Assalamu’alaikum. Ustadz, saya mau bertanya.
Ada seorang sahabat bertanya, bolehkah sholat Ashar dikerjakan di waktu setelah sholat Zuhur tapi belum masuk waktu Ashar?
Sahabat saya beralasan, dia tidak bisa sholat Ashar pada waktunya karena di waktu Ashar selalu ada banyak pekerjaan yang menyebabkan dia tidak bisa melakukan ibadah sholat.
Terima kasih, Ustadz.
Salam, Ima
JAWAB:
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarokaatuh.
Saudariku yang dirahmati Allah… semoga kita semua menjadi muslim dan muslimah yang selalu istiqomah dalam hal kebaikan, terutama ibadah, termasuk mendirikan sholat.
Sholat adalah tiang agama dan rukun Islam yang kedua. Sholat merupakan amalan badan paling utama yang waktunya sudah ditentukan oleh Allah SWT.
إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
“Sesungguhnya shalat merupakan kewajiban bagi orang beriman yang telah ditetapkan waktunya.” (QS. An-Nisa: 103)
Lalu, bagaimana jika seseorang terlalu sibuk atau susah mendapatkan ijin, dan atau waktu yang longgar untuk sholat di tengah pekerjaannya? Apakah boleh baginya menjamak taqdim atau ta’khir sholat antara Zhuhur-Ashar atau Maghrib-Isya?
Kaidah menjamak sholat adalah karena hajat atau keadaan tertentu, seperti safar yang sudah mencapai 16 farsakh (84 kilometer), atau karena keadaan hujan lebat, atau sakit (menurut ulama Malikiyah), atau juga karena pekerjaan tertentu dengan syarat tidak selalu (terkadang saja).
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan: “Sebagian Ulama berpendapat bahwa seorang yang muqim (tidak sedang bepergian) boleh menjama’ shalatnya apabila diperlukan asal tidak dijadikan kebiasaan.” Ini berdasarkan perkataan Ibnu Abbâs radhiyallahu anhu yang berbunyi:
جَمَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ بِالْمَدِينَةِ فِي غَيْرِ خَوْفٍ وَلَا مَطَرٍقِيْلَ لِابْنِ عَبَّاسٍ لِمَ فَعَلَ ذَلِكَ قَالَ كَيْ لَا يُحْرِجَ أُمَّتَهُ
“Rasûlullâh shallallahu ‘alaihi wa sallam menjamak antara Zhuhur dengan Ashar dan antara Maghrib dengan Isya’ di Madinah tanpa sebab takut dan hujan.” Ketika ditanyakan hal itu kepada Ibnu Abbãs radhiyallahu anhu, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Agar tidak memberatkan ummatnya.”
Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan bahwa para pekerja industri dan petani apabila pada waktu tertentu mengalami kesulitan (masyaqqah), seperti lokasi air yang jauh dari tempat pelaksanaan shalat, sehingga jika mereka pergi ke lokasi air dan bersuci bisa mengakibatkan hilangnya pekerjaan yang dibutuhkan. Jika demikian kondisinya, maka mereka boleh shalat di waktu musytarak (salah satu waktu yang boleh dilakukan jamak), lalu menjama’ (menggabungkan) dua shalat.
Kesimpulannya: Yang dibolehkan hanyalah menjamak sholat karena suatu pekerjaan tertentu yang darurat dan tidak bisa ditinggalkan. Itupun tidak boleh dijadikan kebiasaan. Jika ada masalah dengan majikan, berusahalah untuk melobi dengan baik-baik. Jika saja masih tidak bisa, maka tetap lakukan jamak sholat dengan melakukan ikhtiar mencari perkerjaan lain yang lebih selamat dari fitnah. Yakinlah bahwa Allah sebaik-baik pemberi rizki, dan hak-hak-Nya harus lebih diutamakan daripada yang lain-Nya.
Wallâhu a’lam bish-showâb.
Salam!
…
(Dijawab oleh: Ustadz Very Setiyawan, Lc., S.Pd.I., M.H.)
#SahabatMigran ingin berkonsultasi seputar masalah agama Islam dan persoalan kehidupan? Yuk, sampaikan pertanyaannya melalui pesan WhatsApp ke nomor +852 52982419. [DDHKNews]