ArtikelBeritaDunia IslamKonsultasi

Suami Tidak Tidur di Rumah Berminggu-minggu

DDHK.ORG – Suami tidak tidur di rumah selama berminggu-minggu dengan alasan pekerjaan, bagaimana hukumnya? Simak konsultasi bersama Ustadz berikut ini.

Assalamualaikum wr wb Ustadz.

Izin bertanya. Apa hukumnya jika seorang suami tidak tidur di rumah selama berminggu-minggu dengan alasan pekerjaan. Mohon pencerahannya Ustadz.

Terimakasih,
Wassalamualaikum wr wb.

JAWAB:

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Bismillah…
Kewajiban seorang suami terhadap istrinya adalah memberinya nafkah, baik lahir maupun batin. Termasuk memberikan nafkah di sini adalah segala hal yang mencakup apa saja yang bisa membuat pernikahan menjadi sakinah (harmonis), mawaddah (penuh cinta), wa rahmah (dan penuh kasih sayang).

Jika seorang suami bekerja di luar dalam waktu yang cukup lama sehingga ia tidak pulang ke rumah dan tidak tidur bersama istrinya, maka harus diperhatikan dan dipatuhi aturan secara Islam agar hubungan keduanya tetap terjaga.

Jika tidak, tentu akan mengakibatkan masalah yang bisa berujung pada hal-hal yang tidak diinginkan.

Pernah dikisahkan bahwa ketika Amirul Mukminin Umar bin Khattab radliyãllahu ‘anhu sedang patroli di malam hari, beliau mendengar seorang wanita di dalam rumah yang sedang bersenandung syair yang berisi tentang rintihan dan keluh kesah akan suaminya yang jauh sedang berjihad di jalan Allah Subhãnahu wata’ala.

Setelah kejadian itu, Umar bin Khattab radliyãllahu ‘anhu pulang & bertanya & berdiskusi kepada anaknya, Hafshah, tentang hal tersebut.

Memang pada saat itu banyak sekali para suami yang berangkat ke medan jihad meninggalkan istrinya. Lalu Umar pun memutuskan bahwa prajurit yang sudah bertugas selama empat bulan agar pulang sehingga bisa memberikan nafkah kepada istrinya.

Imam Syafi’i rahimahullahu Ta’ala menyebutkan dalam kitab Al-Umm:

كَتَبَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ إِلَى أُمَرَاءِ الْأَجْنَادِ فِي رِجَالٍ غَابُوا عَنْ نِسَائِهِمْ يَأْمُرُهُمْ أَنْ يَأْخُذُوهُمْ بِأَنْ يُنْفِقُوا أَوْ يُطَلِّقُوا ، فَإِنْ طَلَّقُوا بَعَثُوا بِنَفَقَةِ مَا حَبَسُوا. وَهَذَا يُشْبِهُ مَا وَصَفْتُ

“Umar bin Khattab radliyãllahu ‘anhu pernah menulis surat kepada para panglima perang mengenai para suami yang jauh istrinya, (dalam surat tersebut, pent) beliau menginstruksikan kepada mereka agar mengultimatum para suami dengan dua opsi; antara memberikan nafkah kepada para istri atau menceraikannya. Kemudian apabila para suami itu memilih menceraikan para istri, mereka harus mengirimkan nafkah yang belum mereka berikan selama meninggalkannya. Hal ini mirip dengan apa yang telah saya (Imam Syafi’i) kemukakan.”

Jika kita kaitkan dengan zaman sekarang, jika ada suami yang bekerja dan tidak bisa pulang menemui istrinya dalam waktu yang cukup lama, yaitu maksimal empat bulan atau bahkan lebih, maka harus ada kesepakatan di antara keduanya baiknya seperti apa.

Jika istri ridha, suami juga bisa menjaga amanah, maka maslahat untuk bisa menjaga hubungan pernikahan insyaAllah masih bisa terjaga. Namun sebaliknya, jika istri tidak ridha & atau suami tidak bisa amanah, maka istri bisa menggugat cerai.

Seperti halnya di Indonesia ada shighat ta’liq dalam buku nikah yang memuat bahwa batasan maksimal tidak memberikan nafkah batin adalah tiga bulan.

Meskipun demikian, talak tidak serta merta jatuh karena hal itu masih tergantung pada keridhaan istri. Apabila istri ridha, maka pernikahan masih bisa berjalan, sedangkan apabila istri tidak ridha, maka ia boleh mengajukan gugat cerai seperti disebutkan di atas.

Semoga bermanfaat.

Wallãhu a’lam

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Dijawab oleh Ustadz Very Setiawan.

#SahabatMigran ingin berkonsultasi seputar masalah agama Islam dan persoalan kehidupan? Yuk, sampaikan pertanyaannya melalui pesan WhatsApp ke nomor +852 52982419. [DDHK News]

Baca juga:

×