BeritaDunia Islam

Mengusir Ketamakan Portugis

[Cerpen Sejarah oleh Fatchuri Rosidin]

Jatuhnya Konstantinopel ke tangan pasukan khilafah Utsmani pimpinan Muhammad al-Fatih di tahun 1453 membuat jalur perdagangan rempah-rempah ke Eropa terputus. Muhammad al-Fatih yang marah karena kapal-kapal dagang Venesia dan Genoa ikut melawannya saat berperang melawan pasukan Konstantinopel, menghentikan suplai rempah-rempah dari pedagang Muslim yang selama ini menjadi satu-satunya supplier Eropa di jalur perdagangan Mediterania.

Sejak itu Eropa mulai mencari jalan ke pusat rempah-rempah melalui jalur laut, khususnya 2 kerajaan Katolik Spanyol dan Portugis. Mereka belajar meningkatkan teknologi kapalnya agar bisa mengimbangi kapal-kapal pedagang Arab hingga bisa berlayar lebih jauh ke luar Eropa.

Atas kesepakatan keduanya melalui mediasi Paus Alexander VII dalam perjanjian Tordessilas tahun 1494, sebelah barat Eropa diberikan kepada Spanyol, dan wilayah timur untuk Portugis. Mereka diberikan hak untuk menguasai perdagangan dan menjajah semua daerah dalam batas tersebut, kecuali negara yang dipimpin penganut Katolik.

Kemenangan atas umat Islam Andalusia di Granada Spanyol tahun 1492 yang mengakhiri masa 700 tahun kekuasaan Islam di Eropa barat daya melahirkan kepercayaan diri mereka menghadapi dominasi peradaban Islam. Ilmu pengetahuan yang mereka dapatkan dari universitas-universitas Islam di Andalusia telah menjadi pintu kemajuan Eropa hingga perlahan mereka mengejar ketertinggalan.

Petualangan Eropa pun dimulai. Spanyol bergerak ke barat dan mendarat di Amerika Selatan. Tahun 1519 di bawah pimpinan Hernando Cortez, Spanyol menyerang kerajaan Aztec dan menjajahnya. Fransisco Pizarro menyerang kerajaan Inca Peru di tahun 1531.

Portugis mulai mencari daerah baru ke arah timur. Tahun 1487 Bartolomeus Dias mengitari Tanjung Harapan Afrika dan memasuki Samudra Hindia. Di tahun yang sama Vasco de Gama sampai di India. Portugis terus menjelajah ke timur hingga sampai di Malaka tahun 1509 dan Maluku di tahun 1512.

Berbeda dengan para pedagang muslim, Portugis ingin memonopoli perdagangan rempah-rempah. Mereka juga tak punya komoditas untuk dipertukarkan, sehingga kedatangannya tak mendapat sambutan positif dari pedagang-pedagang negara lain.

Portugis pun berambisi untuk memutus jalur pedagangan laut dari Nusantara ke wilayah kekuasaan Islam di Asia dan Afrika. Tahun 1511 Portugis menyerang Malaka dan memaksa Sultan Mahmud Syah mengungsi ke pulau Bintan, Riau.

Tak puas dengan penguasaan Malaka, tahun 1512 Portugis menyerang Samudera Pasai di Aceh. Tindakan ini memicu ketegangan dan merusak jalur perdagangan yang selama 700 tahun telah terjalin antara pedagang-pedagang Arab, Cina, dan Asia Tenggara.

Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis juga meresahkan kerajaan-kerajaan di Nusantara. Di Demak, Raden Fatah meminta nasehat para ulama dan mengadakan rapat kabinet Kesultanan Demak bersama Dewan Walisongo.

“Portugis telah menyerang dan menguasai Malaka dan Pasai. Mereka berusaha memonopoli perdagangan rempah-rempah dan mengusir pedagang Arab, India, dan Cina. Ini akan mengganggu jalur perdagangan negeri-negeri Nusantara,” papar Sultan Demak, Raden Fatah.

“Kita tidak bisa membiarkan ini terjadi,” sambung pimpinan Walisongo, Syarif Hidayatullah alias Sunan Gunung Jati. “Sebelum Portugis bertindak lebih jauh dan menyerang negeri-negeri Nusantara, kita harus bertindak. Malaka dan Pasai adalah negeri Islam, saudara kita. Wajib bagi kita untuk menolong mereka mengusir Portugis.”

Maka keputusan pun diambil. Demak akan mengirim pasukan untuk mengusir Portugis dari Malaka. Sunan Gunung Jati dipercaya untuk membentuk pasukan gabungan Demak-Cirebon. Setelah pasukan gabungan terbentuk, Sunan Gunung Jati menunjuk Fathi Yunus, adipati Jepara yang juga menantu Sultan Demak, sebagai panglima perang. Masyarakat Jawa menyebutnya dengan nama Pati Unus.

Pasukan gabungan telah siap. Tak hanya Demak dan Cirebon, kesultanan Palembang pun bergabung dalam ekspedisi ini.

Bulan Januari 1513 pasukan ekspedisi jihad pimpinan Fathi Yunus berangkat dengan kekuatan 100 kapal perang. Tiga puluh kapal diantaranya merupakan kapal jung berbobot 350-600 ton. Kapal perang Fathi Yunus bahkan digambarkan oleh Kapten Armada Perancis, Fernao Pires de Andrade, dalam suratnya bertanggal 22 Februari 1513 kepada Alfonso de Albuquerque, pimpinan Portugis di Asia Tenggara, sebagai kapal terbesar yang pernah ia lihat.

“Kapal Pati Unus sangat besar. Kami menyerangnya dengan bombard, tetapi bahkan tembakan yang terbesar tidak menembusnya. Tembakan meriam Esfera berhasil mengenainya tetapi tidak tembus. Kapal itu memiliki tiga lapisan logam, yang semuanya lebih dari satu koin tebalnya. Dan kapal itu benar-benar sangat mengerikan, bahkan tidak ada orang yang pernah melihat sejenisnya.”

Sayangnya, Demak kalah jumlah. Pertahanan Portugis terlalu kuat. Serangan Demak berhasil dipatahkan. Fathi Yunus menarik mundur pasukannya dan kembali ke Demak.

Kekalahan atas Portugis tak membuat Demak putus asa. Kurangnya persiapan dan jumlah pasukan menjadi pelajaran penting. Demak pun menyiapkan serangan yang lebih besar dan diberi nama Ekspedisi Jihad II. Raden Fatah memesan 375 kapal perang kepada raja Gowa di Makassar. Di masa itu, masyarakat Gowa telah dikenal sebagai pembuat kapal yang ulung.

Tahun 1521 armada perang gabungan Demak, Cirebon, dan Banten, dengan kekuatan 4 kali lipat dibandingkan ekspedisi pertama telah siap berangkat. Fathi Yunus, yang kini telah menjadi sultan Demak menggantikan Raden Fatah, kembali memimpin pasukan. Atas restu pimpinan Walisongo Sunan Gunung Jati, Fathi Yunus berangkat ke Malaka.

Perang berlangsung dengan sengit. Pasukan Demak berhasil mendesak Portugis dan menguasai pertempuran. Tapi tanpa diduga, dari arah belakang muncul pasukan bantuan Portugis yang dikirim dari pangkalan militer mereka di Maluku. Ternyata Portugis telah mengetahui rencana serangan Demak dan diam-diam menarik pasukan yang ada di Maluku.

Kini, Fathi Yunus dan pasukannya terkepung. Keadaan pun berbalik. Satu per satu kapal perang Demak terkena meriam dan ditenggelamkan oleh Portugis. Portugis kembali memenangkan peperangan. Fathi Yunus dan kedua putranya pun syahid di medan perang. Ia kemudian dikenang rakyat Demak dengan julukan Pangeran Sabrang Lor; pangeran yang gugur dalam pertempuran menyeberang laut ke utara.

Kemenangan atas perang melawan Demak makin mengokohkan posisi Portugis di selat Malaka. Portugis makin serakah dan ingin menguasai seluruh komoditas rempah-rempah Nusantara. Tahun 1522 Portugis mengirimkan pasukannya ke pulau Jawa dan mendirikan benteng di Sunda Kelapa.

Demak kembali bersiap, begitu mengetahui pasukan Portugis telah mendarat di Sunda Kelapa. Sunan Gunung Jati kembali membentuk pasukan gabungan Demak, Cirebon, dan Banten. Kali ini panglima perang dipercayakan kepada Fadhullah Khan, seorang bangsawan Pasai Aceh yang hijrah ke Demak setelah Pasai diserang Portugis. Rakyat Demak memanggilnya Tubagus Pasai, tapi ia lebih dikenal dengan nama Fatahillah. Portugis menyebutnya Faletehan.

Pada tanggal 22 Juni 1527, pasukan gabungan dipimpin oleh Fatahillah berhasil mengalahkan Portugis dan mengusirnya dari pulau Jawa. Fatahillah mengubah nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta; yang diambil dari kata fathan mubina (QS al-Fath ayat 1) yang berarti kemenangan yang gemilang. Hingga kini, tanggal 22 Juni diperingati sebagai hari jadi kota Jakarta. [Sumber: www.fatchuri.com] [DDHK News]

Fatchuri Rosidin adalah Direktur IMZ Consulting, konsultan dan pembicara publik di bidang motivasi, pengembangan SDM, leadership, parenting, dan pemberdayaan masyarakat.

Baca juga:

×