BeritaHong Kong

Baru 2 Orang Indonesia “Paperan” di Hong Kong Diterima sebagai Pengungsi

DDHK.ORG — Sejak tahun 2018, terdapat lebih dari 10 ribu pencari suaka di Hong Kong. Dari jumlah itu, hanya 279 orang saja yang berhasil disetujui untuk mendapatkan status sebagai pengungsi atau refugee.

Hal itu disampaikan Jeff Anderson, Social Worker Centre for Refugee (CFR) atau Pusat Layanan untuk Pengungsi Christian Action, saat acara Zoom Online Discussion bertema Pekerja Migran dan Pemegang Paper, yang digelar secara daring oleh Centre for Migrant Domestic Workers Christian Action, Ahad, 21 Februari 2021, lalu. Pada kesempatan itu, Jeff didampingi Tania Sim, Centre in Charge Centre for Migrant Domestic Workers Christian Action, sebagai moderator.

“Banyak orang Indonesia yang meminta suaka atau mengajukan diri untuk mendapatkan status pengungsi di Hong Kong. Tapi kenyataannya, selama 12 tahun saya bekerja sebagai pekerja sosial untuk melayani pengungsi, yang diterima jumlahnya hanya 2 orang saja,” ujar Jeff.

Pekerja sosial etnis minoritas pertama di Hong Kong yang bekerja di CFR Christian Action itu menjelaskan tentang asylum seeker atau pencari suaka dan refugee atau pengungsi, yang biasa dikenal di kalangan pekerja migran Indonesia sebagai “orang paperan”. Melalui bahan presentasi yang disampaikannya, Jeff menjelaskan tentang siapa itu refugee atau pengungsi. Yakni, seseorang yang berada di luar negara asalnya yang dikarenakan ketakutan yang beralasan akan penganiayaan karena ras, agama, dan kebangsaan, serta keanggotaan dalam kelompok sosial dan partai politik tertentu; tidak dapat kembali ke rumahnya tanpa risiko pelanggaran berat akan hak-hak asasi mereka, termasuk di dalamnya penganiayaan atau bahkan kematian.

“Jadi yang disebut refugee itu bukan hanya sebatas orang pemegang recognized paper. Kalau seseorang memiliki alasan ini, lalu merasa terancam secara fisik mengalami penganiayaan, dia bisa mencari suaka. Tapi dia harus bisa membuktikan kasusnya (klaimnya),” kata Jeff.

Proses Panjang Hingga Tahunan

Proses pengajuan diri menjadi pengungsi yang diakui Perserikatan Bangsa-Bangsa tidaklah mudah. Membutuhkan waktu Panjang, bisa berbulan-bulan hingga tahunan.

Setidaknya, seseorang yang ingin diakui sebagai pengungsi menjalani proses kedatangan ke Hong Kong, penahanan, dan pendaftaran Unified Screening Mechanism Process (USM) atau proses mekanisme penilaian terpadu. “Kecuali mempunyai dasar kasus yang betul-betul kuat, bisa segera dinyatakan sebagai pengungsi. Banyak kasus, ditolak. Ada pula, setelah proses bertahun-tahun, disetujui. Banyak kasus, mereka sampai meninggal dunia di Hong Kong, sedangkan biaya pemakaman mahal,” kata Jeff.

Jika sudah disetujui statusnya sebagai pengungsi, maka oleh PBB mereka akan dikirim ke negara penerima suaka. Yang harus diketahui, Hong Kong bukanlah negara yang ikut menandatangani konvensi tentang pengungsi, sehingga tidak bisa menerima permohonan suaka. Artinya, para pencari suaka tidak akan pernah bisa mendapatkan HKID dan visa kerja, selamanya.

“Meskipun Anda punya anak yang lahir di Hong Kong, tetap saja anak Anda tidak akan mendapatkan HKID. Di akte lahirnya tertulis: “No Status” atau “Tanpa Status”. Banyak kasus pekerja rumah tangga asing asal Indonesia, Filipina, atau negara lain yang mempunyai anak dari hasil hubungannya dengan pencari suaka asal India, Pakistan, Bangladesh, dan lainnya, kasihan si anak, tidak memiliki status kewarganegaraan,” ujarnya.

Dalam beberapa kasus, setelah seseorang berstatus pengungsi, tidak ada negara yang mau menerimanya. Akhirnya, Imigrasi Hong kong memintanya menunggu kondisi di negara asalnya membaik dan kemudian kembali ke negara asal. “Klien kami, ada yang harus menunggu sampai 15 tahun di Hong Kong tanpa mendapatkan kepastian,” ujar Jeff.

Fasilitas dan Tunjangan

Ada beberapa fasilitas dan tunjangan yang diberikan Pemerintah Hong Kong kepada pengungsi dan pencari suaka. Beberapa tunjangan diberikan melalui lembaga International Social Services (ISS).

Pertama, pengobatan di rumah sakit lokal untuk perawatan gawat darurat. “Tapi harus terlebih dulu menemui pekerja sosial di rumah sakit untuk mendapatkan pembebasan biaya,” kata Jeff.

Kedua, bersekolah di sekolah lokal untuk anak berumur 18 tahun ke bawah. Jika melahirkan di Hong Kong, si anak tidak akan mendapatkan hak status residen. Mereka bisa bersekolah, tapi tidak semua kebutuhan sekolah ditanggung pemerintah, seperti seragam dan alat-alat tulis.

Ketiga, uang tunjangan akomodasi sebesar HK$1,500 per orang dewasa dan HK$750 per anak. Uang tunjangan ini langsung diberikan kepada pemilik rumah.

Keempat, tunjangan uang tunai HK$300 untuk membayar air dan listrik, yang langsung dibayarkan kepada pemilik rumah. Sedangkan penggunaan gas harus disertai tanda terima.

“Seperti kita ketahui, sangat sulit mendapatkan tempat tinggal dengan biaya sewa sekecil itu di Hong Kong, Akhirnya, banyak para pencari suaka yang tinggal di tempat-tempat yang kurang layak huni,” ujar Jeff.

Kelima, tunjanngan kupon belanja sebesar HK$1,200 untuk kebutuhan dasar dari Park n Shop. “Ini jumlah yang sangat minim untuk memenuhi kebutuhan hidup di Hong Kong,” ujarnya.

Keenam, tunjangan tunai rata-rata HK$200 untuk perjalanan/transportasi.

“Dan, sebagai pengungsi atau pencari suaka, Anda tidak dibolehkan bekerja atau menjadi pekerja sukarela. Jika melanggar dan tertangkap, bisa dipenjara hingga 2 tahun,” kata Jeff.

2 Pilihan

Menurut Jeff, jika seseorang berada dalam situasi sudah mengajukan diri sebagai pencari suaka dan tak kunjung mendapatkan kepastian, memiliki dua pilihan yang bisa diambil. Pertama, kembali ke kantor Imigrasi Hong Kong, menyatakan ingin pulang ke negara asal.

“Tapi Imigrasi butuh waktu untuk memprosesnya. Kantor kami bisa mengontak IOM (International Organization for Migration) untuk bisa memberikan uang tiket dan uang biaya perjalanan,” ujar Jeff.

Kedua, jika benar-benar memiliki masalah serius di negara asal, bisa datang ke kantor Centre for Refugee (CFR) untuk berkonsultasi dan mendapatkan pendampingan. CFR merupakan salah satu departemen di bawah Christian Action yang melayani pengungsi di Hong Kong. “Tapi ingat, harus punya dasar kasus yang kuat,” kata Jeff. [DDHK News]

Baca juga:

×