ArtikelKonsultasi

Berdosakah Bekerja di Tempat Ibadah Non-Muslim?

TANYA:

Assalamu’alaikum.

Maaf Pak Ustadz, saya mau tanya. Apakah saya berdosa karena saya bekerja di wihara, tempat sembahyang orang Buddha?

Akan tetapi saya diizinkan untuk shalat lima waktu. Bahkan, sampai shalat malam pun saya bebas. Tentunya, saya shalat di tempat tertentu: di kamar, atau di tempat yang tidak ada patung Buddha-nya.

Apakah saya berdosa bekerja di tempat ini? Mohon pencerahannya, terima kasih.

Salam,Berdosakah Bekerja di Tempat Ibadah Non-Muslim?

Sari Dewi

JAWAB:

Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh.

Saudariku yang dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bekerja adalah suatu tanggung jawab, suatu keharusan bagi seseorang, khususnya seorang Muslim, untuk menafkahi keluarga dan juga untuk diinfakkan di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Tentunya, harta yang kita kumpulkan haruslah berasal dari harta yang halal. Jangan sampai, kita mengumpulkannya dari sesuatu yang syubhat. Apalagi, dari sesuatu yang diharamkan.

Lalu, apa hukumnya orang yang bekerja di tempat ibadah non-Muslim atau orang kafir?

Sebelum kita bahas tentang masalah ini, kita bahas terlebih dulu hukum memasuki tempat ibadah orang kafir. Mayoritas ulama membolehkan, karena ada keperluan tertentu. Dengan syarat, tidak ada perayaan agama mereka, tidak ada ritual keagamaan mereka.

Mungkin seperti kita berrekreasi ke wihara atau ke candi, itu kita sebatas hanya untuk rekreasi dan numpang melihat-lihat. Di situ kita bukan dalam rangka ikut merayakan atau menghadiri perayaan agama mereka. Maka itu dibolehkan. Itupun terbatas hanya pada waktu-waktu tertentu saja.

Sedangkan mayoritas ulama madzhab Hanafi memakruhkannya. Jadi, yang menjadi dalil kenapa para ulama tidak membolehkan kita untuk memasuki tempat peribadatan orang kafir, karena di situ ada perayaan dan ritual peribadatan agama mereka.

Di dalam Alqur’an, surat Al-Furqon disebutkan,

وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا ﴿ ٧٢

Dari ciri-ciri ‘ibadur-rahman, adalah yang tidak memberikan kesaksian palsu. Dan, kesaksian yang paling palsu dan paling berat itu adalah kesaksian ritual-ritual ibadah agama lain.

Lalu, bagaimana hukum orang yang bekerja, lalu di situ ada perayaan agama mereka (orang non-Muslim). Misalnya, kita bekerja dengan berdagang di situ. Yang penting, kita tidak mendukung ibadah mereka. Kata Imam Ahmad, tidak apa-apa, karena itu termasuk masalah duniawi.

Tapi kalau seorang Muslim mendisain, menjadi arsitek, jumhur ulama mengharamkannya.

Lalu, bagaimana hukumnya jika seorang Muslim bekerja di situ? Meskipun, diberikan waktu yang longgar untuk shalat di tempat yang tidak ada patung simbol keagamaannya, seperti patung Buddha di wihara? Dalam hal ini, berarti kan kita berada di tempat itu dalam kurun waktu yang cukup lama. Ada hajat tertentu, karena kita mencari rejeki.

Kalau tadi kita sebut dibolehkan karena memasuki saja, karena hajat-hajat tertentu, dan tidak menjadi kebiasaan, itu menurut mayoritas ulama boleh. Tapi kalau menjadi keseharian, seperti menjadi tukang bersih-bersih tempat ibadah (non-Muslim), kemudian akan terkait dengan mereka, maka jumhur ulama mengatakan tidak boleh. Itu pendapat kalangan Syafi’iyah, Malikiyah, Hanabilah.

Tapi Imam Hanafi mengatakan, itu boleh. Begitu juga para ulama kontemporer, seperti Syekh Yusuf Qordlowi, membolehkannya, karena substansinya adalah pekerjaan. Bukan mendukung syiar (agama) mereka.

Kalau saran saya, lebih baik mencari pekerjaan yang lain. Bumi Allah ini luas, rejeki Allah terbentang di mana-mana. Sebaiknya kita usahakan, mencari rejeki dengan bekerja di tempat yang lain, yang hubungannya murni duniawi. Bukan berhubungan dengan akidah orang-orang non-Muslim atau orang kafir.

Di dalam Alqur’an, surat Al-Maidah, ayat 2 dikatakan,

وَتَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْبِرِّ وَٱلتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْإِثْمِ وَٱلْعُدْوَٰنِ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعِقَابِ

“Saling tolong menolonglah dalam hal kebaikan dan ketakwaan, dan janganlah saling tolong menolong dalam hal perbuatan dosa dan permusuhan, dan takutlah kalian kepada Allah, dan sesungguhnya Allah maha keras siksa-Nya, maha keras adzab-Nya.”

Mending seperti itu saja, demi menjaga kehormatan kita sebagai seorang Muslim, sebaiknya mencari pekerjaan yang lain. Meskipun diberikan kebeasan (untuk shalat lima waktu), tapi bagi saya, agar lebih aman kita mengikuti pendapat mayoritas ulama, agar kita tidak bekerja dan menghasilkan rejeki kita dari tempat ibadah orang nonmuslim.

Mudah-mudahan bermanfaat.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Salam!

Dijawab oleh: Ustadz Very Setiyawan, Lc., S.Pd.I., M.H.

Sahabat Migran ingin berkonsultasi seputar masalah agama Islam dan persoalan kehidupan?

Yuk, sampaikan pertanyaannya melalui pesan WhatsApp ke nomor +852 52982419.

Baca juga:

×