DDHK.ORG — Rasulullah saw melarang seseorang untuk keluar ataupun memasuki tempat yang telah mewabah penyakit tha’un. Hal ini bertujuan agar penyakit tersebut tidak menyebar ke daerah yang lain. Inilah yang kita kenal di masa sekarang dengan istilah “karantina” atau “isolasi”.
Imam Tirmidzi meriwayatkan sebuah hadits, dan hadits ini dinyatakan hasan shahih, dari Usamah bin Zaid, suatu ketika Rasulullah saw pernah menyebut penyakit Tha’un, lantas beliau bersabda:
“Ia merupakan siksa yang dikirim kepada sekelompok Bani Israel. Jika ia ada di suatu tempat dan kalian berada di dalam kawasan tersebut, janganlah kalian keluar dari kawasan itu. Dan jika ia mengenai suatu daerah dan kalian tidak berada di dalamnya, maka jannganlah kalian turun (masuk) ke daerah tersebut.”
Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. Suatu Ketika Umar bin Khattab keluar menuju kota Syam. Ketika sampai di daerah Gharg, Ubaidah bin Jarah dan teman temannya menemui Umar. Lalu Umar bertanya kepada Ibnu Abbas, “Panggilkan kaum Muhajirin yang pertama kali memasuki daerah ini.”
Ibnu Abbas melanjutkan, “Lalu aku memanggil mereka. Kemudian Umar meminta pendapat mereka dan mereka memberi tahu kepadanya bahwa penyakit tha’un sedang mewabah di sana.”
Dengan kejadian seperti ini, para sahabat yang ikut bersama Umar saling bersilang pendapat. Sebagian dari mereka berkata kepada Umar, “Kita telah keluar untuk suatu urusan. Menurutku, kita tidak boleh kembali, kita harus melanjutkan perjalanan ke Syam.” Sebagian yang lain berkata, “Kamu bersama orang orang yang tersisa dan para sahabat Rasulullah. Aku tidak setuju jika kamu menjerumuskan mereka pada wabah penyakit ini.”
Selanjutnya Umar berkata, “Pergilah kamu dariku.”
Umar juga memerintahkan Ibnu Abbas untuk memanggil dua orang dari kalangan Anshar untuk diajak musyawarah. Ibnu Abbas pun memanggil dua orang dari kalangan Anshar, dan kedua orang ini tidak berbeda pendapat.
Mereka berkata, “Menurutku, akan lebih baik jika kamu Kembali dengan para sahabat yang mengikutimu agar jangan sampai mereka terkena wabah penyakit ini.”
Setelah itu Umar memanggil para sahabat dan berkata kepada mereka, “Aku akan pulang.” Mendengar hal tersebut, semua sahabat mengikuti pendapat Umar.
Dengan segera, Abu Ubaidah bin Jarah berkata, “Wahai Umar, apakah kami akan lari dari takdir Allah?”
Umar menjawab, “Benarkah yang mengucapkan kalimat itu adalah kamu, wahai Abu Ubaidah?! Benar, kita lari dari takdir Allah dan menyambut takdir Allah yang lain. Bagaimana menurutmu, jika kamu mempunyai dua unta yang turun pada suatu lembah, di mana lembah yang satu subur (banyak tanaman) dan lembah yang lain kering? Bukankah jika kamu menggembala unta itu di lembah yang subur merupakan takdir Allah, dan jika kamu menggembala untamu di lembah yang kering juga termasuk takdir Allah?”
Ibnu Abbas melanjutkan: Tidak lama setelah itu, Abdurrahman bin Auf datang, yang sebelumnya ia tidak ikut rombongan karena alasan tertentu. Ia berkata, “Menurutku, dalam permasalahan ini, mestinya kita putuskan dengan disertai ilmu. Aku mendengar Rasulullah bersabda, ‘Apabila kaliam mendengar ada penyakit menular di suatu daerah, janganlah kalian memasukinya. Dan apabila penyakit itu ada di suatu daerah dan kalian berada di tempat itu, janganlah kalian keluar dari daerah tersebut.”
Ibnu Abbas berkata: Setelah itu Umar memuji Allah, lantas pergi. [Dinukil dari kitab Fikih Sunnah, karya Sayyid Sabiq] [DDHKNews]