DDHK.ORG – Memberikan nafkah kepada keluarga merupakan kewajiban ayah sebagai kepala keluarga. Namun bagaimana jika seorang ayah malah tidak memberikan nafkah sepeserpun? Simak konsultasi online bareng Ustadz berikut ini.
Assalamualaikum Ustadz.
Maaf sebelumnya saya mau bertanya, terkait kewajiban memberi nafkah seorang ayah kepada keluarganya.
Jika dia memiliki anak perempuan yang sudah dewasa dan belum menikah, dan saat ini status anak tersebut adalah tulang punggung keluarga. Semua keperluan biaya ditanggung oleh anak perempuan tersebut sejak usia 19 tahun hingga saat ini menginjak 26 tahun.
Dan sang ayah tidak memberikan nafkah lagi ke keluarganya sepeserpun. Sudah tidak menjadi tulang punggung keluarga lagi, padahal ayahnya masih tergolong sehat dan kuat untuk mencari nafkah apabila hanya sekedar ngojek saja.
Sang ibu merasa bersalah kepada anak perempuannya tersebut. Karena menurutnya, sang anak itu masih kewajiban orang tuanya sampai anak tersebut menikah dan tidak seharusnya sang anak menjadi tulang punggung keluarga.
Jadi, dari cerita saya ini apakah ada hukumnya Ustadz? Dan apa yang seharusnya dilakukan?
Salam
Fulanah
Jawab
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
Bismillah…
Memberikan nafkah kepada istri dan anak adalah kewajiban seorang kepala rumah tangga yaitu ayah. Seorang lelaki atau ayah menjadi pemimpin juga penopang hidup keluarganya, sehingga Allah Subhanãhu wa Ta’ala memuliakannya.
{ ٱلرِّجَالُ قَوَّ ٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعۡضَهُمۡ عَلَىٰ بَعۡضࣲ وَبِمَاۤ أَنفَقُوا۟ مِنۡ أَمۡوَ ٰلِهِمۡۚ {سُورَةُ النِّسَاءِ: ٣٤}
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” {Q.S. An-Nisa’: 34}
Allah Subhanãhu wa Ta’ala juga berfirman:
وَعَلَى الْمَوْلُوْدِ لَهٗ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ
“Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut.” {Q.S. Al-Baqarah: 233}
Begitu pula dengan anak, sudah menjadi kewajiban seorang ayah untuk memberikan nafkah kepadanya. Diriwayatkan oleh Abu Hurairah radliyallãhu’anhu, bahwasanya ada seorang laki-laki berkata: ‘Ya Rasulullah, sesungguhnya aku mempunyai satu dinar.’ Rasulullah bersabda: “Infakkan untuk dirimu sendiri.” Laki-laki itu berkata: ‘Aku punya lainnya.’ Rasulullah bersabda: “Infakkan kepada anakmu.” Laki-laki itu berkata: ‘Aku punya lainnya.’ Rasulullah bersabda: “Infakkan kepada istrimu.” Laki-laki itu berkata: ‘Aku punya lainnya.’ Rasulullah bersabda: “Infakkan kepada pelayanmu.” Laki-laki itu berkata lagi: ‘Aku punya lainnya.’ Rasulullah bersabda: “Engkau lebih tahu dengannya.” (H.R. Baihaki)
Menurut madzhab Syafi’i, kewajiban seorang ayah menafkahi anaknya adalah jika anaknya masih kecil, belum baligh, tidak mempunyai harta, dalam rangka menuntut ilmu, gila, atau sakit.
Namun jika anak sudah mandiri & mempunyai penghasilan, atau sudah menikah, maka orang tua sudah tidak berkewajiban menafkahi anaknya tersebut.
Memberi nafkah kepada orang tua bagi anak adalah kewajiban, terutama anak laki-laki meskipun sudah menikah, dengan catatan dia mampu. Adapun anak perempuan jika sudah menikah, ia tidak berkewajiban menafkahi orang tuanya kecuali jika orang tuanya miskin & harus meminta ijin dari suaminya.
Disebutkan dalam kitab Al-Majmu’ Syarah Al-Muhaddzab:
“Kerabat yang berhak mendapat nafkah adalah kedua orang tua & ke atasnya (kakek nenek, & seterusnya), anak-anak & ke bawahnya seterusnya. Dan wajib bagi anak menafkahi ayah & ibu, dalilnya adalah firman Allah Subhanãhu wa Ta’ala:
وَقَضَى رَبُّكَ أَلا تَعْبُدُوا إِلا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا {سورة الإسراء: ٢٣}
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.” {Q.S. Al-Isra’: 23}
Di antara berbuat baik kepada keduanya adalah memberikan nafkah.
Namun memberikan nafkah harus dengan cara yang makruf atau patut atau layak. Baik nafkah orang tua ke anak ataupun anak ke orang tua. Memberikan nafkah harus proporsional sesuai kebutuhan & tidak boleh berlebihan, apalagi jika orang tua yang seharusnya masih kuat bekerja tapi masih mengandalkan anaknya untuk menafkahinya, terlebih anak tersebut perempuan yang belum menikah. Intinya kita harus sama-sama menjalankan tugas masing-masing agar tidak menyalahgunakan hak kita. Islam adalah agama yang tengah, sehingga dalam urusan nafkah, seseorang harus menempatkannya pada posisi yang tepat.
Anak mempunyai kesempatan berbuat baik kepada kedua orang tua dengan memberikan kepada mereka, namun orang tua juga tidak boleh mengandalkan nafkah anaknya jika masih mampu bekerja agar kehidupan rumah tangga berjalan dinamis & harmonis.
Semoga Allah mudahkan semua urusan kita, amin…
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Dijawab oleh Ustadz Very Setiawan.
#SahabatMigran ingin berkonsultasi seputar masalah agama Islam dan persoalan kehidupan? Yuk, sampaikan pertanyaannya melalui pesan WhatsApp ke nomor +852 52982419. [DDHK News]