DDHK.ORG – Utang memang harus dibayar. Namun bagaimana kalau saat mau bayar utang malah kehilangan kontak. Simak konsultasi bareng Ustadz berikut ini.
Assalamu alaikum. Maaf Pak Ustadz saya mau tanya Pak Ustadz, saya punya hutang sama teman tapi nggak banyak cuma sedikit. Terus tapi saya mau membayarnya saya malah kehilangan kontak dan saya berusaha nyari nggak pernah ketemu lagi.
Terus saya berinisiatif bahwa uang pinjaman saya itu saya sedekahkan ke masjid tapi saya atas namakan si Wulan, dan hati saya masih merasa ada takut Pak Ustadz. Mohon saran Pak Ustadz jalan keluarnya gimana andaikan sekarang saya bertemu sama yang bersangkutan walaupun uang itu sudah saya taruh di masjid tapi saya ingin bayar lagi jikalau berjumpa lasung sama si Wulan itu. Mohon sarannya Pak Ustadz. Terimakasih.
Salam, Fulanah
JAWAB:
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
Bismillah…
Membayar utang adalah wajib hukumnya, bahkan harus disegerakan apalagi sudah jatuh tempo (ajalan musamma).
Al-Imam Al-Ghazali rahimahullãh menyebutkan sebuah riwayat dari Hatim Al-Ashom rahimahullãh, bahwa ia berkata:
العجلة من الشيطان إلا في خمسة، فإنها من سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم: (إطعام الطعام، وتجهيز الميت، وتزويج البكر، وقضاء الدين، والتوبة من الذنب).
“Tergesa-gesa itu dari setan, kecuali dalam lima (hal), karena itu termasuk dari sunnah Rasulullah shallallãhu ‘alaihi wasallam (yaitu): (memberi makan, mempersiapkan penguburan orang yang sudah meninggal dunia, menikahkan perawan, melunasi utang, dan bertobat dari dosa).”
Lalu bagaimana jika orang yang memberikan utang sudah susah atau bahkan tidak bisa ditemui? Dengan kata lain dalam istilah sekarang sudah hilang kontak.
Jika menghadapi keadaan demikian, maka kewajiban membayar utang tetaplah masih ada. Jangan sampai seseorang meninggal dunia dalam keadaan menanggung hutang atau mewariskannya kepada ahli warisnya untuk melunasinya.
Apabila usaha secara maksimal untuk mencari orang yang memberikan utang sudah tidak bisa membuahkan hasil, maka utang bisa dibayarkan kepada ahli warisnya.
Namun jika ahli warisnya ternyata tidak dapat dijumpai atau sudah tidak ada, maka pilihan yang terakhir adalah bersedekah atas nama orang yang memberi utang sehingga pahala sedekahnya diberikan kepada pemberi hutang tersebut. Maka lepaslah tanggungan utang.
Namun jika suatu hari bertemu dengan pemberi utang atau ahli warisnya, maka beritahukan kepadanya bahwa nominal utangnya sudah disedekahkan atas nama pemberi utang.
Jika dia ridha, maka pahala sedekah untuknya. Namun jika ia menagih, maka bayarlah utang kepadanya & pahalanya akan menjadi milik orang yang hutang & bersedekah tadi.
Hal ini sesuai dengan riwayat bahwa Abdullah Ibnu Mas’ud radliyãllahu ‘anhu pernah membeli budak. Ketika beliau masuk rumah untuk menghitung uang pembayarannya, ternyata si penjual budak pergi. Beliau lalu menunggunya, hingga Ibnu Mas’ud putus asa dia akan kembali.
Akhirnya Ibnu Mas’ud menyedekahkan uang pembayaran budak itu, dan beliau berdoa:
اللهم هذا عن رب الجارية، فإن رضي فالأجر له، وإن أتى فالأجر لي وله من حسناتي بقدره
“Ya Allah, ini atas nama tuannya si budak. Jika dia ridha, maka dia mendapatkan pahalanya. Namun jika dia datang, pahala itu untukku dan dia berhak mendapat pahalaku senilai sedekah itu.”
Semoga bermanfaat…
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Dijawab oleh Ustadz Very Setiawan.
#SahabatMigran ingin berkonsultasi seputar masalah agama Islam dan persoalan kehidupan? Yuk, sampaikan pertanyaannya melalui pesan WhatsApp ke nomor +852 52982419. [DDHK News]