penyeberangan. Mungkin, bagi dai yang biasa memenuhi panggilan ceramah di kalangan artis dan selebriti Indonesia ini, berceramah “menggelosor” beralaskan plastik dan banner, di jembatan penyeberangan pula, merupakan pengalaman pertama beliau. Sepulang dari sana, pinggangnya langsung sakit berat, butuh beberapa hari proses penyembuhannya.

Panggilan Telepon Mengejutkan

Ada lagi, cerita dari Ustadzah Maryanti. Dalam catatan hari ke-13 Ramadhan yang dibuatnya, beliau menulis banyak cerita berikut ini.

“Alhamdulillah, atas nikmat yang sudah Allah berikan hari ini. Menjelang separuh Ramadhan, Allah masih memberikan kesehatan dan kelancaran untuk berdakwah di Hong Kong.

Hari ini saya mendapat tugas mengisi kajian di Majelis JRQ di Yuen Long. Walau sudah empat kali ke sana, masih saja bingung naik busnya. Setelah 15 menit muter-muter nyari, Alhamdulillah akhirnya ketemu (senangnya…).

Sambil menunggu sampai ke tujuan, saya manfaatkan waktu untuk tilawah Al-Quran. Alhamdulillah, dapet satu juz, sambil menikmati pemandangan yang luar biasa indahnya. Tidak ,terasa setelah hampir 1,5 jam, sampai juga di Yuen Long. Di terminal, sudah ada utusan majelis taklim yang menjemput.

Ketika sampai di tempat, ada perasaan haru karena melihat mereka yang begitu antusias dalam menuntut ilmu, meskipun dalam keterbatasan: Di waktu libur yang seharusnya mereka gunakan untuk istirahat, justru digunakan untuk mengaji di tempat yang tidak biasa, yaitu di lapangan pinggir pasar, dengan cuaca panas menyengat. Namun hal itu tidak mengurangi semangat dan konsentrasi mereka untuk mendengarkan kajian.

Walaupun jamaah taklim hanya empat orang, saya tetap bangga dan senang bisa berbagi ilmu dengan mereka. Ada sebagian dari mereka yang curhat tentang suami, anak, atau keluarga. Buat saya, mereka adalah orang-orang hebat yang rela keluar dari kodrat mereka: ‘tulang rusuk yang beralih menjadi tulang punggung’. Ya Allah, jagalah mereka.

Setelah selesai kajian, saya pamit pulang. Ditengah perjalanan, tiba-tiba ada panggilan telepon dari kampung yang mengabarkan bahwa bapak saya meninggal dunia. Ya Allah, rasa tidak percaya, sedih, dan bingung pun menjadi satu.

Tiba-tiba, teringat kenangan masa lalu: begitu gigihnya bapak dalam mencari nafkah, berjualan ketupat sayur, berangkat tengah malam, baru pulang pagi hari demi satu keinginan: supaya anak-anaknya bisa bersekolah. Tidak terasa, air mata keluar begitu saja, ketika teringat sebelum berangkat dakwah ke Hong Kong bapak menyatakan bangga dan senang.

Ya Allah, hamba sayang bapak, sebagaimana bapak begitu sayang kepada anak-anaknya. Hamba ikhlas. Semoga perjalanan dakwah di sini menjadi wasilah kebaikan yang mengalir buat bapak Hartono bin Marmo. Ya Allah, ampuni dosanya, terima amal ibadahnya, dan tempatkan beliau di raudhah min riyadhil jannah. Aamiin.”

Seperti yang dikatakan Ustadz Sukron Makmun, “Dai harus siap mental, fisik, dan finansial.” Semoga, cerita tentang para Dai Ambassador DDHK pada Ramadhan ini, yang berisi perjuangan dan pengorbanan mereka, terulis dalam buku catatan amal yang di akhirat kelak mereka terima dengan tangan kanan. []

Baca juga:

×