Kementerian Luar Negeri China menegaskan Gaza adalah bagian tidak terpisahkan dari wilayah Palestina. Pernyataan ini disampaikan oleh juru bicara Kementerian Luar Negeri China Guo Jiakun sebagai respons terhadap rencana Presiden AS Donald Trump yang dikabarkan ingin mengambil alih Gaza.
“Gaza milik rakyat Palestina. Ini adalah bagian yang tidak dapat dicabut dari wilayah Palestina, bukan alat tawar-menawar untuk permainan politik, apalagi menjadi mangsa bagi yang kuat,” ujar Guo Jiakun dalam konferensi pers mengutip Middle East Eye, seperti dilansir CNN Indonesia.
China mengutuk kondisi mengenaskan yang dialami rakyat Gaza akibat konflik berkepanjangan. Menurut Guo Jiakun, perang telah meninggalkan kehancuran dan penderitaan yang luar biasa di wilayah tersebut.
Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa komunitas internasional harus bersatu untuk membantu membangun kembali Gaza melalui bantuan kemanusiaan dan rekonstruksi, bukan semakin memperburuk situasi. “Komunitas internasional, terutama negara-negara besar, harus bergandengan tangan untuk membuat Gaza menjadi lebih baik, bukan semakin buruk, dengan menyediakan bantuan kemanusiaan dan membantu dalam rekonstruksi,” ujarnya.
China juga kembali menegaskan dukungannya terhadap prinsip “Palestina yang diperintah oleh rakyat Palestina” sebagai prinsip penting dalam tata kelola Gaza pasca-konflik. Selain itu, China menekankan bahwa solusi dua negara adalah jalan utama untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina secara adil dan permanen.
“China siap bekerja sama dengan komunitas internasional untuk mewujudkan solusi dua negara sebagai jalan fundamental ke depan. Kami mendukung penyelesaian politik yang adil dan segera atas isu Palestina, yakni dengan mendirikan negara Palestina yang merdeka, berdaulat penuh, berdasarkan perbatasan 1967 dan dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya,” tegas Guo Jiakun.
Rencana Trump terkait Gaza menimbulkan kontroversi besar di komunitas internasional. Presiden AS tersebut sebelumnya dikabarkan memiliki gagasan untuk mengambil kendali atas Gaza, dengan wacana pemindahan penduduk Palestina ke negara-negara tetangga seperti Mesir dan Yordania, bahkan Indonesia.
Usulan ini mendapat penolakan keras dari banyak pihak, termasuk negara-negara Arab, organisasi internasional, negara-negara muslim, dan bahkan negara-negara Eropa. Mreka menilai langkah tersebut sebagai bentuk pembersihan etnis dan pelanggaran hak asasi manusia.
Setidaknya, 4 negara anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan Eropa turut menolak usul Donald Trump untuk merelokasi dua juta warga Palestina di Jalur Gaza ke sejumlah negara. Negara-negara tersebut yakni Prancis, Inggris, Jerman, dan Turki.
Penolakan Prancis disampaikan Menteri Luar Negeri Christophe Lemoine. “Prancis kembali menegaskan penolakan atas pengusiran paksa terhadap populasi Gaza yang akan berakibat terhadap pelanggaran hukum internasional, serangan terhadap aspirasi sah rakyat Palestina, juga jadi hambatan atas solusi dua negara, serta akan jadi faktor ketidakstabilan kawasan bagi dua partner utama kami, Mesir dan Yordania,” ujar Lemoine, dikutip dari Reuters.
Inggris juga dengan tegas akan menolak usulan Trump merelokasi warga Gaza. Menlu Inggris Anneliese Dodds menyampaikan sikap pemerintahan Inggris di hadapan para anggota Parlemen Inggris.
“Kami akan melawan setiap upaya untuk memindahkan warga Palestina dari Gaza ke negara-negara sekitar di luar keinginan mereka,” ungkap Dodds, dikutip dari Sky News.
Sikap Turki dan Jerman disampaikan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Jerman Walter Steinmeier dalam pernyataan bersama di Ankara pada Rabu (5/2/2025) waktu setempat. “Sejumlah proposal untuk mendeportasi atau mengusir rakyat Palestina dari Jalur Gaza tidak dapat diterima sesuai hukum internasional,” demikian pernyataan Steinmeier, dikutip dari Xinhua.
Ia menegaskan bahwa Jerman akan tetap mendukung “solusi dua negara” dengan mengakui Palestina sebagai negara merdeka. Senada, Erdogan menekankan tanggung jawab komunitas internasional untuk menjaga gencatan senjata dan upaya-upaya mewujudkan penerapan “solusi dua negara.”
Ia juga mengatakan Jerman dan Turki terus berdiskusi untuk masalah-masalah regional terkait Suriah, Gaza, dan Ukraina. “Konsultasi hari ini amat vital bagi upaya bersama kami demi terciptanya perdamaian dan stabilitas di kawasan yang menjadi tetangga kami,” ujar Erdogan.
Sebelumnya, beberapa negara sudah terlebih dulu menyampaikan penolakannya atas rencana Trump. Salah satunya, Indonesia.
“Indonesia dengan tegas menolak segala upaya untuk secara paksa merelokasi warga Palestina atau mengubah komposisi demografis wilayah pendudukan Palestina,” demikian rilis Kementerian Luar Negeri Indonesia, Rabu (5/2/2025).
Menurut Kemlu RI, tindakan semacam itu menghambat realisasi kemerdekaan Palestina sebagaimana cita-cita solusi dua negara berdasarkan perbatasan 1967 dan Yerusalem Timur sebagai ibu kota. Solusi dua negara merupakan kerangka yang disepakati komunitas internasional untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina. Caranya dengan mendirikan dua negara yang berdampingan, hidup damai, saling menghormati, hingga mengakui kedaulatan masing-masing.
Indonesia juga menyerukan komunitas internasional untuk memastikan penghormatan terhadap hukum internasional, khususnya hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri serta hak mendasar untuk kembali ke tanah air mereka.
“Indonesia kembali menegaskan bahwa satu-satunya jalan layak menuju perdamaian abadi di kawasan adalah dengan menyelesaikan akar penyebab konflik: pendudukan ilegal dan berkepanjangan oleh Israel atas wilayah Palestina,” lanjut Kemlu.
Malaysia juga dengan tegas menolak usulan Trump soal relokasi warga Gaza. Dalam rilis resmi, Kementerian Luar Negeri Malaysia menentang keras rencana apapun untuk memindahkan secara paksa warga Gaza dari tanah air mereka.
“Malaysia dengan tegas menentang setiap usulan yang bisa menyebabkan pemindahan paksa atau pemindahan warga Palestina dari tanah air mereka,” demikian rilis Kemlu Malaysia, dikutip AFP, Rabu (5/2/2025).
Lebih lanjut, Kemlu Malaysia menyatakan tindakan tak manusiawi seperti itu merupakan pembersihan etnis dan merupakan pelanggaran nyata terhadap hukum internasional dan berbagai resolusi PBB.
Iran turut menyampaikan penolakan serupa. “Ide pembersihan warga Gaza sebagai bagian dari rencana pemusnahan kolonial rakyat Palestina telah lama berlangsung dengan menggunakan senjata dan amunisi mematikan Amerika, serta dukungan politik, intelijen, dan finansialnya,” kata Juru bicara Kementerian Luar Negeri Esmail Baghei, dikutip Press TV Iran.
Ia mengatakan kampanye genosida Israel selama 15 bulan gagal mengusir warga Palestina. Baghaei lalu mengatakan meski ada paksaan politik dan manipulasi demografi, Israel dan sekutu dekatnya AS tak bisa memaksa warga Palestina pergi.
“Ini tanah air mereka dan mereka telah membayar harga yang sangat tinggi untuk tetap di sana dan melanjutkan perjuangan heroik mereka demi penentuan nasib sendiri dan kebebasan,” kata Baghaei.
Enam negara Arab juga menyampaikan surat penolakan yang kirim ke Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio. Keenam negara Arab itu menggelar pertemuan di Kairo pada awal Februari untuk merespons perkembangan soal Gaza. Mereka lalu menandatangani surat yang dikirim ke Rubio. Surat itu ditandatangani Menlu Arab Saudi, Mesir, Uni Emirat Arab (UEA), Qatar, Yordania, dan perwakilan dari Otoritas Palestina.
Dalam surat, keenam negara Arab itu menekankan bahwa Timur Tengah sudah terbebani dengan populasi pengungsi dan orang-orang yang terpaksa mengungsi ke berbagai negara lain di dunia. Mereka juga menyoroti kondisi ekonomi dan sosial di kawasan ini sangat rentan.
“Kita harus waspada agar tak meningkatkan risiko ketidakstabilan regional dengan pemindahan lebih lanjut, bahkan jika hanya sementara, karena hal ini bisa meningkatkan risiko radikalisasi dan kerusuhan di seluruh kawasan,” tulis keenam negara itu dalam surat, dikutip Axios.