Keharusan mengetahui petunjuk Rasulullah SAW
Dari sini dapat diketahui urgensi kebutuhan hamba yang tidak bisa ditawar tawar lagi untuk mengetahui petunjuk yang dibawa Rasulullah SAW. Sebab, tidak ada jalan untuk mendapatkan keberuntungan kecuali lewat petunjuk itu.
Yang baik dan yang buruk tidak bisa dikenali secara terinci kecuali dari sisi petunjuk itu. Apapun kebutuhan yang datang dan apapun urgensi yang muncul, maka urgensi hamba dan kebutuhannya terhadap Rasul ini jauh lebih penting lagi.
Apa pendapatmu tentang orang yang engkau pun sudah putus asa untuk memberinya petunjuk? Tidak ada yang bisa merasakan hal ini kecuali hati yang hidup. Sebab orang yang mati tidak lagi merasakan sakit.
Jika kebahagiaan tergantung kepada petunjuk Rasulullah SAW, maka siapapun yang menginginkan keselamatan bagi dirinya harus mengenal dan mengetahui petunjuk, sirah, dan keadaan beliau, agar dia terbebas dari jerat orang orang yang bodoh.
Dalam hal ini manusia ada yang mendapat sedikit, mendapat banyak, dan ada pula yang sama sekali tidak mendapatkannya. Karunia hanya ada di tangan Allah, yang diberikan kepada siapa pun yang dikehendakiNya.
Tuntunan Rasulullah dalam buang hajat
Jika hendak masuk kamar kecil, maka beliau mengucapkan, “Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari kotoran dan segala hal yang kotor (Allahumma ini a’udzu bika minal hubutsi wal khobaits).” (Diriwayatlan Al Bukhari dan Muslim).
Jika keluar dari kamar kecil, beliau mengucapkan, “AmpunanMu [yang kuharapkan] (gufronakalhamdu).”
Terkadang beliau membersihkan kotoran dengan air, terkadang dengan batu, dan terkadang dengan keduanya. Jika hendak buang hajat ketika dalam perjalanan, maka beliau pergi menyingkir dari para sahabat, beliau buang hajat dan bertabir di tempat yang berlindung. Terkadang bertabir dengan pelepah korma dan terkadang dengan dedaunan.
Biasanya beliau mencari tanah yang gembur saat kencing, dan beliau lebih banyak kencing dengan duduk (jongkok). Sampai sampai Aisyah berkata, “Siapa yang menyampaikan hadits kepada kalian bahwa beliau kencing dengan berdiri, maka janganlah kalian mempercayainya. Beliau tidak pernah kencing kecuali dengan berjongkok.” (Ditakhrij At Tirmidzi, An Nasai, dan Ibnu Majah dengan isnad shahih).
Tapi Muslim meriwayatkan di dalam Shahihnya, dari hadits Hudzaifah, bahwa beliau pernah kencing dengan berdiri. Ada yang berpendapat, kencing dengan cara berdiri ini dimaksudkan sebagai pembolehan. Ada yang berpendapat, beliau melakukannya karena kuatir tali kekang hewannya lepas.
Ada yang berpendapat, hal itu dilakukan karena untuk proses penyembuhan sakit. Orang Arab biasa menyembuhkan kesulitan kencing dengan cara berdiri. Begitulah kata Asy Syafi’i.
Yang benar, beliau melakukannya karena untuk menghindari cipratan air kencing yang kemungkinan akan mengenai diri beliau, sekiranya beliau melakukannya dengan cara berjongkok. Maka satu satunya cara untuk menghindarinya ialah kencing dengan berdiri.
Beliau pernah keluar dari kamar kecil, seraya membaca Al Qur’an. Beliau membersihkan kotoran, dengan air maupun batu dengan tangan kirinya. Beliau cukup membersihkannya 3 kali dan tidak pernah merasa was was.
Dinukil dari terjemahan kitab Zadul Ma’ad (Bekal Perjalanan ke Akhirat) karya Ibnu Qayyim Al Jauziyah [DDKNews]