DDHK.ORG – Waktu berbuka puasa sangat penting diketahui umat Islam di berbagai penjuru dunia manapun. Menyegerakan berbuka puasa sesuai waktu yang ditentukan merupakan hal yang dianjurkan dalam Islam.
Khithab berpuasa dan berbuka puasa diperuntukkan bagi muslim berdasarkan terbit fajar dan terbenam matahari dimana mereka berada.
Bagi seseorang yang melakukan perjalanan dari barat ke timur akan mengalami waktu berpuasa atau berbuka yang lebih singkat. Sebaliknya jika melakukan perjalanan sebaliknya maka akan merasakan waktu yang lebih lama. Namun hal ini tidak memberi pengaruh bagi orang berpuasa yang melakukan perjalanan, karena waktu berbuka atau berpuasa bagi mereka mengikuti titik wilayah mereka berada ketika melihat matahari tenggelam atau terbit fajar di wilayah tersebut.
Di dalam Al-Quran bahwa perintah puasa diperintahkan bagi orang mukmin, setelah itu di dalam surat Al- Baqarah 184-186 diberikan keringanan bagi yang sedang dalam perjalanan untuk mengqodho. Artinya seorang mukmin yang sedang safar tidak wajib puasa, batasnya sampai tiga hari, lebih dari itu disebut mukim dan wajib berpuasa.
Adapun mengenai waktu berpuasa disebutkan dalam ayat 187, ثُمَّ اَتِمُّوا الصِّيَامَ اِلَى الَّيْل lalu sempurnakanlah puasa sampai waktu lail “malam”. Kata malam dalam tradisi Eropa misalnya, berbeda dengan yang dimaksud orang Indonesia.
Di musim panas, orang Eropa hanya menikmati terbenam matahari selama 5-6 jam. Artinya, jam 7 sampai jam 10 masih terang. Kalau kita mengikuti jam Indonesia puasa hanya 13 jam, Saudi 14 jam tempat dimana ayat itu turun. Artinya siang dalam tradisi kenabian hanya 13-14 jam. Adapun di Eropa seperti Perancis dan seterusnya siang sampai 18-19 jam. Denmark lebih dari itu apalagi negara yang dekat kutub, nyaris tidak mendapatkan malam.
Untuk negara Eropa yang telah mempunyai Majelis Fatwa, maka ikuti fatwa tempatan. Dalam kasus Eropa selain wilayah dengan kutub maka mereka berpuasa sampai terbenam matahari. Akan tetapi untuk wilayah kutub mengikuti wilayah Muslim terdekat.
Dalam hal ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa yang ditetapkan pada 1 Juni 1980 yang berisi: “Bahwa waktu ibadah shalat dan puasa di daerah yang malam dan siangnya tidak seimbang disesuaikan dengan waktu daerah mu’tadilah (seimbang terdekat).” Wallahu a’lam. [DDHK News]