DDHK.ORG – Sejak awal Islam mengajarkan pentingnya sikap bertanggung jawab termasuk menepati janji membayar utang. Islam membolehkan umat untuk berutang guna memenuhi kebutuhan. Namun ada rambu-rambu yang perlu diperhatikan ketika kita memutuskan akan berutang kepada orang lain.
Rasulullah pun sudah mengingatkan setiap kita yang berutang untuk segera melunasinya. Karena jika kita tidak, maka kita termasuk dalam golongan orang-orang yang akan dirusak oleh Allah dan akan bertambah sulit hidupnya karena telah merusak orang lain.
Hal ini ditegaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:
مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيدُ أَدَاءَهَا أَدَّى اللَّهُ عَنْهُ، وَمَنْ أَخَذَ يُرِيدُ إِتْلاَفَهَا أَتْلَفَهُ اللهُ
Artinya: “Barangsiapa yang mengambil harta-harta manusia (berutang) dengan niatan ingin melunasinya, Allah akan melunaskannya. Dan barangsiapa yang berutang dengan niat ingin merugikannya, Allah akan membinasakannya” (HR Bukhari: 2387).
Dilansir dari Islam.nu.or.id, dalam sebuah hadits lain yang diriwayatkan Imam Ahmad, Rasulullah juga telah menjelaskan bagaimana beratnya dosa orang yang melalaikan utang. Walaupun orang tersebut mati syahid sebanyak tiga kali, jika ia memiliki tanggungan utang, maka ia tidak akan masuk surga sampai ia melunasi utangnya.
Sampai-sampai dalam sebuah kisah, Rasulullah saw sempat tidak berkenan untuk menshalati jenazah orang yang memiliki utang hingga sahabat Ali Bin Abi Thalib kemudian melunasi utang mayit tersebut.
Menyesal Setelah Berutang
Rasulullah mengingatkan bahwa orang yang tidak melunasi utang akan menyesali perbuatannya. Di dalam kuburnya mereka terbelenggu tangannya dan tidak dapat dilepaskan hingga utang-utangnya dilunasi.
Bukan hanya di alam kubur, di akhirat kelak, orang yang memiliki utang akan diambil kebaikan yang telah dilakukan di dunia dan diberikan kepada orang yang memberinya utang.
Setelah kebaikan yang berhutang tidak ada, maka keburukan-keburukan orang yang menghutangi dilimpahkan kepada orang yang berhutang. Hukum kausalitas (sebab-akibat) ini selaras dengan firman Allah swt dalam Al-Quran surat Az-Zalzalah ayat 7-8:
فَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَّرَهٗۚ وَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَّرَهٗ ࣖ
Artinya: “Siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah, dia akan melihat (balasan)-nya. Siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah, dia akan melihat (balasan)-nya.”
Untuk menghindari hal-hal ini, setiap individu harus memikirkan dengan matang keputusan untuk berutang. Kita juga harus memiliki etika dan memiliki niat untuk mengembalikannya dengan mengusahakan dari berbagai sumber yang sudah disiapkan.
Al-Quran juga sudah memberikan panduan agar setiap orang yang berutang untuk dapat mencatat utangnya agar tidak lupa.
Hal ini dilakukan untuk mengingatkan ada hak orang lain dalam utang yang dipakainya. Allah Swt berfirman dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 282:
Allah Swt berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 282:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوْهُۗ وَلْيَكْتُبْ بَّيْنَكُمْ كَاتِبٌۢ بِالْعَدْلِۖ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ اَنْ يَّكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللّٰهُ فَلْيَكْتُبْۚ وَلْيُمْلِلِ الَّذِيْ عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللّٰهَ رَبَّهٗ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْـًٔاۗ
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu berutang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu mencatatnya. Hendaklah seorang pencatat di antara kamu menuliskannya dengan benar. Janganlah pencatat menolak untuk menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajar-kan kepadanya. Hendaklah dia mencatat(-nya) dan orang yang berutang itu mendiktekan(-nya). Hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya, dan janganlah dia menguranginya sedikit pun.”
Terlebih saat utang-piutang yang berjumlah besar. Setiap individu harus melakukan transaksi dengan jelas, menghadirkan saksi, dan memiliki bukti hitam di atas putih dalam bentuk tulisan dan tanda tangan keterangan sebagai bukti ke dua belah pihak.
Ketika sudah jatuh tempo dan memiliki anggaran untuk membayarnya, maka harus segera membayarnya. Pasalnya, orang yang memiliki utang dan tidak membayarnya, maka termasuk orang yang telah berbuat dzalim kepada orang lain.
Kemudian orang yang memiliki utang juga harus menyadari, jika sudah jatuh tempo waktu pembayaran kemudian yang memberikan utang menagihnya, maka yang berutang tidak boleh menghindar atau malah marah-marah kepada yang menagih utang.
Tanggung Jawab
Orang yang memiliki utang harus bertanggungjawab dengan sekuatnya membayar utang yang dimilikinya.
Dari penjelasan ini, mari kita senantiasa menyadari dan memiliki niat baik untuk segera melunasi utang-utang yang kita miliki. Kita bisa melakukan usaha-usaha sebagai sebuah komitmen dalam membayar utang dan juga berdoa kepada Allah agar diberikan jalan untuk dapat melunasi utang.
Rasulullah dalam sebuah riwayat telah memberikan sebuah doa untuk melunasi utang kepada Mu’adz bin Jabal ra yang tertulis dalam Kitab Fadhâ’ilul Qur’ân halaman 216 yakni:
اَللَّهُمَّ فَارِجَ الْهَمِّ وَكَاشِفَ الْكَرْبِ مُجِيبَ دَعْوَةِ الْمُضْطَرِّ، رَحْمَنَ الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَرَحِيْمَهُمَا، اِرْحَمْنِي فِي قَضَاءِ دَيْنِي رَحْمَةً تُغْنِينِي بِهَا عَنْ رَحْمَةِ مَنْ سِوَاكَ
Artinya: “Ya Allah Zat yang membukakan (solusi) keprihatinan, yang membukakan (solusi) kesusahan, yang mengabulkan doa orang yang terdesak, Zat yang Maha Pengasih dan Penyayang di dunia dan di akhirat, belaskasihilah aku dalam melunasi hutangku, dengan dengan belas kasih yang dengannya aku tidak membutuhkan belas kasih selain dari-Mu.”
Selain berusaha dan berdoa, untuk menghindari banyak utang, kita juga harus benar-benar menata pola hidup kita dengan manajemen yang baik. Kita harus bisa membedakan mana kebutuhan dan mana yang hanya sebuah keinginan.
Dahulukan kebutuhan dari keinginan agar kita tidak terjebak banyak utang. Semoga Allah melindungi kita dari menzalimi orang lain dengan utang. Dan semoga Allah swt senantiasa memberikan jalan keluar dari berbagai permasalahan hidup yang kita hadapi di dunia. Amin. [DDHK News]