BeritaInternasional

Meski Menang Pemilu, Ekstrimis Anti Islam Gagal Jadi Perdana Menteri Belanda

Pemimpin partai ekstrem kanan, Geert Wilders, gagal menjadi Perdana Menteri Belanda meski telah memenangkan pemilihan umum (pemilu) pada November 2023 silam. Dalam unggahannya di X, Wilders mengatakan dirinya tak bisa maju jadi PM karena calon koalisinya menolak mendukung dia.

“Saya hanya bisa menjadi Perdana Menteri jika SEMUA partai di koalisi mendukungnya. [Namun] itu tidak terjadi,” kata Wilders di akun X-nya, Rabu (13/3/2024) lalu, sebagaimana dilansir CNN Indonesia.

Pada pemilu 22 November 2023 lalu, partai Wilders, Partai Kebebasan (PVV), sukses meraup 23,5 persen suara. Namun, setelah negosiasi berminggu-minggu, Wilders gagal mencapai kesepakatan dan membujuk partai lain untuk mendukungnya. Ia pun lantas memutuskan menyerah dari posisi pucuk pemerintahan tersebut.

Wilders padahal berharap bisa membentuk koalisi dengan Partai Kebebasan dan Demokrasi (VVD), partai PM Mark Rutte yang akan selesai masa jabatan. VVD berada di posisi ketiga dengan perolehan 24 kursi. Selain itu, Wilders juga ingin berkoalisi dengan Partai Kontrak Sosial (NSC) yang berada di urutan keempat dengan 20 kursi. Jika partai-partai itu bergabung, mereka akan mendapatkan 81 kursi dari hasil koalisi. Jumlah ini cukup untuk menjadi mayoritas di parlemen Belanda.

Harapan itu namun pupus ketika pemimpin NSC Pieter Omtzigt memutuskan mundur dari pembicaraan koalisi. NSC mundur karena merasa tak sejalan mengenai prospek keuangan negara dengan partai-partai tersebut.

Banyak pihak percaya bahwa Wilders gagal mendapat dukungan lantaran sikap ‘ekstremis’ dia yang begitu kental, seperti anti-Islam, anti-imigrasi, anti-Uni Eropa dan Ukraina. Dia dianggap sudah melewati batas.

Selama ini,Wilders juga dikenal sebagai politikus anti-Islam. Bahkan, dia menegaskan bahwa ‘Saya tidak membenci Muslim, saya benci Islam” pada 2008 dikutip dari The Guardian.

Baca juga:

×