Artikel

Menjaga Lidah dari Maksiat

DDHK.ORG — Allah SWT telah menciptakan lidah bagimu supaya engkau dapat berdzikir dengannya, supaya engkau dapat membaca Al-Qur’an dan membimbing manusia ke jalan kebenaran, serta supaya engkau dapat melahirkan perasaan dan kehendakmu, baik dalam urusan dunia ataupun urusan akhiratmu. Apabila engkau menggunakan lidahmu bagi tujuan yang lain dari yang dimaksudkan oleh Allah Ta’ala, berarti engkau tidak bersyukur terhadap nikmat yang diberikan-Nya kepadamu.

Lidahmu adalah anggota tubuhmu yang paling berkesan atas dirimu dan terhadap orang lain. Berapa banyak nantinya orang yang akan dilemparkan ke dalam api neraka jahannam dengan sebab kejahatan yang telah diperbuat oleh lidah mereka.

Maka kekanglah lidahmu supaya ia tidak menyebabkan engkau dihempaskan ke dalam api neraka seperti yang disebutkan di dalam hadits:

“Sesungguhnya seseorang itu terkadang berkata-kata dengan tujuan supaya orang lain menjadi tertawa dari sebab perkataannya itu. Dia tidak menyangka bahwa perkataannya itu akan menyebabkan dirinya dimasukkan ke dalam api neraka selama 70 tahun.” (Hadits Riwayat At-Tirmidzi dari Abu Hurairah R.A.)

Sebuah peristiwa di zaman Rasulullah SAW, ada seorang tantara Islam gugur di medan perang sebagai syahid, lalu ada yang berkata, “Untung sekali orang ini karena dia telah berhasil mendapatkan surga.” Mendengar ucapan itu, lalu Rasulullah SAW bersabda, “Belum tentu, karena boleh jadi ia pernah mengucapkan perkara-perkara yang tidak bermanfaat atau ia pelit dari memberi sesuatu yang sebenarnya tidak membuatnya kaya.”

Oleh karena itu jagalah lidahmu dari 8 perkara ini:

Pertama: bohong

Janganlah engkau berbohong, baik itu serius atau bergurau. Jangan engkau biasakan dirimu berbohong dalam bergurau, karena nanti akhirnya engkau akan benar-benar berbohong.

Berbohong adalah termasuk dosa besar yang terbesar. Selain itu, apabila engkau telah dikenal sebagai pembohong, maka hilanglah keadilanmu (dan harga dirimu). Hilang juga makna dari segala perkataanmu, dan orang lain akan melihat engkau dengan pandangan yang rendah.

Apabila engkau mau tau sejauh mana jahatnya apabila engkau berkata bohong, maka lihatlah kepada orang lain yang berkata bohong kepadamu, betapa engkau akan merasakan dirimu jijik dan betapa hinanya orang itu pada pandanganmu dan betapa jahatnya apa yang dilakukannya.

Begitulah hendaknya engkau melihat kepada segala keaiban dirimu karena engkau tidak dapat mengetahui sejauh mana keaiban dirimu kecuali bila engkau memperhatikan perbuatan yang sama yang dilakukan oleh orang lain terhadap dirimu.

Maka apa yang engkau pandang buruk terhadap orang lain, begitulah pula sebailknya, oleh karena itu, janganlah engkau suka membuat perkara yang menyebabkan kebencian orang lain terhadap dirimu.

Kedua: menyalahi janji

Jangan sekali-kali engkau berjanji kemudian engkau menyalahinya. Sebaiknya, perbanyaklah berbuat baik walaupun tanpa berjanji.

Jika engkau terpaksa mengikat janji, maka engkau mesti berhati-hati. Jangan sampai janji itu engkau ingkari. Kecuali, apabila engkau tidak mampu menepatinya dengan sebab ada halangan yang tidak dapat dielakkan. Sebab, mangkir dari janji adalah Sebagian tnada orang-orang munafik dan orang yang rendah akhlaknya.

Rasulullah SAW pernah bersabda:

“Tiga perkara apabila ada pada seseorang maka ia adalah orang yang munafik (munafik amal, bukan munafik akidah), walaupun ia puasa dan shalat. Ialah orang yang apabila berkata ia berbohong, apabila berjanji ia ingkar, dan apabila diamanahkan sesuatu ia akan khianat.”

Ketiga: mengumpat orang

Dosa mengumpat orang lebih berat dari 30 kali berzina, seperti yang disebutkan di dalam hadits. Yang dimaksudkan dengan ghibah atau mengumpat ialah engkau mengatakan apa saja perkara yang ada pada seseorang, dan jika ia mendengar perkataan tersebut tentu ia akan marah.

Maka engkau dianggap sebagai seorang yang mengumpat lagi zalim, walaupun apa yang engkau sebutkan itu benar-benar berlaku pada diri orang tersebut (Dan jika yang engkau sebutkan itu tidak ada pada orang tersebut maka engkau termasuk orang yang mengada-ada dan itu lebih besar lagi dosanya dari mengumpat).

Sebenamya firman Allah SWT di bawah ini sudah cukup bagimu supaya engkau meninggalkan segala bentuk umpatan. Allah SWT berfirman:

“Dan janganlah sebagian kamu mengumpat sebagian yang lain. Apakah ada salah seorang dari kamu suka memakan daging saudaranya yang sudah menjadi bangkai? Maka sudah tentu kamu merasa jijik.” (Surah Al-Hujurat, ayat 12)

Allah SWT telah menyerupakan engkau dengan pemakan bangkai, maka hindarilah penyakit ghibah ini. Dan jikalau engkau mau berpikir, tentu engkau tidak akan mengumpat orang lain.

Coba engkau lihat pada dirimu sendiri, bukankah dirimu juga pemah berbuat maksiat secara sendiri-sendiri dan juga dengan cara terang-terangan? Maka apabila engkau telah mengetahui bahwa dirimu sendiri banyak mempunyai kelemahan, sehingga engkau melakukan sesuatu maksiat maka ketahuilah begitu pula halnya saudaramu: ia juga mempunyai kelemahan-kelemahan sehingga ia melakukan maksiat.

Maka uzumya sama dengan uzurmu, tetapi kenapa engkau suka menyebut-nyebut kelemahannya? Tentu ia tidak suka seperti halnya engkau tidak suka disebutkan kelemahanmu.

Dan apabila engkau menutupi keaibannya maka Allah SWT pasti akan menutupi keaibanmu. Tetapi jikalau engkau suka membuka keaibannya maka Allah pasti akan menyediakan lidah-lidah yang lebih tajam untuk membuka keaibanmu di dunia ini, kemudian Allah akan membuka pula segala rahasiamu di akhirat kelak di hadapan seluruh makhluk di Padang Mahsyar nanti.

Seandainya engkau melihat dirimu bersih dari dosa, baik zahir atau batin, dan engkau melihat dirimu bersih dari segala keaiban, baik yang berkenaan dengan urusan agamamu ataupun duniamu, maka ketahuilah bahwa kejahilanmu terhadap dirimu sendiri itu adalah sejahat-jahat kejahilan. Tidak ada aib yang lebih besar daripada seseorang yang menganggap dirinya bersih dari segala dosa dan kesalahan.

Sebenamya ketika itu Allah SWT tidak menghendaki kebaikan terhadap dirimu. Jikalau Dia menghendaki kebaikan pada dirimu, tentu Dia menunjukkan kepadamu akan aib dirimu. Jadi ketika engkau melihat dirimu sebagai seorang yang bersih, maka itu adalah puncak dari segala kejahilan.

Kemudian seandainya engkau memang benar pada sangkamu (bahwa engkau orang yang tidak mempunyai keaiban) maka banyak-banyaklah engkau bersyukur kepada Allah dan mengapa pula engkau mau memaki orang lain dan menertawakan kesalahan mereka? Bukankah perbuatan ini juga tennasuk di antara keaiban yang besar pula?

Di luar itu, ada beberapa perkara yang mengharuskan seseorang mengumpat orang lain. Yaitu:

  1. Ketika mengadukan hal kezaliman orang lain terhadap kita di hadpaan hakim dan yang semisalnya. Hal itu kita dibolehkan mengungkap keaibannya.
  2. Ketika bermusyawarah untuk memperbaiki kesalahan seseorang maka bolehlah kita menyebut kesalahannya di hadapan orang yang datang membantu kita memperbaiki kesalahannya.
  3. Ketika kita meminta fatwa dari mufti maka bolehlah kita menyebutkan kesalahan orang yang terkait dengan persoalan kita.
  4. Ketika kita memberikan  peringatan kepada orang banyak supaya mereka tidak ikut-ikutan seseorang yang melakukan perbuatan yang salah maka terpkasa kita menyebutkan kesalahan orang yang berkenaan, supaya orang banyak jangan tertipu olehnya.
  5. Ketika menyebut seseorang yang telah dikenali dengan aibnya seperti kita menyebut seorang yang terkenal dengan nama: “Mat Pincang” dan sebagainya.
  6. Menyebut kesalahan seseorang yang sudah tidak malu menampakkan kefasikannya, seperti oran yang suka meminum miras di hadapan orang banyak. (Ihya Ulumuddin)

Keempat: berdebat atau bertengkar dan suka membantah perkataan orang lain

Perkara-perkara ini adalah menyakiti hati orang yang dibicarakan dan terkadang sampai ke level membodohkannya atau menyentuh hal-hal pribadinya. Kemudian, dalam perdebatan dan pertengkaran ini selalunya tidak terlepas dari memuji diri sendiri dan menganggapnya bersih dari segala keaiban dan menganggap diri sendiri mempunyai kepandaian dan ilmu pengetahuan.

Kemudian, pertengkaran ini menimbulkan pula permusuhan yang berkelanjutan. Sebab, engkau tidak bertengkar dengan orang jahil kecuali ia menaruh dendam unntuk menyakiti engkau pada suatu saat nanti. Engkau tidak bertengkar dengan orang yang banyak sabar, kecuali pada suatu saat nanti ia akan habis kesabarannya dan akan marah kepadamu serta akan timbul benih-benih kedengkian di dalam hati.

Oleh karena itu Rasulullah SAW pernah bersabda:

“Siapa saja yang sanggup meninggalkan pertengkaran, sedangkan dia adalah di pihak yang salah, Allah akan mebangun untuknya sebuah rumah di tepi surga. Barang siapa sanggup meninggalkan pertengkaran sedangkan dia berada di pihak yang benar, Allah akan membangun untuknya sebuah rumah di tempat yang tinggi di dalam surga.”

Janganlah engkau tertipu dengan tipu daya setan, karena setan selalu mengatakan, “Engkau mesti bertengkar dengan mereka karena engkau sedang memperjuangkan kebenaran dan janganlah berlemah lembut di dalam hal ini.” Sebenarnya, setan telah berhasil menipu orang-orang yang bodoh sehingga mereka tercebur di dalam kejahatan, sedangkan mereka menyangka berbuat kebaikan. Setan dengan tipu dayanya selalu berusaha menampilkan kejahatan dalam bentuk kebaikan lalu ia mengolok-olok orang yang telah ia perdaya itu.

Membela kebenaran adalah satu perkara yang baik. Yaitu, di hadapan orang yang memang mau menerimanya dan mestilah dengan cara nasihat dari hati ke hati, bukan dengan cara bertengkar.

Nasihat itu mempunyai caranya sendiri dan menghendaki kelembutan. Kalau tidak, nasihat itu akan berbalik menjadi “fadhihah” (membongkar aib orang lain). Maka jadilah keburukannya lebih banyak dari kebaikannya.

Kelima: memuji diri sendiri

Dalam hal ini Allah SWT berfirman:

“Maka janganlah kamu menganggap dirimu bersih, sebenarnya Allah lebih tau siapakah orang yang lebih bertakwa kepada-Nya.” (Surah An-Najm: 32)

Pernah orang bertanya kepada seorang ahli hikmah, “Apakah kebenaran ynag buruk?” Lalu ia mnejawab, “Pujian seseorang pada dirinya sendiri.”

Ketahuilah, memuji diri sendiri itu mengurangi harga dirimu di sini manusia dan menyebabkan turunnya kemurkaan Allah ta’ala. Apabila engkau mau tau bahwa pujianmu terhadap dirimu sendiri tidak menambah martabatmu di sisi orang lain, coba engkau lihat Ketika ada orang lain yang memuji dirinya sendiri di hadapanmu. Dia menyebut-nyebut kelebihan pangkat dan hartanya.

Coba engkau rasakan, betapa beratnya hatimu menerima ucapannya. Seakan-akan engkau menerima sesuatu beban yang sangat berat. Setelah itu lidahmu akan mencacinya setelah dia beranjak darimu.

Nah, begitulah halnya apabila engkau memuji dirimu sendiri di hadapan orang lain! Mereka sebenarnya mencela enggkau di dalam hati mereka Ketika engkau masih berada di hadapan mereka. Kemudian, mereka akan mencela engkau pula dengan mulutnya apabila engkau sudah beranjak dari sisi mereka.

Keenam: melaknat

Jangan sekali-kali engkau melaknat makhluk Allah. Baik itu binatang maupun manusia.

Jangan engkau hukumkan secara pasti ke atas seseorang dari ahli kiblat (seorang muslim) bahwa dia telah menjadi kafir atau munafik, karena hanya Allah saja yang Maha Mengetahui apa yang tersembunyi di dalam hatinya. Maka jangan engkau campur tangan dalam urusan antara mereka dengan Allah.

Ketahuilah, pada hari Kiamat nanti engkau tidak akan ditanya kenapa engkau tidak melaknat pulan bin pulan dan kenapa engkau diam (tidak menyebut kejahatannya). Bahkan, engkau tidak akan ditanya kenapa engkau tidak pernah melaknat iblis seumur hidupmu! Engkau tidak akan ditanya dengan hal demikian pada hari Kiamat nanti.

Tapi jika engkau telah melaknat seseorang, maka engkau pasti akan ditanya kenapa engkau melaknat dia. Maka janganlah engkau melaknat makhluk Allah. Sesungguhnya Rasulullah SAW tidak pernah mencela makanan yang rendah (tidak sedap). Bahkan, apabila beliau berkenan, beliau akan memakannya. Apabila beliau tidak berkenan, beliau meninggalkannya (tanpa mencelanya).

Ketujuh: mendoakan celaka bagi orang lain

Hendaklah engkau memelihara lidahmu dari mendoakan celaka terhadap siapa saja dari makhluk Allah. Jikalau ada seseorang yang menzalimi engkau, maka serahkanlah urusannya kepada Allah, karena ada disebutkan dalam sebuah hadits:

“Sesungguhnya orang yang terkena zalim itu mendoakan celaka kepada orang yang telah menzaliminya, sehingga suatu kecelakaan yang dibalakan ke atas orang yang zalim itu melebihi dari balasan yang patut diterimanya. Maka orang yang pada mulanya zalim tadi (telah menjadi kena zalim pula) lalu dia menuntut haknya pada hari Kiamat nanti kepada orang yang kena zalim yang mendoakan celaka atasnya.”

Ada seorang yang sangat banyak memaki Al-Hajjaj (Hajjaj bin Yusof As-Staqafi, Gubernur Kufah yang alim tapi banyak membuat kezaliman. Dia menjadi gubernur di zaman pemerintahan Bani Umayyah) berkata kepadanya seorang ulama, “Sesungguhnya Allah akan menyiksa orang yang memaki Al-Hajjaj dengan lidahnya, seperti halnya Allah menyiksa Al-Hajjaj karena kezalimannya kepada orang lain.”

Kedelapan: bergurau, mengolok-olok, dan mengejek orang lain

Hendaklah engkau memelihara lidahmu dari mengolok-olok dan mengejek orang lain, baik dalam bentuk percakapan yang serius maupun dalam hal bergurau. Sebab, perbuatan yang demikian menghilangkan air muka dan menghilangkan rasa haibat (takut). Terkadang, juga membawa kepada rasa jauh hati dan menyakitkan hati.

Dari situlah sering bermulanya pertengkaran dan kemarahan yang akhirnya membawa kepada putusnya hubungan dan hadirnya permusuhan di dalam hati. Maka janganlah engkau bergurau dengan seseorang, bahkan jikalau mereka coba mengusik engkau maka jangan engkau pedulikan dan berpalinglah dari mereka, sehingga mereka bercakap perkataan yang lain.

Hendaklan engkau menjadikan dirimu dari golongan orang yang disebutkan oleh Allah Ta’ala dalam firman-Nya:

“Dan apabila mereka berlalu dari perkara yang sia-sia, mereka akan berlalu dengan menjaga kehormatan diri.” (Surah Al-Furqan: 72)

Inilah delapan perkara yang merupakan penyakit lidah yang besar. Maka tidaklah ada yang dapat menolong engkau dalam menjaga lidahmu kecuali uzlah (mengasingkan diri) dan melazimkan diam. Hendaklah engkau bergaul dan bercakap sekadar keperluan saja.

Sayyidina Abu Bakar As-Shiddiq RA selalu meletakkan batu di dalam mulutnya, supaya dia dapat mencegah mulutnya dari berkata-kata yang tidak perlu dan beliau menunjuk lidahnya, “Inilah yang banyak membawa aku ke jurang kebinasaan. Maka aku mestilah berjaga-jaga darinya.”

Maka jagalah lidahmu baik-baik, karena ia adalah alat yang paling berperan dalam membinasakan enkau, baik di dunia maupun di akhirat.

Dinukil dari buku terjemahan kitab “Bidayatul Hidayah” karya Al Imam Hujjatul Islam Al Ghazali RA, hal. 116-128) [DDHK News]

Baca juga:

×