ArtikelBeritaDunia IslamFiqih

Mengonsumsi Makanan yang Diragukan Kehalalannya, Bolehkah?

DDHK.ORG – Mengonsumsi makanan halal menjadi hal yang wajib dilakukan umat Islam. Namun bagaimana jika mengonsumsi makanan yang diragukan kehalalannya? Sifat pembahasannya secara fiqih ini.

Secara fiqih, seseorang tidak dibebankan untuk mempertanyakan status makanan yang akan dimakannya tentang dari mana asalnya, cara pengolahannya, kandungannya. Hal ini berbeda dengan sisi pandang kewara’an yang cenderung mempertanyakaan status makanan tersebut karena khawatir mengkonsumsi yang diharamkan

Secara umum, hukum asal makanan adalah halal dan boleh dimakan selama tidak ada petunjuk yang mengindikasikan kuat bahwa makanan itu haram. Fiqih pun tidak menuntut seseorang harus mencari-cari status hukum makanan tersebut karena termasuk kepada perbuatan yang akan menyulitkan baginya.

Seseorang cukup meyakini di dalam hatinya bahwa makanan yang ada di hadapannya adalah halal selama tidak ada petunjuk yang menjelaskan bahwa makanan itu adalah dari jenis yang diharamkan.

Rasulullah bersabda;

دَعْ مَا يَرِيْبُكَ إِلَى مَا لَا يَرِيْبُكَ

“Tinggalkanlah hal membuatmu ragu kepada yang tidak membuatmu ragu”

Bahkan dalam satu riwayat disebutkan bahwa Rasulullah pernah menerima makanan berupa daging kambing yang diberikan oleh seorang wanita yahudi, beliau tidak menanyakan bagaimana proses penyembelihan, memasak dan pengolahannya.

Karena Allah ta‘ala berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu”

Imam Ibnu Kasir mengatakan;

وَظَاهِرُ الْآيَةِ النَّهْيُ عَنِ السُّؤَالِ عَنِ الْأَشْيَاءِ الَّتِي إِذَا عَلِمَ بِهَا الشَّخْصُ سَاءَتْهُ، فَالْأَوْلَى الْإِعْرَاضُ عَنْهَا وَتَرَكُهَا

“Zhahir ayat ini menunjukkan larangan seseorang bertanya tentang sesuatu yang dapat menyulitkannya apabila jawabannya diketahui. Maka sebaiknya tidak tidak perlu menanyakan hal demikian”

Akan tetapi jika terdapat makanan lain yang diyakini kehalalannya, maka memilihnya lebih baik dan lebih menghilangkas was-was dalam diri kita sebagai prinsip kehati-hatian. Wallahu a’lam. [DDHK News]

 

Baca juga:

×