DDHK.ORG – Sahur menjadi hal penting sebelum menunaikan ibadah puasa saat Ramadan. Selain menjadi sarana meningkatkan ketakwaan, puasa Ramadan memiliki manfaat untuk kesehatan, akan tetapi ada sejumlah hal yang perlu diperhatikan.
Dilansir Republika, pakar gizi Seala Septiani menyarankan, usahakan untuk mengasup cairan dalam jumlah cukup yang berasal dari air putih, bukan karbohidrat sederhana seperti sirup, bukan pula kopi atau teh.
Hal itu lantaran teh dan kopi bersifat diuretik atau mudah mengeluarkan simpanan cairan dalam tubuh. Padahal, selama puasa, seseorang tidak minum dalam waktu lama. Jika sahur minum teh atau kopi, cairan tubuh mudah sekali keluar dan pada siang hari bisa saja membuat tubuh lekas menjadi lemas.
Selama berpuasa, tentunya terdapat perubahan jam makan. Ini karena orang yang berpuasa harus menahan lapar selama belasan jam, diawali sejak setelah sahur hingga tiba waktunya untuk berbuka.
“Ada yang sudah membiasakan sebelumnya, dengan puasa sunah Senin-Kamis, akan mudah melakukan puasa Ramadan. Ada juga yang tidak, itu tidak masalah. Pastikan bangun untuk sahur, dan melakukan menu planning,” kata Seala kepada Republika.
Seala mengatakan, menu planning atau perencanaan menu menjadi kunci menjalankan Ramadhan dengan optimal. Seseorang perlu menentukan makanan yang akan disiapkan saat sahur maupun berbuka. Tentunya, harus sehat dan punya gizi seimbang.
Konsultan program gizi kesehatan itu menyarankan untuk mempelajari konsep hidangan sehat dan seimbang. Artinya, komposisi makanan sesuai, bervariasi, dengan porsi yang tepat. Kementerian Kesehatan RI telah memberikan pedoman makanan sehat dan bergizi seimbang lewat kampanye “Isi Piringku”.
“Harus ada sumber karbohidrat seperti makanan pokok. Sumber protein dari lauk pauk. Sumber vitamin dan mineral dari buah dan sayur, serta cukup cairan,” kata Seala.
“Biasakan planning. Kira-kira hidangan apa yang lebih sehat untuk Ramadhan kali ini, insya Allah seharusnya puasa Ramadhan akan jauh lebih bermanfaat, akan sangat memberi efek kesehatan yang optimal,” ujar Seala.
Ketika seseorang berpuasa, terjadi aktivitas autofagi, yakni tubuh “memakan” simpanan lemak karbohidrat dalam tubuh. Seala menjelaskan, itulah yang membuat orang yang berpuasa mudah menurunkan berat badan, khususnya berat lemak.
Efeknya semakin baik apabila ditambah olahraga intensitas ringan ke sedang dengan secukupnya. Seala menyampaikan, sejumlah data penelitian menunjukkan bahwa puasa selama 30 hari punya banyak manfaat kesehatan, termasuk memudahkan penurunan berat badan.
Kalau ada orang yang berat badannya justru naik setelah sebulan berpuasa, asupan makanannya perlu dicermati. Menurut Seala, bisa jadi saat berbuka puasa yang dilakukan adalah “makan balas dendam”, yakni menyantap banyak makanan dalam waktu singkat dan makan dengan cepat.
Akibatnya, terjadi surplus energi, yakni jumlah energi yang berlebihan. Surplus energi yang terakumulasi dalam satu bulan disebut Seala bisa menaikkan bobot sekitar satu sampai dua kilogram. Apalagi, jika ditambah dengan melewatkan waktu sahur.
Tidak sahur sama saja dengan tidak sarapan. Banyak studi telah menunjukkan bahwa orang yang melewatkan waktu sarapan berisiko mengalami kenaikan berat badan yang lebih tinggi. Itu sebabnya, Seala mengingatkan untuk selalu bangun untuk sahur. Sahur dan berbuka pun harus menyantap makanan bergizi seimbang dengan kalori cukup.
“Jika berat badan berlebih dan ingin mendapat manfaat puasa berupa berat badan yang turun, lakukan defisit kalori secara tepat selama ibadah puasa. Untuk tahu detail secara personal, apa saja yang dimakan, berapa kalori kebutuhan, bisa berkonsultasi kepada ahli gizi,” ujar Seala. [DDHK News]