Pasar saham global anjlok pada Jumat (13/6/2025) setelah Israel melancarkan serangan militer ke Iran. Aksi ini memicu kekhawatiran investor dan mendorong lonjakan harga minyak serta peralihan ke aset aman seperti emas dan franc Swiss.
Ketegangan geopolitik di Timur Tengah, wilayah penghasil minyak utama dunia, menambah lapisan ketidakpastian baru bagi pasar keuangan global yang sudah tertekan oleh kebijakan perdagangan Presiden AS Donald Trump yang agresif dan tidak terduga. Reaksi pasar berlangsung cepat. Harga minyak mentah sempat melonjak hingga 14 persen pada satu titik. Minyak Brent naik US$5,43 menjadi US$74,79 per barel pada pukul 05.41 GMT, sementara minyak WTI naik US$5,55 menjadi US$73,59 per barel.
Harga emas juga naik signifikan hingga mencapai US$3.444,06 per ons troi, mendekati rekor tertinggi US$3.500,05 yang tercatat pada April lalu. Kontrak berjangka indeks saham AS S&P E-mini merosot 1,6 persen, sementara Nasdaq futures turun 1,7 persen. Di Eropa, STOXX 50 futures juga turun 1,7 persen.
Di Asia, indeks Nikkei Jepang turun 1,1 persen, KOSPI Korea Selatan turun 1,3 persen, dan Hang Seng Hong Kong melemah 1 persen. “Eskalasi geopolitik ini menambah lapisan ketidakpastian di tengah sentimen pasar yang sudah rapuh,” kata Kepala Strategi Investasi di Saxo Charu Chanana.
Jessica Amir, analis strategi di MooMoo, menambahkan pasar saham global memang sudah dalam posisi rawan koreksi setelah reli panjang sejak awal April. “Ada ruang untuk ambil untung, dan tampaknya ini adalah pemicu yang mendorong pasar ekuitas turun,” ujarnya.
Israel menyebut serangannya sebagai “serangan pencegahan” yang menargetkan fasilitas nuklir Iran, pabrik rudal balistik, dan komandan militer, guna mencegah Teheran membangun senjata nuklir. Sebagai balasan, Iran meluncurkan sekitar 100 drone ke wilayah Israel, menurut juru bicara militer Israel. Media pemerintah Iran mengonfirmasi Komandan Garda Revolusi Iran, Hossein Salami, tewas dalam serangan tersebut, bersama enam ilmuwan nuklir lainnya.
Kondisi ini terjadi di tengah perubahan besar dalam kebijakan ekonomi dan perdagangan AS, yang mengguncang tatanan global selama puluhan tahun. Obligasi pemerintah AS diburu investor, menurunkan imbal hasil obligasi tenor 10 tahun ke level terendah satu bulan di 4,31 persen.
“Pelaku pasar kini cemas akan potensi konflik besar-besaran di Timur Tengah. Ini akan membuat ketidakpastian tetap tinggi dan volatilitas pasar meningkat,” kata Matt Simpson, analis senior di City Index. [Sumber: CNN Indonesia]