ArtikelHikmah

Tahsin Al-Qur’an

Oleh Ustadz Imam Al Faruq

Disampaikan pada kajian Madrasah Perantau Online (MPO), Ahad, 7 Maret 2021

Memahami lahn dalam membaca Al-Qur’an

Abu Muzaahim Muusa bin ‘Ubaidillah Al-Khaaqaaniy (248-325 H) berkata: “Maka ilmu pertama yang wajib bagi para pembaca Al-Qur’an untuk ditekuni memperkuat hafalannya. Juga wajib untuk memahami permasalahan lahn (kesalahan) dalam membaca Al-Qur’an yang berasal dari lisanmu saat engkau membacanya. Maka jadilah engkau seorang ‘arif, orang yang benar-benar memahami permasalahan lahn, baik yang jaliy maupun yang khafiy. Agar engkau tidak tergelincir padanya, karena tidak ada udzur bagi orang yang tidak mau memahami persoalan lahn dengan baik.”

Lahn artinya, al-mailu wal-inhiraf ‘anish shawab (menyimpang dari yang benar). Lahn dalam membaca Al-Qur’an adalah kekeliruan dalam membaca Al-Qur’an, baik itu mengurangi hak dan mustahak huruf atau berlebihan padanya.

Kadang, suatu lahn dapat mengubah makna Al-Qur’an dan kadang lahn juga tidak mengubah makna Al-Qur’an. Namun, baik mengubah ataupun tidak mengubah, keduanya merupakan kekeliruan yang mesti kita hindari.

Dalam hal ini, lahn dalam membaca Al-Qur’an terbagi menjadi dua. Yakni, lahn jaliy dan lahn khafiy.

Asy-Syaikh ‘Utsman bin Sulaiman Murad ‘Ali Agha (1316-1382 H) berkata: “Dan lahn itu ada dua jenis: Lahn jaliy dan lahn khafiy. Keduanya haram, namun sebagian ulama qiraah berbeda pendapat mengenai hukum lahn khafiy, apakah apakah ia haram atau makruh.

Lahn jaliy

Adapun lahn jaliy adalah kesalahan dalam masalah tata bahasa, baik mengubah ataupun tidak mengubah makna. Seperti mengubah, menambah atau mengurangi huruf dan mengubah harakat.

Al-jaliyy berarti terang atau jelas. Yakni, kesalahan yang terlihat dengan jelas, baik di kalangan awam maupun para ahli tajwid.

Lahn jaliy terbagi dalam beberapa kategori:

  1. Berkaitan dengan huruf. Misalnya, mengganti satu huruf dengan huruf yang lain, atau menambah atau mengurangi huruf;
  2. Berkaitan dengan harakat. Misalnya, menambah harakat, mengubah harakat: fathah menjadi kasrah, kasrah menjadi dhammah, atau lainnya;
  3. Berkaitan dengan waqaf dan ibtida. Misalnya, berhenti pada tempat-tempat yang menjadikan arti berubah, bahkan bermakna negatif, atau memulai pada tempat yang tidak sesuai dan maknanya menjadi negatif.

Hukum lahn jaliy haram secara mutlak, karena mengubah lafazh dan mengubah isi kandungan makna Al-Qur’an. Adapun orang awam, wajib baginya belajar hingga terbebas dari lahn jaliy.

Orang yang tidak sanggup belajar atau masih dalam tahap pembelajaran dimana dalam bacaannya terdapat begitu banyak lahn jaliy, maka harus berusaha untuk minimal memperbaiki bacaan-bacaan yang termasuk rukun shalat (Al-Fatihah), tidak menjadi imam shalat, dan tidak mengeraskan bacaannya dalam majelis-majelis kaum muslimin (Hilyatut Tilawah, hal. 153).

Syaikh Mahmud Al-Husyary mengatakan: “Lahn jaliy haram menurut kesepakatan kaum muslimin. Pelakunya mendapat dosa apabila melakukannya dengan sengaja. Namun jika dilakukan karena lupa atau tidak tahu, maka tidak haram.” (Ahkamu Qiraatil Quran).

Syaikul Islam Ibnu Taymiyah mengatakan: “Tidak sepatutnya bagi penuntut ilmu untuk shalat bermakmum di belakang orang yang tidak benar dalam membaca Al-Fatihah, terjatuh dalam lahn jaliy sehingga mengubah huruf atau harakatnya. Adapun orang yang salah pada lahn khafiy dan meungkin terkandung bacaan tersebut pada qiraat yang lain, serta memiliki dasar dalam hal tersebut, maka shalatnya sah dan orang yang bermakmum kepadanya tidak batal.” (Majmu Al-Fatwa XXII/433).

Lahn khafiy

Adapun lahn khafiy adalah kesalahan dalam ‘urf (tata cara membaca Al-Qur’an yang telah disepakati ulama qiraah), dan tidak mengubah makna kandungan Al-Qur’an. Contohnya, seperti tidak menyempurnakan sifat-sifat huruf hijaiyah.

Al-khafiyy berarti tersembunyi. Yaitu, kesalahan ketika membaca Al-Qur’an yang tidak diketahui secara umum, kecuali oleh orang yang pernah mempelajari ilmu tajwid. Bahkan sebagian diantaranya hanya diketahui oleh para ulama yang memiliki pengetahuan mengenai kesempurnaan membaca Al-Qur’an.

Diantara contoh lahn khafiy:

  1. Mentakrirkan huruf ra’ secara berlebihan atau terlalu menguranginya;
  2. Berlebihan dalam mengucapkan huruf lam;
  3. Mengurangi atau menambah kadar mad;
  4. Membaca sambil menggigil (secara dibuat-buat);
  5. Menipiskan huruf-huruf tebal;
  6. Memantulkan huruf-huruf yang bukan Qalqalah;
  7. Tidak memantulkan huruf-huruf Qalqalah;
  8. Membaca sambil dipaksakan menangis (secara dibuat-buat);
  9. Berhenti (waqf) dengan harakat yang sempurna;
  10. Menghilangkan kejelasan huruf awal dan akhir pada sebuah kalimat;
  11. Isyba’ harakat, yaitu menambah sedikit harakat sebelum sukun.

Rukun bacaan yang benar dan kecepatan membaca Al-Qur’an

Al-Imam Ibnul Jazary dalam Thayyibah mengatakan: “Dan setiap yang sesuai dengan kaidah nahwu, juga sesuai dengan rasm (Utsmani) walaupun dari satu sisinya, serta shahih (bersambung) sanadnya itulah Al-Qur’an, maka inilah tiga rukun (bacaan yang benar), kapan saja salah satunya tidak terpenuhi, maka (bacaan tersebut) syadz (salah) walaupun termasuk Qira’ah Sab’ah.”

Al-Imam Ibnu Jazariy mengatakan: “Dan Al-Qur’an dibaca dengan tahqiq, hadr, serta tadwir, dan semuanya ber-ittiba’.” Yaitu, dengan suara yang bagus, dengan dialek Arab, dengan tartil dan tajwid, serta dengan bahasa Arab.

Tahqiq adalah membaca Al-Qur’an dengan tempo yang lambat dan suara yang jelas sambil benar-benar menyempurnakan serta menjaga hak dan mustahak huruf. Membaca dengan tahqiq afdhal dalam proses kegiatan belajar-mengajar.

Tadwir adalah membaca Al-Qur’an dengan tempo sedang. Yakni, berada diantara tahqiq dan hadr.

Hadr adalah membaca Al-Qur’an dengan tempo cepat sambil tetap menjaga hukum-hukum tajwid dengan sempurna. Hendaklah berhati-hati dari mengurangi hak dan mustahak huruf, meninggalkan ghunnah, tidak memanjangkan mad, atau merusak harakat.

Adapun tartil bukanlah termasuk tingkatan tempo membaca Al-Qur’an, melainkan sifat yang mesti dijaga bersamaan dengan ketiga tingkatan yang telah diuraikan. Jadi, dengan tempo apapun kita membaca Al-Qur’an, wajib menyertakan tartil di dalamnya.

Membaca dengan tartil yaitu membaca dengan pemahaman dan tadabbur, sambil menyempurnakan hak dan mustahak huruf dari makhraj dan sifat-sifatnya. Karena Al-Qur’an diturunkan untuk dipahami, ditadabburi, dan diamalkan. [DDHK News]

Baca juga:

×