Tajikistan Tutup Puluhan Masjid

DDHK News — Pemerintah Tajikistan menutup sejumlah masjid, ruang shalat, madrasah, dan mempersulit proses pendaftarannya. Kebijakan tersebut kian menunjukkan sikap pemerintah negara Asia Tengah bekas anggota Uni Soviet  itu yang anti-Islam. Departemen Pendidikan sudah melarang jilbab di sekolah umum. Beberapa organisasi keagamaan dan individu menghadapi pelecehan, penahanan sementara, dan interogasi.

Menurut koresponden Sunni News dari Tajikistan, pemerintah sekuler  Tajikistan selama seminggu terakhir melakukan penutupan terhadap puluhan masjid di ibukota (Dushanbe). Sebagian besar masjid dibangun pada pertengahan abad lalu, ketika bangsa Tajik berada di bawah pemerintahan Soviet.

Masjid-masjid yang telah ditutup dalam beberapa hari terakhir ini di berbagai bagian ibukota antara lain Masjid Naw Hayat dan Klinen, Akzl, Asbejk, serta Uol.

Imam masjid yang berani membuka kembali masjid diancam hukuman berat dan akan dituntut di pengadilan oleh pemerintah.

Para pejabat pemerintah beralasan, masjid-masjid yang ditutup tersebut belum terdaftar di badan-badan pemerintah yang berwenang.

Namun, jamaah masjid mengatakan, mereka telah berusaha keras mendaftarkan masjid, tetapi pihak pemerintah memberikan alasan  berbelit-belit guna mendapatkan alasan untuk menutup masjid-masjid tersebut.

Mulla Davlat Merzaio, imam dan khatib dari sebuah masjid di kota Asbejk mengatakan, dirinya menjadi imam masjid selama empat puluh tahun dan sekitar 200 jamaah hadir untuk melaksanakan shalat berjamaah setiap hari. “Masjid ini dibangun atas bantuan warga masyarakat dan kami telah melakukan upaya besar agar masjid terdaftar pada lembaga-lembaga pemerintah, tapi kami gagal setiap kali berusaha mendaftarkannya,” katanya seperti dikutp Sunni News (14/1).

Warga lainnya mengatakan, pemerintah tidak mendaftarkan masjid dengan sengaja tanpa alasan apa pun. “Masjid ini tidak pernah dijadikan tempat kegiatan politik. Masyarakat melaksanakan shalat sehari-hari di dalam masjid, bukan untuk yang lain,” katanya.

Pasukan keamanan di beberapa daerah juga telah melarang adanya pendidikan agama bagi laki-laki muda dan tidak mengizinkan pemuda untuk pergi ke para ulama dan imam untuk mempelajari ilmu-ilmu Islam.

Pemerintah Tajik memerintahkan ulama, termasuk tokoh ulama yang paling terkenal “Eshaan Khalil” dan “Mullah Mohammadi” di kota kota Hessar, Provinsi Khatlan, untuk berhenti mengajarkan Islam. (Mel/Sunni News).*

Exit mobile version