Info DD

KB dan Aborsi

Oleh: Ustadzah Nur Hamidah, Lc., M.Ag.

Disampaikan pada Kajian Online Halaqoh Selasa Ekspatriat Perempuan, 2 Februari 2021.

Soal Keluarga Berencana (KB):

Pertama, ada atau tidak adanya anak, bahkan jenis kelamin anak adalah hak preogratif Allah swt. Seperti firman-Nya di Qs 42: 49-50:

لِّلَّهِ مُلْكُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۚ يَخْلُقُ مَا يَشَآءُ ۚ يَهَبُ لِمَن يَشَآءُ إِنَٰثًا وَيَهَبُ لِمَن يَشَآءُ ٱلذُّكُورَ

اَوۡ یُزَوِّجُہُمۡ ذُکۡرَانًا وَّ اِنَاثًا ۚ وَ یَجۡعَلُ مَنۡ یَّشَآءُ عَقِیۡمًا ؕ اِنَّہٗ عَلِیۡمٌ قَدِیۡرٌ

“Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki, atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa yang dikehendaki-Nya), dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Mahakuasa.”

Kedua, mencegah terjadinya kehamilan pernah terjadi di zaman Rasulullah saw. Yaitu, dengan cara ‘azl (membuang sperma di luar alat intim).

كُنَّا نَعْزِلُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَبَلَغَ ذَلِكَ نَبِىَّ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَلَمْ يَنْهَنَا

“Kami dulu melakukan ‘azl di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sampai ke telinga beliau, namun beliau tidak melarangnya.” (HR. Muslim no. 1440).

Dengan demikian, pada hakekatnya memiliki banyak anak ataupun mencegah kehamilan adalah hal yang tidak dilarang dan menjadi pilihan setiap pasangan suami dan istri. Hanya saja, proses pilihan tersebut perlu dilakukan melalui musyawarah dengan pasangannya.

Setiap pilihan pasti ada efek risiko yang harus dihadapi semua pihak. Jika pilihannya adalan mencegah kehamilan dikarenakan banyak faktor, baik faktor ayah, ibu ataupun hak kebutuhan anak-anak yang sudah lahir terlebih dulu.

Ketiga, beberapa yang perlu diperhatikan dalam pilihan alat kontrasepsi, yaitu:

  1. Berkonsultasi dengan dokter tentang alat kontrasepsi yang akan dipakai oleh istri. Pilihlah yang paling kecil efek mudhorotnya.
  2. Jika pilihan kontrasepsi dari pihak istri ternyata banyak yang tidak cocok baik itu pil ataupun suntik hormon, maka sebaiknya mencegah kehamilan dilakukan dari pihak suami.
  3. Pemakai alat KB bukan untuk membatasi keturunan, tapi karena menjarakkan sebab adakalanya faktor yang menjadi pertimbangan.
  4. Steril tanpa alasan “darurat medis” merupakan sesuatu yang dilarang, karena bertentangan dengan takdir prerogratif Allah SWT yang berhak menciptakan segala makhluk seperti dalam surat di atas.

KB dan Haidh

Jika sudah tidak punya kebiasaan lagi sebab sudah lama minum pil KB, maka yang perlu dilakukan:

  1. Kenali darah haid: merah, hitam, coklat; serta sisa darah berupa kuning dan keruh.
  2. Masa lama haid maksimal 15 hari. Melebihi ini berarti istihadhoh, wajib shalat dan puasa.
  3. Setelah ini, catatlah untuk menjadi siklus haidh kita.

Tentang Aborsi

Aborsi karena hamil hasil zina dikenakan pasal ganda, merupakan dosa besar. Aborsi atas janin hasil pernikahan sah dikenakan denda jika janin telah berumur 120 hari.

Sedangkan aborsi karena hamil akibat menjadi korban kasus pemerkosaan, ada beberapa hal yang perlu kita diskusikan. Perzinahan adalah dosa besar, sehingga ketika ada kasus dalam pemerkosaan pastilah ada korban dan ada pelaku.

Bagi pelaku, harus mendapatkan hukuman setimpal. Dalam Islam, hukuman tersebut tergantung status pelaku, sudah  menikah atau belum. Sedangkan dalam hukum negara, juga ada delik pengaduan yang harus dilaporkan ke pihak berwajib, sehingga bukti laporan pemerkosaan inilah akan membantu proses penyelamatan bagi korban untuk mengambil sikap selanjutnya.

Bagi korban pemerkosaan, jika sudah mendapatkan bukti pengaduan dari pihak yang berwajib maka bisa mengambil tindakan:

  1. Opsi menggugurkan kandungan ataupaun tidak itu pilihan. Dalam hukum Islam dan hukum negara, aborsi dilarang dan termasuk tindakan dosa dan pidana, kecuali karena darurat medis dan korban pemerkosaan. Hanya saja, aborsi korban pemerkosaan harus jelas bukti dari pihak terkait dan beberapa syarat dalam KUHP negara kita. Diantaranya:

Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:

  • sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;

  • oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;

  • dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;

  • dengan izin suami, kecuali korban perkosaan;

  • oleh penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.

  1. Dengan adanya bukti korban pemerkosaan dari pihak berwajib, maka anak akan bisa melanjutkan sekolahnya.
  2. Menikahi korban dengan pelaku bukan menggugurkan dosa dan pidana pelaku. Menikah harus dalam kondisi tidak hamil dan saling ridho antara pasangan pengantin. [DDHK News]

Baca juga:

×