DDHK.ORG – Sholat Jumat wajib dikerjakan berdasarkan Al-Quran, hadis dan ijmak, khususnya bagi muslim, baligh, berakal, merdeka, laki-laki, sehat dan menetap.
Kewajiban sholat Jumat bisa gugur disebabkan beberapa sebab seperti faktor jarak, keamanan, jumlah orang yang diwajibkan Jumat, dan uzur-uzur lainnya.
Seorang yang bekerja pada tempat yang jauh dari masjid dengan jarak radius lebih dari satu farsakh (+5 km) maka kewajiban sholat Jumat gugur baginya.
Imam Nawawi di dalam al-Minhaj juga menyebutkan beberapa orang yang wajib melaksanakan sholat Jumat antara lain;
وَأَهْلُ الْقَرْيَةِ إِنْ كَانَ فِيْهِمْ جَمْعٌ تَصِحُّ بِهِ الْجُمْعَةُ أَوْ بَلَغَهُمْ صَوْتُ عَالٍ فِي هُدُوٍّ مِنْ طَرْفٍ يَلِيْهِمْ لِبَلَدِ الْجُمْعَةِ لَزِمَتْهُمْ، وَإِلَّا فَلَا
“Dan penduduk setempat yang disana ada sekumpulan orang yang sholat Jumatnya sah, atau dalam kondisi tenang mereka dapat mendengar suara azan yang tinggi (ex : menggunakan mic) dari arah wilayah sekitarnya maka mereka wajib melaksanakannya. Namun jika itu semua tidak ada maka tidak wajib.”
Dari keterangan di atas, jika memang jaraknya melebihi satu farsakh dari tempat kerja maka kewajiban sholat Jumat gugur. Begitu pun di beberapa negara mayoritas nonmuslim yang melarang penggunaan pengeras suara di masjid juga menjadi kendala terdengarnya suara azan bagi mereka yang seharusnya berkewajiban melaksanakannya tidak dapat mendengar suara azan tersebut.
Namun apabila suara azan terdengar dan jaraknya kurang satu farsakh, akan tetapi ada kekhawatiran akan diberhentikan dari pekerjaannya sementara pekerjaan itu sangat dibutuhkan untuk memperoleh biaya hidup sehari-hari untuk diri dan keluarga, dan tidak ada pekerjaan baru dalam waktu dekat, maka ulama juga menjelaskan tentang uzur tersebut.
Jika melihat kondisi saat ini khususnya di negara yang transportasi umumnya sudah baik, bukan hanya jarak yang menjadi tinjauannya, akan tetapi bagaimana akses menuju lokasi dilaksanakannya sholat Jumat.
Jika jauh namun akses mudah dan cepat, seseorang tetap diwajibkan untuk sholat jum’at, begitu pula sebaliknya.
Lain halnya jika dikhawatirkan akan menghilangkan pekerjaan apabila sholat Jumat.
Imam Qalyubi al-Syafi’i menjelaskan terkait kekhawatiran hilang pekerjaan;
وَمِنْهُ إِجَارَةُ الْعَيْنِ لِمَنْ لَمْ يَأْذَنْ لَهُ الْمُسْتَأْجِرَ أَوْ لَزِمَ فَسَادَ عَمَلِهِ
“Di antara uzur sholat Jumat itu adalah penyewaan jasa individu (al-Ajîr) yang tidak diberikan kebebasan oleh penyewa (al-Musta’jir), atau berdampak pada ketidakberesan kinerja pihak yang disewa/upah.”
Imam al-Mardawi al-Hanbali;
فَائِدَةٌ: وَمِمَّا يُعْذَرُ بِهِ فِي تَرْكِ الْجُمْعَةِ وَالْجَمَاعَةِ خَوْفُ الضَّرَرِ فِي مَعِيْشَةٍ يَحْتَاجُهَا أَوْ مَالِ اسْتُؤْجَرُ عَلَى حِفْظِهِ وَكِنْطَارَةِ بُسْتَانٍ وَنَحْوِهِ أَوْ تَطْوِيْلِ الْإِمَامِ
“Tambahan: Di antara uzur yang membolehkan seseorang tidak sholat Jumat dan sholat jamaah adalah khawatir madarat pada sumber penghasilan yang dibutuhkannya, atau pada harta yang harus dijaganya dengan upah, seperti penjaga kebun dan sebagainya, kemudia juga disebabkan bacaan sholat imam yang sangat panjang.”
Imam al-Bahuti al-Hanbali;
أَوْ يَخَافُ ضَرَرًا فِي مَعِيْشَةٍ يَحْتَاجُهَا بِأَنَّ عَاقَهُ حُضُوْرَ جُمْعَةٍ أَوْ جَمَاعَةٍ عَنْ فِعْلِ مَا هُوَ مُحْتَاجٌ لِأَجْرَتِهِ
“Atau seseorang khawatir madarat pada pekerjaan yang menjadi sumber biaya hidup atau upah yang dibutuhkannya bila mengikuti sholat Jumat atau berjamaah.”
Pada penjelasan di atas dapat dipetik bahwa kekhawatiran hilangnya pekerjaan sebagai sumber biaya hidup dan belum adanya solusi sumber biaya hidup lainnya dapat dikategorikan sebagai uzur bagi seseorang yang berkewajiban melaksanakan sholat Jumat namun tidak dapat melaksanakannya.
Akan tetapi baginya harus tetap ada tekad di dalam hati untuk berusaha sholat Jumat meski tidak tercapai tanpa ada perasaan lega lantaran uzur dari sholat Jumat, karena hal ini tidak layak bagi seorang muslim bila merasa terbebas dari kewajiban meskipun dalam kondisi uzur.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;
مَنْ تَرَكَ الْجُمْعَةَ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ تَهَاوُنًا بِهَا طَبَعَ اللهُ عَلَى قَلْبِهِ
“Siapa yang meninggalkan sholat Jumat tiga kali berturut-turut karena meremehkan (tanpa uzur) maka Allah berikan cap pada hatinya.”
Wallahu a’lam. [DDHK News]