ArtikelDoaHikmah

Ngerinya Azab Pengumpat dan Pencela

Oleh: Ustadz Talqis Nurdianto, Lc., MA. [Kandidat Gelar PhD Universiti Sains Islam Malaysia]

BAGI pengumpat (humazah), menikam harga diri dan kemuliaan orang lain adalah suatu kepuasaan. Sebagaimana pencela (lumazah), merendahkan orang lain, baik dengan alis, tangan, atau kepala sebagai penghinaan kepada orang dan membanggakan diri atas mereka adalah kemenangan. Sadarkah dia, bahwa pengumpat dan pencela benar-benar diancam oleh Allah (QS. al-Humazah).

Menjadi pengumpat diancam dengan wail, yang dalam salah satu tafsirnya, adalah sebuah lembah di neraka Jahannam. Demikian juga si pencela.

Tidak dengan mengumpat atau mencela orang lain untuk mendapatkan “status hebat” di hadapan manusia, yang justeru berakhir kehinaan di akhirat.

Kata wail pada ayat 1 QS. al-Humazah bermakna kebinasaan, kehancuran, di samping maknanya suatu lembah di neraka Jahannam, dalam salah satu pendapat. Pada saat kita memohon perlindungan, mereka ini justru dihinakan Allah atas perbuatannya dunia.


Pelakunya diancam akan dihancurkan dan dihinakan di neraka. Mereka yang menyombongkan diri dengan harta yang dikumpulkan setelah menghina orang lain ibarat menari-nari di atas neraka.

Ancaman lainnya, dilemparkan ke neraka Huthamah (QS. al-Humazah: 4) yang berarti menghancurkan. Hancur badan si pengumpat atau pencela untuk merasakan adzab Allah, lalu dibangkitkan ke bentuk semula, lalu hancur dan begitu seterusnya.

Teriakan hebat korban luka bakar 70 persen belum seberapa dibanding siksa neraka Huthamah. Teriakan hebat korban kecelakaan hancur tulang kaki dan tangan pun tidak seberapa dibanding hebatnya siksa di Huthamah.
Dua permisalan di atas tidak menggambarkan adzab di Huthamah. Akan tetapi, peristiwa dunia lebih dekat untuk dipahami dan dibayangkan.

Dalam kondisi terhinakan oleh Allah, maka tidak berguna harta benda yang dibanggakan di dunia (QS. al-Humazah: 3). Apalagi ketampanan, kecantikan, dan kegagahan yang dipakai merendahkan orang lain.
Ada cara untuk berlepas dari ancaman adzab ini. Yaitu, dengan bertobat kepada Allah. Niatlah bertobat dengan sungguh-sungguh. Minta maaf kepada orang yang diumpat dan dicela, berterus terang, sebagai bukti tobat. Bertobat kepada Allah dengan berhenti dari perbuatan tercela di atas. Menyesallah dan berjanji tidak mengulangi lagi.

Tobat melahirkan ketenangan jiwa. Sedangkan maksiat menyisakan kesengsaraan dan jauh dari rahmad Allah.
Mari kita berlindung kepada Allah dari kerasnya adzab neraka Huthamah dengan menyudahi membicarakan aib orang lain, dengan bermaksud merendahkan. Hanya mengurangi pahala ibadah kita, dan berpindah kepada orang tersebut.

Semoga Allah menerima tobat kita sebelum ajal menjemput. Aamiin.

Semoga Bermanfaat!

Baca juga:

×