Menggapai Shalat Khusyuk
Ada beberapa urgensi shalat dalam Islam. Pertama, shalat adalah tiangnya agama.
Rasulullah saw bersabda, “Pokok perkara adalah Islam, tiangnya adalah shalat, dan puncak perkaranya adalah jihad”. (hadits riwayat Tirmidzi nomor 2616 dari Mu’adz ra)
Kedua, shalat merupakan amal yang pertama dihisab. Sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Sesungguhnya amal hamba yang pertama kali akan dihisab pada hari kiamat adalah shalat. Apabila shalatnya baik, dia akan mendapatkan keberuntungan dan keselamatan. Apabila shalatnya rusak, dia akan menyesal dan merugi…” (hadits riwayat Abu Daud nomor 864, Ahmad 2:425 dari Abu Hurairah ra)
Ketiga, shalat menjadi ikatan Islam yang paling terakhir hilang. Rasulullah saw bersabda, “Tali ikatan Islam akan putus seutas demi seutas. Setiap kali putus, manusia bergantung pada tali berikutnya. Yang paling awal putus adalah hukumnya dan yang terakhir adalah shalat.” (hadits riwayat Ahmad 5:251 dari Abu Umamah)
Keempat, shalat merupakan wasiat terkahir Nabi Muhammad saw. Seperti sabda beliau, “Jagalah shalat, jagalah shalat dan budak-budak kalian.” (hadits riwayat Ahmad 6:290 dari Ummu Salamah ra)
Kelima, jika lalai shalat membuat mudah digoda syahwat. Peringatan ini disampaikan Allah mellaui firman-Nya, “Maka datanglah sesudah mereka pengganti yang jelek yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya. Maka mereka kelak akan menemui kesulitan.” (QS. Maryam ayat 59)
Keenam, shalat diwajibkan atas Jibril as. Hanya shalat yang Nabi Muhammad saw menerima perintah kewajibannya secara langsung saat beliau menjalani Isra dan Mi’raj.
Ketujuh, shalat tidak tergantikan. Barang siapa yang tertidur atau terlupa dari shalat, maka ia diwajibkan untuk mengqadhanya.
Nabi Muhammad saw bersabda, “Barangsiapa yang lupa shalat, hendaklah ia shalat ketika ia ingat. Tidak ada kewajiban baginya selain itu.” (hadits riwayat Bukhari nomor 597 dan Muslim nomor 684)
Demikian juga saat perang, shalat tidak boleh ditinggalkan.
Namun yang menjadi pertanyaan, kapan terakhir kali kita shalat dengan khusyuk? Apakah saat di alam terbuka, saat bersedih atau menderita, atau saat menyalatkan jenazah?
Lalu bagaimana dengan shalat kita sehari-hari? Apakah bisa khusyuk, atau justru tidak khusyuk dan sering mengingat-ingat hal lain di luar ibadah shalat?
Sebagai renungan awal, mari kita renungkan hal-hal berikut ini:
- Di antara kita, berapa banyak orang yang shalat?
- Dari yang shalat, berapa banyak yang shalat tepat pada waktunya?
- Dari yang tepat waktu, berapa banyak yang selalu berjamaah?
- Dari yang berjamaah, berapa banyak yang khusyuk dalam shalatnya?
Allah berfirman:
إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.” (QS. Al-Ankabut ayat 45)
Namun faktanya, banyak yang shalat tapi masih banyak yang berbuat maksiat. Ada juga, sudah shalat tapi masih sering maksiat. Mengapa itu terjadi? Karena shalatnya tidak khusyuk!
Padahal, semua sepakat bahwa:
- Shalat itu wajib (QS. An-Nisa’:103).
- Shalat itu kunci surga (hadits riwayat Tirmidzi dari Jabir bin Abdullah ra).
- Shalat itu cahaya orang mukmin (hadits Riwayat Ibnu Majah dari Anas bin Malik ra).
- Shalat itu amal pertama yang dinilai di akhirat (hadits riwayat al-Hakim).
- Shalat itu pembeda antara kafir dan mukmin (hadits Riwayat Muslim dari Jabir ra).
- Shalat berjamaah itu lebih utama (hadits Riwayat Muttafaq ‘alaihi dari Ibnu Umar).
4 Langkah Menggapai Shalat Khusyuk
Pertama, menjadikan shalat sebagai sebuah kebutuhan. Ada perbedaan antara kewajiban dan kebutuhan.
- Kewajiban: terganggu dengan datangnya waktu shalat. Kebutuhan: menunggu-nunggu waktu shalat.
- Kewajiban: cenderung menunda-nunda. Kebutuhan: berusaha tepat waktu.
- Kewajiban: ingin cepat selesai. Kebutuhan: ingin berlama-lama.
- Kewajiban: susah menggapai kekhusyukan. Kebutuhan: berusaha menempuh usaha menggapai kekhusyukan.
Kita juga harus mengetahui fungsi shalat. Sebab, tak kenal maka tak sayang. Yakni:
- Optimalisasi peran ubudiyah (penghambaan) kita kepada Allah SWT (QS Adz-Dzariyat ayat 56).
- Taqwiyatun-nafs (penguatan jiwa)–(QS Muzzammil ayat 1-5).
- Mencegah kemungkaran (QS Al-Ankabut ayat 45).
- Sarana i’tizaz (menumbuhkan harga diri dan kebanggaan).
- Ketenangan jiwa dan istirahat.
- Tarbiyah dzatiyah dan shakhsiyah (pembentukan diri dan karakter).
Kedua, mengetahui kiat inti menggapai khusyuk. Untuk itu kita harus tau, mengapa shalat harus khusyuk?
Diantaranya:
- Karena yang beruntung adalah Mukmin yang khusyuk (QS Al-Mu’minun ayat 1-2)
- Agar kita tidak celaka dan bersifat munafik (QS Al-Ma’un ayat 4-5).
- Khusyu’ menggugurkan dosa-dosa (HR Muslim dari Zaid bin Kholid).
- من صلى ركعتين لا يحدث فيهما نفسه غفر له ما تقدم من ذنبه
- Agar pahala shalat kita optimal (hadits riwayat Abu Daud dari Amar bin Yasir). (إن الرجل لينصرف وما كتب له إلا عشر صلاته. تسعها ثمنها سبعها، سدسها، خمسها، ربعها، ثلثها، نصفها)
- Karena setan senantiasa menggoda (hadits riwayat Bukhari Muslim dari Abu Hurairah). وروى مسلم عن عثمان بن أبي العاص قال قلت: يا رسول الله إن الشيطان، قد حال بيني وبين صلاتي وبين قراءتي يلبسها علي، فقال صلى الله عليه وسلم: (ذاك شيطان يقال له خنزب فإذا أحسسته فتعوذ بالله منه واتفل عن يسارك ثلثا) قال.
Berikut ini kiat khusyuk dalam shalat:
- Istihdhar al-qalb (konsentrasi). Yakni, mengosongkan hati dari hal-hal yang tidak boleh mencampuri dan mengajaknya bicara. Faktor penyebab kehadiran hati adalah himmah (perhatian utama).
- Tafahhum li ma’nal kalam (mengetahui arti lafal). Tafahhum (kepahaman) terhadap makna lafazh bacaan shalat. Senantiasa berfikir dan mengarahkan pikiran untuk mengetahui makna. حتى تعلموا ما تقولون
- Ta’dzhiim lillah (penghormatan dan pengagungan). Ta’zhim (rasa hormat) yang lahir dari ma’rifat akan kemuliaan dan keagungan Allah (akan melahirkan rasa pasrah/istikanah) dan ma’rifat akan kehinaan diri (akan melahirkan rasa tidak berdaya/inkisar).
- Roja wal khouf (harap-harap cemas). Perasaan harap-harap cemas tentang dikabulkan atau tidaknya shalat sehingga mendorong lebih hati-hati, khusyuk, dan menjaga dari hal-hal yang mengganggu kekhusyukan أنما یتقبل اللھ من المتقین
- Dzkirul maut (mengingat mati). Ingatlah mati dalam shalatmu, karena sesungguhnya jika orang mengingat mati dalam shalatnya tentu ia akan memperbagus shalatnya. Shalatlah seperti orang tidak yakin ia akan dapat melakukan shalat selainnya. (Shahih Albani, Assuyuti) “Jika kau berdiri dalam sholatmu maka shalatlah kamu seperti orang berpamitan.” (HR Ahmad)
Ketiga, manjalankan sunnah pendukung kekhusyukan. Yakni, memerhatikan apa saja yang hharus dilakukan sebelum ke masjid, saat melangkah ke masjid, dan saat di dalam masjid.
- Sebelum ke masjid:
- Bersiwak (hadits riwayat Muslim)
لولا أن أشق على أمتي لمرتهم بالسواك
- Menghindari bau yang mengganggu (hadits riwayat Bukhori dari Jabir), plus memakai wangi-wangian. (من أكل الثوم أو البصل من الجوع أو غيره فل يقربن مسجدنا).
- Menghindari pakaian yang bermotif (hadits riwayat Bukhori Muslim dari Aisyah).
- Tidak menahan hajat (hadits riwayat Muslim dari Aisyah ra).
- Mendahulukan makanan yang telah dihidangkan (hadits riwayat Muslim dari Aisyah).
- Tidak dalam keadaan mengantuk (hadits riwayat Jama’ah dari Aisyah ra).
- Saat melangkah ke masjid:
- Berdoa saat keluar rumah.
- Berangkat dengan tenang.
- Melangkah pendek-pendek dan berdoa.
- Masuk masjid dengan kaki kanan dan berdoa.
- Di dalam masjid:
- Shalat tahiyatul masjid sebelum duduk.
- Tidak banyak bercakap dunia.
- Tidak melakukan jual beli.
- Menyiapkan pembatas shalat.
- Dzikr dan doa setelah Shalat.
- Shalat sunnah sebelum atau setelahnya.
Keempat, memperhatikan aspek keterjagaan ruhiyah. Mengingat jalan yang akan ditempuh masih panjang, kita harus:
- Saling mengingatkan.
- Saling memotivasi.
- Saling menasehati
Disampaikan oleh Ustadzah Hj. Siti Hafidah Ayub Asnawi, Lc., MA., saat kajian Halaqoh Selasa Ekspatriat Perempuan pada tanggal 10 Agustus 2021.
>>>Kajian ini dilakukan secara online menggunakan aplikasi Zoom dan disiarkan secara LIVE di Facebook page Dompet Dhuafa Hong Kong. [DDHKNews]