DDHK News, Brunei Darussalam — Rakyat Kesultanan Brunei Darussalam mendukung penerapan syariat Islam di negaranya. Hukum yang tegas itu diharapkan bisa menurunkan angka kriminalitas yang terus naik di negeri kaya minyak tersebut.
Brunei Darussalam menjadi sorotan dunia beberapa hari belakangan ini karena menerapkan syariat Islam secara resmi sejak 1 Mei 2014. Syariat Islam tersebut tidak diimplementasikan seluruhnya secara langsung, melainkan bertahap.
Yang diterapkan tahun ini adalah hukuman yang terbilang ringan, berupa denda dan penjara untuk kasus-kasus seperti tidak menunaikan shalat Jumat bagi laki-laki, perbuatan tidak senonoh, dan penyebaran agama selain Islam.
Penerapan penuh syariat sangat mungkin baru dilakukan pada akhir tahun depan.
Sebelum syariat diterapkan, pihak kesultanan mengaku bahwa tingkat kejahatan di negeri tersebut meningkat tiga kali lipat pada 2000-2008. Pada 2012 ada kenaikan sebanyak 50 persen untuk pelaku penyalahgunaan obat.
Pihak kesultanan menganggap hal tersebut disebabkan pengaruh dari luar yang berasal dari internet. “Islam adalah antivirus untuk melawan globalisasi,” tutur sultan.
Keputusan sultan yang telah memimpin selama 47 tahun itu didukung mayoritas etnis muslim Melayu yang merupakan 70 persen penduduk Brunei. Hanya sebagian kecil penduduk Melayu dan penduduk nonmuslim yang tidak setuju dengan keputusan tersebut.
Penduduk nonmuslim di Brunei mencapai 15 persen dari keseluruhan jumlah penduduk yang hanya 420 ribu jiwa. Mayoritas adalah etnis Tionghoa yang beragama Kristen, Katolik, dan Buddha.
Syariat Islam di Brunei mewajibkan seluruh penduduk muslim dan nonmuslim wajib memakai hijab jika bekerja untuk pemerintah atau menghadiri acara-acara resmi. (AFP/Reuters/Christian Today/jpnn.com).*