ArtikelBeritaDunia IslamKonsultasi

Bolehkah Megengan dan Doa 100 Hari Dilakukan Bersamaan?

DDHK.ORG –  Doa 100 hari dan megengan bolehkah dilakukan bersamaan? Simak jawabannya dalam konsultasi online bersama ustadz berikut ini.

Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh. Ustadz yang saya hormati dan yang saya muliakan. Saya ada sedikit pertanyaan dan ini menjadi sedikit perdebatan di grup kami.

Dalam adat kejawen, ada istilah megengan poso (doa arwah). Nah kebetulan temen kami juga punya hajat kirim doa untuk cucunya yang meninggal 100 hari.

Pertanyaanya, bolehkah megengan dan doa 100 hari dilakukan bersamaan? Mohon penjelasannya. Terimakasih.

Salam, Fulanah

 

JAWAB:

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Bismillah…

Penting untuk kita ketahui apa yang dimaksud dengan istilah “kejawen.” Kata “kejawen” berasal dari kata “jawa”, yang artinya dalam bahasa Indonesia adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan adat dan kepercayaan jawa (kejawaan).

Namun kita harus hati-hati, karena tidak semua budaya lokal itu sejalan dengan nilai-nilai Islam. Tentu ada budaya lokal seperti jawa pada khususnya masih selaras dengan nilai Islam. Diantaranya adalah tradisi megengan.

Megengan adalah acara tasyakuran atau selametan yang dilakukan masyarakat jawa untuk menyambut datangnya hari raya. Yang dimaksud hari raya di sini umumnya adalah bulan suci Ramadan dan Idul Fitri.

Secara etimologi, megengan diambil dari bahasa jawa yang berarti menahan. Acara ini digelar untuk mengingatkan masyarakat akan datangnya bulan Ramadan, di mana seluruh umat Islam diwajibkan untuk melaksanakan ibadah puasa. Dalam menjalankannya, umat Islam diminta untuk menahan segala bentuk perbuatan yang bisa menggugurkan dan membatalkan ibadah puasa tersebut.

Makna lain di balik acara megengan adalah permohonan maaf kepada sesama. Di Jawa, biasanya permohonan maaf disimbolkan dengan kue apem, kudapan khas Jawa yang biasa disajikan pada acara-acara adat. Konon apem dalam acara megengan memiliki makna tersendiri. Istilah apem diambil dari kata ‘afwan  atau ‘afwun yang berarti minta maaf.

Megengan biasanya dilakukan pada hari-hari terakhir bulan sya’ban (sasi ruwah) atau hari-hari pertama bulan Ramadan. Tradisi ini dibawa oleh Walisongo dalam rangka menyebarkan agama Islam di tanah Jawa.

Lalu apakah boleh megengan yang biasanya membagikan makanan itu diniatkan & digabungkan dengan mengirim doa dan pahala kepada orang yang sudah meninggal dunia?

Dalam hal ini tidak dilarang menggabungkan dua niat di atas dalam satu pelaksanaan. Karena pada dasarnya mengirim pahala sedekah kepada orang yang sudah meninggal dunia itu boleh dan pahalanya bisa sampai kepadanya.

Dalam kitab Al-Iqna’ karya Imam Abunnaja Musa bin Ahmad Al-Hijjawi Al-Maqdisi rahimahulilah disebutkan:

وكل قربة فعلها مسلم، وجعل ثوابها أو بعضها كالنصف ونحوه، لمسلم حي أو ميت؛ جاز ونفعه. انتهى.

“Setiap amalan yang mendekatkan (diri kepada Allah) yang dilakukan oleh seorang muslim, dan ia jadikan pahalanya, baik sebagian atau separuhnya, dsb untuk muslim lainnya yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia, maka (hukumnya) boleh & bermanfaat.” Wallãhu a’lam

Semoga bermanfaat.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Dijawab oleh Ustadz Very Setiawan.

#SahabatMigran ingin berkonsultasi seputar masalah agama Islam dan persoalan kehidupan? Yuk, sampaikan pertanyaannya melalui pesan WhatsApp ke nomor +852 52982419. [DDHK News]

Baca juga:

×