DDHK.ORG – Sholat untuk orang sakit parah seperti apa?
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ustadz mau tanya, kalau orang sakit di kasur aja udah gak bisa gerak, gak bisa ngomong, dan udah setengah gak sadar, gimana sholatnya? Apakah bisa diganti fidyah atau seperti apa?
Terimakasih.
Salam, Fulanah
JAWAB:
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
Bismillah…
Sholat adalah kewajiban atas setiap muslim yang sudah aqil (berakal) dan baligh (sampai usia dewasa). Sholat hukumnya fardlu ‘ain atau wajib atas setiap individu muslim dan tidak bisa digantikan atau diwakilkan.
Selama orang itu masih hidup, maka kewajiban sholat tidak akan hilang sehingga ia meninggal dunia.
Namun adakalanya meskipun seorang muslim sudah aqil baligh, namun ia tidak wajib mengerjakan sholat karena beberapa hal. Sebagaimana hadits dari Ali bin Abi Thalib radliyallãhu ‘anhu, Rasulullah shallallãhu ‘alaihi wasallam bersabda:
رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنِ الصَّبِىِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ وَعَنِ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ (رواه أبو داود والترمذي وابن ماجه وأحمد)
“Pena diangkat (dibebaskan) dari tiga golongan: [1] orang yang tidur sampai dia bangun, [2] anak kecil sampai mimpi basah (baligh) dan [3] orang gila sampai ia kembali sadar (berakal).” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, & Ahmad)
Maksud pena diangkat adalah amal mereka tidaklah ditulis. Mereka tidak dibebani dengan perintah, juga jika melakukan dosa sebagaimana dilakukan oleh orang pada umumnya, seperti orang yang terjaga, dewasa, dan orang waras atau sehat akalnya, maka ketiga kelompok dalam hadits di atas tidaklah mendapatkan dosa dan hukuman.
Termasuk jika ada orang sedang sakit, tidak bisa melakukan aktivitas apapun termasuk bergerak, dan sudah tidak sadarkan diri, maka ia tidak dibebani melakukan syariat termasuk shalat. Biasanya istilah tersebut dinamakan dengan koma, sehingga tidak bisa merespon keadaan sekitar.
Memang Ulama berbeda pendapat dalam masalah orang yang koma, apakah ia diqiyaskan (dianalogikan) dengan orang yang tidur ataukah orang yang hilang akalnya.
Mengganti Sholat
Ulama Hanafiyah berpendapat, jika koma atau pingsan kurang dari sehari semalam, maka hal tersebut diqiyaskan dengan tidur. Sehingga jika sadar, ia wajib mengqadla sholatnya. Namun jika lebih dari sehari semalam, maka ia tidak wajib mengqadla shalatnya.
Ulama Malikiyah dan Syafi’iyah berpendapat bahwa pingsan atau koma diqiyaskan dengan hilang akal. Sehingga berapapun lamanya, sebentar atau lama, maka orang tersebut tidak wajib mengqadla sholatnya.
Sedangkan Ulama Hanabilah berpendapat bahwa koma atau pingsan itu diqiyaskan dengan tidur, sehingga jika sadar ia wajib mengqadla sholatnya.
Lalu bagaimana jika yang koma terlanjur meninggal dunia, apakah ahli warisnya wajib mengqadla shalat almarhum/ah?
Jika merujuk pada pendapat jumhur (mayoritas) Ulama, maka ahli waris tidak wajib mengqadla sholat keluarganya yang meninggal dunia karena koma.
Namun jika merujuk pada pendapat Ulama Hanabilah, maka ahli warisnya wajib mengqadla shalat untuk almarhum/ah. Bahkan dikisahkan Al-‘Abadi dari As-Syafi’i karena ada hadis mengenai persoalan ini. Bahkan, As-Subki melakukan (qadla shalat) untuk sebagian sanak-familinya.
Di antara Ulama Hanafiyah berpendapat tentang bolehnya bersedekah atas sholat yang ditinggalkan oleh orang yang sudah meninggal dunia dengan dalil hadits riwayat dari Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhuma:
لَا يَصُومُ أَحَدٌ عَنْ أَحَدٍ وَلَا يُصَلِّي أَحَدٌ عَنْ أَحَدٍ وَلَكِنْ يُطْعِمُ (رواه النسائي)
“Seseorang tidak boleh berpuasa untuk orang lain dan juga tidak sholat untuk orang lain, melainkan (dengan cara) memberi makanan (atas nama orang tersebut).” (H.R. Nasa’i).
Hadits ini dinilai lemah karena mauquf (sanadnya berhenti pada seorang sahabat yaitu Abdullah ibnu Abbas radliyallahu ‘anhuma)
Imam Sarkhasi rahimahullah Ta’ala dalam kitab Al-Mabshut berkata: “Jika orang meninggal dunia dan mempunyai hutang sholat, maka dibayarkan baginya untuk tiap sholat sebesar setengah sha’ gandum.”
Muhammad bin Muqatil rahimahullah Ta’ala berkata: “Dibayar dengan makanan untuk tiap sholat sebesar setengah sha’ sebagai qiyas dari puasa.”
Dalil mereka dengan cara memberi makanan adalah dengan cara mengqiyaskan puasa yang ditinggalkan oleh orang yang sudah meninggal dunia.
1 sha’ adalah ukuran zakat fitrah pada umumnya. Jika setengahnya, maka setengah dari ukurannya.
Di antara Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa sedekah yang diberikan cukup 1 mud saja. Ukuran 1 mud adalah seperempat dari ukuran zakat fitrah.
Meskipun ada pendapat yang membolehkan membayar sedekah atas nama orang yang sudah meninggal dunia sebagai ganti sholat yang ditinggalkannya semasa hidupnya, akan tetapi pendapat yang kuat dan lebih hati-hati adalah tidak adanya sedekah sebagai ganti sholatnya yang ditinggalkan.
Kalaupun ada pendapat yang membolehkan, itu sebuah ijtihad Ulama, dan itupun tidak serta merta diberikan kepada orang yang semasa sehat & hidupnya malas bahkan terbiasa meninggalkan shalat hingga koma dan ajal menjemputnya.
Wallãhu a’lam
Semoga bermanfaat.
Dijawab oleh Ustadz Very Setiawan.
#SahabatMigran ingin berkonsultasi seputar masalah agama Islam dan persoalan kehidupan? Yuk, sampaikan pertanyaannya melalui pesan WhatsApp ke nomor +852 52982419. [DDHK News]