[Cerpen Sejarah oleh Fatchuri Rosidin]
Sulaiman telah bersiap meninggalkan pelabuhan Guangzhou pagi itu setelah menyelesaikan tugas diplomatiknya di Cina. Ia diutus oleh khalifah Umar bin Abdul Aziz untuk memimpin delegasi dakwah ke negeri-negeri timur. Melalui jalur laut, Sulaiman mengunjungi India, Cina, Sumatera, dan Jawa.
Ini bukan delegasi dakwah pertama yang dikirim khalifah Islam ke Cina. Delegasi dakwah pertama dikirim tahun 651 M dipimpin oleh sahabat Rasulullah Sa’ad bin Abi Waqqash di masa pemerintahan Utsman bin Affan.
Pelabuhan Guangzhou merupakan pelabuhan internasional yang dikunjungi oleh kapal-kapal dari Arab, India, Cina, serta kerajaan-kerajaan di Asia Timur dan Nusantara. Meski tak sebesar pelabuhan Iskandariah di Mesir yang dibangun Iskandar Zulkarnain sejak tahun 311 SM, Guangzhou merupakan pelabuhan terbesar di Asia Timur. Kapal-kapal dari berbagai penjuru dunia mengunjungi pelabuhan Guangzhou, baik kapal dagang maupun kapal resmi kerajaan yang akan menjalin hubungan diplomatik.
“Tuan Sulaiman, terima kasih sudah mengijinkan saya menumpang kapal ini,” seorang bikshu yang sudah berumur menjura hormat kepada laki-laki berperawakan tinggi besar di depannya.
“Jangan sungkan, Tuan Bikshu I-Tsing. Kita memang satu arah. Saya memang berencana singgah di kerajaan Sriwijaya sebelum kembali ke tanah Arab,” jawab lelaki yang dipanggil Sulaiman itu.
Sulaiman, sang kapten kapal, mengajak bikshu berperawakan kecil itu menaiki kapal.
“Bolehkah saya tahu, apa yang akan Tuan Bikshu lakukan di Sriwijaya?” tanya Sulaiman.
“Sriwijaya merupakan kerajaan Buddha terbesar di Nusantara, Tuan. Ada seorang bikshu di sana yang menjadi guru para bikshu dari seluruh dunia. Namanya Bikshu Sakyakirti. Para bikshu dari India, Tibet, Champa, dan Cina banyak yang datang kepadanya untuk berguru. Saya sudah beberapa kali mengunjungi dan berguru kepadanya,” jawab I-Tsing yang tak bisa menyembunyikan kegembiraannya bisa mengunjungi Sriwijaya lagi.
“Tuan Sulaiman sendiri apakah ke Sriwijaya dalam rangka tugas negara, atau untuk berdagang?” bikshu I-Tsing balik bertanya.
“Saya membawa surat dari khalifah Umar bin Abdul Aziz untuk raja Sri Indrawarman. Khalifah punya perhatian besar kepada Sriwijaya sebagai negeri perdagangan yang maju di Asia Tenggara,” jawab Sulaiman.
Kapal Sulaiman semakin jauh meninggalkan Guangzhou; melintasi laut Cina Selatan yang merupakan jalur sutra perdagangan maritim masa itu. Dari Guangzhou, Sulaiman singgah di pelabuhan Champa; sebuah pelabuhan dagang yang kini masuk wilayah Vietnam. Setelah berlabuh beberapa hari di Champa, Sulaiman melanjutkan perjalanan melalui selat Malaka; melintasi teluk Limau, dan masuk menyusuri sungai Musi menuju pelabuhan Sriwijaya di Palembang.
Sriwijaya merupakan kerajaan terbesar di Nusantara saat itu. Kerajaan ini didirikan oleh Dapunta Hyang Sri Jayanasa pada tahun 671 M. Wilayahnya meliputi seluruh Sumatera, Jawa bagian barat, serta Malaysia, Kamboja, dan Thailand di semenanjung Malaka.
Letaknya yang strategis di jalur sutra perdagangan dunia, membuat pelabuhan-pelabuhan Sriwijaya seperti Barus di pantai barat Sumatera, Lamuri di Aceh, dan Palembang di pantai timur menjadi tempat persinggahan kapal-kapal dagang dari Nusantara, Cina, India, dan Arab. Negerinya subur dan hasil buminya seperti kapur barus, kayu gaharu, cengkih, kayu cendana, pala, kapulaga, gambir, gading, dan emas menjadi komoditas yang banyak dicari para pedagang di berbagai penjuru dunia.
Para khalifah Islam menaruh perhatian besar terhadap kerajaan Sriwijaya yang memang masyhur di kalangan para pedagang muslim yang menjalin hubungan dagang dengan kerajaan-kerajaan Nusantara sejak ratusan tahun lalu. Khalifah Utsman bin Affan pernah mengirimkan Sa’ad bin Abi Waqqash dalam misi dakwah ke Cina dan negeri-negeri sekitarnya, termasuk Sriwijaya.
Hubungan khilafah Islam dengan Sriwijaya semakin terjalin baik di masa pemerintahan Muawiyah bin Abi Sufyan dan para khalifah bani Umayyah. Raja Sriwijaya saat itu, Dapunta Hyang Sri Jayanasa, pernah mengirimkan surat dan hadiah kepada khalifah Muawiyah.
“Tuan Sulaiman, terima kasih sudah membantu saya sampai di Sriwijaya ini,” kata bikshu I-Tsing sesampainya di Palembang.
“Jangan merasa berhutang budi, Tuan I-Tsing. Negeri Anda juga ramah terhadap pedagang-pedagang dari negeri Arab,” jawab Sulaiman.
Selepas kepergian I-Tsing, Sulaiman pun bersiap menemui Raja Sriwijaya. Dengan diantar oleh Syahbandar Palembang, Sulaiman pergi ke istana kerajaan Sriwijaya untuk menyampaikan surat dan bingkisan dari khalifah Umar bin Abdul Aziz untuk Raja Sri Indrawarman yang mulai memimpin Sriwijaya di tahun 702 M menggantikan kakeknya, Dapunta Hyang Sri Jayanasa.
Apa isi surat Khalifah Umar bin Abdul Aziz untuk Raja Sriwijaya itu? Bagaimana reaksi Raja Sriwijaya atas surat sang Khalifah? Bagaimana hubungan antara Sriwijaya dan Kekhilafahan Islam selanjutnya? Akankah dakwah Islam masuk ke kerajaan terbesar di Nusantara itu?
Silakan dibaca di ddhk.org dan www.fatchuri.com. [Sumber: www.fatchuri.com] [DDHKNews]
…
Fatchuri Rosidin adalah Direktur IMZ Consulting, konsultan dan pembicara publik di bidang motivasi, pengembangan SDM, leadership, parenting, dan pemberdayaan masyarakat.