ArtikelHikmah

Islam Itu Mudah dan Memudahkan

“Sesungguhnya Allah suka kalau keringanan-keringanan-Nya dimanfaatkan, sebagaimana Dia benci kalau kemaksiatan terhadap perintah-perintahNya dilakukan” (HR. Ahmad, dari Ibn ‘Umar ra.).

“Allah menghendaki kemudahan bagi kamu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu” (QS. 2:185).

Islam agama yang sesuai dengan fitrah manusia. Karenanya, seluruh ajaran Islam dapat dilaksanakan oleh manusia, sebagaimana diamalkan dengan baik oleh Rasulullah Saw, para sahahat, tabi’in, salafus saleh, dan orang-orang saleh hingga kini.

Pada da’i atau ulama pun hendaknya menunjukkan kemudahan itu, bukan malah menjadikan ajaran Islam terasa sulit diamalkan. Proses, tahapan, dan prioritas amal dalam Islam harus disosialisaikan (didakwahkan) kepada umat.

Islam hadir bukan untuk membuat susah manusia, jutsru mempermudah hidup dan kehidupannya.

“Sesungguhnya Allah Swt. tidak mengutusku untuk mempersulit atau memperberat, melainkan sebagai seorang pengajar yang memudahkan” (HR. Muslim).

Sebagaimana layaknya “petunjuk jalan”, Islam memudahkan manusia untuk menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Jika manusia merasa susah dalam hidupnya, bisa dipastikan, karena ia tidak mematuhi petunjuk Islam. Yang menjadikan Islam terasa berat dan susah adalah diri kita sendiri, lebih tegasnya hawa nafsu kita.

Dalam sejumlah firman-Nya, Allah Swt menegaskan, Islam tidak dimaksudkan untuk menyusahkan atau memberatkan manusia.

“Dan sesungguhnya Kami memudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah yang mengambil pelajaran?” (QS. 54:17).

“Kami tidak menurunkan Al-Qur’an ini kepada kamu supaya kamu menjadi susah” (QS. 20:2).

“Allah menghendaki kemudahan bagi kamu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu” (QS. 2:185)

Ayat-ayat di atas dengan jelas mengatakan, kesusahan, kepayahan, kesukaran, dan kesengsaraan bukanlah konsep yang dianjurkan Islam (Al-Quran). Islam adalah untuk kemudahan dan kebahagiaan manusia.

“Dan siapa yang berbuat kebaikan, lelaki atau perempuan dan dia mukmin, sungguh Kami akan menghidupkan dia dengan kehidupan yang baik” (QS. 16:97)

Dalam prinsip Islam, semua perintah, tanggungjawab, dan beban adalah dibuat dan dilaksanakan sesuai dengan kemampuan manusia. Allah Swt tidak akan membebani hamba-Nya melainkan disesuaikan dengan kemampuan manusia.

“Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…” (QS. Al-Baqarah:286).

Imam Ibn Qayyim menyatakan, “Hakikat ajaran Islam semuanya mengandung rahmah dan hikmah. Kalau ada yang keluar dari makna rahmah menjadi kekerasan atau keluar dari makna hikmah menjadi kesia-siaan, berarti itu bukan termasuk ajaran Islam. Kalaupun dimasukkan oleh sebagian orang, maka itu adalah kesalahkaprahan.”

Dalam sebuah hadits Qudsi Allah Swt. berfirman: “Sesungguhnya Allah suka kalau keringanan-keringanan-Nya dimanfaatkan, sebagaimana Dia benci kalau kemaksiatan terhadap perintah-perintahNya dilakukan” (HR. Ahmad, dari Ibn ‘Umar ra.).

Dalam sebuah perjalanan jauh, Rasulullah Saw pernah melihat seorang sahabat tampak lesu, lemah, dan terlihat berat. Beliau langsung bertanya apa sebabnya. Para sahabat yang lain menjawab bahwa orang itu sedang berpuasa. Maka Rasulullah Saw langsung menegaskan:

“Bukanlah termasuk kebajikan untuk berpuasa di dalam perjalanan (yang jauh)” (HR. Ibn Hibbân, dari Jâbir bin ‘AbdilLâh ra.)

Islam tidak mendukung praktek beragama yang menyulitkan. Disebutkan dalam sebuah riwayat, ketika sedang menjalankan ibadah haji, Rasulullah Saw memperhatikan ada sahabat yang terlihat sangat capek, lemah, dan menderita. Maka beliau pun bertanya apa sebabnya. Ternyata, menurut cerita para sahabat yang lain, orang tersebut bernadzar akan naik haji dengan berjalan kaki dari Madinah ke Mekkah. Maka Rasulullah Saw langsung memberitahukan:

“Sesunguhnya Allah tidak membutuhkan tindakan penyiksaan diri sendiri, seperti yang dilakukan oleh orang itu” (HR. Bukhâri dan Muslim, dari Anas ra.).

Demikianlah, Islam sebagai agama yang rahmatan lil’ ‘alamin secara kuat mencerminkan aspek hikmah dan kemudahan dalam ajaran-ajarannya. Kita sebagai kaum muslimin, telah dipilih oleh Allah Swt untuk menikmati kemudahan-kemudahan tersebut.

Diceritakan oleh ‘Aisyah ra. bahwa Rasulullah Saw dalam kesehariaannya, ketika harus menentukan antara dua hal, beliau selalu memilih salah satunya yang lebih mudah, selama tidak termasuk dalam dosa (HR. Bukhâri dan Muslim). Wallahu a’lam. (ASM. Romli).*

Baca juga:

×