DDHK.ORG – Itikaf menjadi hal yang dilakukan umat Islam di 10 terakhir Ramadan. Pada 10 hari terakhir umat Islam yang berpuasa disunnahkan beritikaf di masjid. Untuk wanita, bolehkah beritikaf di rumah?
Di laman Republika yang melansir About Islam, Profesor Studi Islam di Kolej Universiti Insaniah Rajab Abu Mleeh mengatakan, mayoritas ulama menjelaskan itikaf adalah sunnah yang dapat dilakukan kapan saja sepanjang tahun, namun lebih diutamakan pada 10 hari terakhir bulan Ramadan.
Namun, jika seorang muslim bersumpah untuk melakukan kegiatan ini maka dia wajib memenuhi sumpah itu. Sebagian ulama berpendapat boleh melakukan itikaf dalam waktu singkat, bahkan satu atau dua jam, dengan maksud mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hanbali berpandangan seorang wanita tidak boleh beritikaf di mushala (ruang sholat) sendiri di rumah. Mereka mengutip firman Allah, Al-Baqarah ayat 187.
“Kemudian, sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. Akan tetapi, jangan campuri mereka ketika kamu (dalam keadaan) beriktikaf di masjid. Itulah batas-batas (ketentuan) Allah. Maka, janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka bertakwa.”
Mereka juga merujuk pada kejadian di mana Abdullah bin Abbas ditanya tentang seorang wanita yang bersumpah melakukan kegiatan ini di mushala sendiri di rumah. Dia berpendapat tidak ada itikaf kecuali di masjid, di mana shalat (lima) dilaksanakan.
Mushala di rumah tidak bisa dianggap sebagai masjid, baik dalam kenyataan maupun ketika ditetapkan syariat. Selain itu, jika tindakan ini diperbolehkan, Ibu Mukmin (istri Nabi) akan melakukannya sekali saja.
Sedangkan Hanafi berpendapat wanita boleh beritikaf di mushala sendiri di rumah. Mereka berpendapat tempat itikaf bagi wanita adalah yang lebih disukai mereka ketika mereka melakukan sholat harian, karena tidak seperti sholat pria, sholat wanita di rumah lebih baik daripada sholat mereka di masjid.
Oleh karena itu, tempat itikaf bagi perempuan harus mushala sendiri di rumah. Abu Hanifah dan Ath-Thawri menyatakan, “Dia (seorang wanita) dapat melakukan itikaf di musala sendiri di rumah. Lebih baik baginya untuk melakukannya, karena Sholatnya di rumah lebih baik daripada Shalatnya di masjid.”
Juga diriwayatkan bahwa Abu Hanifah mengatakan tidak diperbolehkan bagi seorang wanita untuk melakukan itikaf di masjid, di mana shalat berjamaah diadakan, karena Nabi meninggalkan itikaf di masjid ketika dia melihat tenda istri-istrinya dipasang di dalam masjid.
Dia kemudian berkata kepada mereka, Apakah yang kamu maksudkan dengan melakukan itu adalah kebaikan? Selain itu, sebagai mushala milik seorang wanita di rumah adalah tempat yang paling disukainya untuk sholat karenanya, tempat itikafnya yang merupakan musala seperti masjid untuk laki-laki di mana laki-laki melakukan itikaf.
Dengan demikian, kita melihat wanita dapat melakukan itikaf di masjid, karena masjid adalah tempat terbaik untuk beribadah dan mengingat Allah tidak seperti rumah, yang tidak memiliki suasana spiritual masjid. Namun, jika suami tidak ingin dia melakukan itikaf di masjid atau dia memiliki anak kecil untuk diurus, dia diperbolehkan melakukan itikaf di mushala sendiri di rumah.
Menurut sebagian ulama, itikaf wanita seperti itu di rumah bisa terputus-putus, yaitu dia bisa keluar dari mushalanya dan pindah ke rumahnya atau keluar jika dia perlu melakukannya.
Jika seorang wanita memiliki keinginan yang tulus untuk menyenangkan Allah SWT, dia harus tahu pahala memenuhi hak dan kebutuhan suami dan anak-anaknya bisa sama, dan bahkan lebih besar dari pada itikaf. Itulah nikmat Allah SWT, yang Dia limpahkan kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Kaya lagi Maha Mengetahui. [DDHK News]