DDHK.ORG — Seorang lelaki boleh memberi pengobatan kepada wanita, dan seorang wanita juga dibolehkan memberi pengobatan kepada lelaki selama hal itu dalam keadaan darurat.
Imam Bukhari berkata dalam bab dibolehkannya wanita mengobati lelaki dan lelaki mengobati wanita, bahwasanya Rubayyi binti Mu’awwidz bin Afra’ berkata, “Kami ikut berperang bersama Rasulullah saw, kami memberi minum kepada para tantara, memberi pelayanan kepada mereka, dan membawa pasukan yang terbunuh atau terluka ke Madinah.”
Dalam kitab Fath al-Bari, Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata, “Mengobati orang yang bukan mahram dibolehkan dalam keadaan darurat. Namun dibolehkannya melakukan pengobatan disesuaikan dengan kadar kebutuhan terhadap pasien, seperti melihat, menyentuh, dan sebagainya.
Dalam kitab al-Adab asy-Syar’iyyah, Ibnu Muflih berkata, “Apabila seorang perempuan sedang sakit dan tidak ada dokter yang dapat mengobatinya selain dokter laki-laki, maka dokter laki -laki tersbeut boleh melihatnya sesuai dengan yang dibutuhkan, bahkan sampai pada alat kelamin sekalipun. Begitu pula dengan dokter perempuan yang sedang mengobati pasien laki-laki.
Ibnu Hamdan berkata, “Jika tidak didapati dokter kecuali perempuan, maka dokter perempuan ini dibolehkan melihat pasiennya sesuai yang ia butuhkan termasuk alat kelamin dan anusnya.”
Al-Qadhi berkata, “Dokter laki -laki boleh melihat aurat pasien perempuan ketika hal tersebut dibutuhkan, begitu pula sebaliknya.” [Dinukil dari kitab Fikih Sunnah, karya Sayyid Sabiq] [DDHKNews]