ArtikelHikmah

Pendidikan Keluarga dalam Al-Qur’an (1)

DDHK.ORG — Islam adalah agama fitrah. Sehingga, dalam fitrah itu Islam juga memiliki pengaturan antarsesama manusia. Termasuk, dalam hal muamalah. Dalam muamalah, terdapat pengaturan masalah keluarga.

Keluarga sakinah mawaddah wa rahmah. Inilah harapan setiap keluarga. Syariat Islam memberikan konsep dalam hal ini. Maka sangat penting bagi kita membahas konsep Islam tentang keluarga ideal ini.

Keluarga menjadi penentram hati. Setiap anggota keluarga menjadikan rumahnya sebagai penentram hati, limpahan kasih sayang, dan memberikan nafkah. Sehingga, konsep keluarga Islam idaman ini sangat perlu disajikan.

Keluarga menjadi tempat memelihara diri. Abdullah bin Abbas r.a. memberikan penafsiran kepada Q.S. At-Tahrim, ayat 6, sebagai berikut: “Kamu semua hendaknya mengajar keluargamu dalam urusan-urusan syariat Allah dan didiklah mereka dengan akhlak yang sempurna.”

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”

Definisi Keluarga

Secara bahasa, asal katanya dari Islam. Maka rujukannya adalah Al-Qur’an. Sebab, jika menginginkan konsep Islam mengenai keluarga harus dimulai bagaimana Al-Qur’an mendudukkannya.

Di dalam Al-Qur’an, kata “keluarga” disebutkan Allah SWT dengan lafaz “ahlun”, “qurbaa”, dan “‘asyirah”.

Ahlun. Al-Raghib (hal. 37) menyebutkan ada dua Ahlun:

  1. Ahlu al Rajul, adalah keluarga yang senasab seketurunan. Mereka berkumpul dalam satu tempat tinggal.
  2. Ahlu al Islam, adalah keluarga yang seagama.

Qurbaa. Shawi (juz 1, hal. 65) menyebutkan bahwa qurbaa adalah keluarga yang ada hubungan kekerabatan.

‘Asyirah. AlRaghib (hal. 375) menyebutkan, ‘Asyirah adalah keluarga seketurunan yang berjumlah banyak.

Menurut istilah (terminologi) dalam Islam, keluarga adalah satu kesatuan hubungan antara laki-laki dan perempuan melalui akad nikah mneurut ajaran Islam. Dengan adanya ikatan akad pernikahan tersebut dimaksudkan anak dan keturunan yang dihasilkan menjadi sah secara hukum agama.

Dari pengertian ini, pernikahan adalah langkah awal dalam membangun keluarga. Sehingga, berketurunan dan terjalinnya pertalian antara dua keluarga besar.

Jika kita telaah dari pengertian konsep dan keluarga tersebut dan dikaitkan dengan Islam, maka pengertian konsep keluarga dalam Islam menurut kami adalah, “suatu rancangan ide yang dirumuskan untuk suatu keluarga yang terkait dalam hubungan pernikahan, baik dari segi metodenya, tujuannya, prinsip, maupun fungsi keluarga tersebut berdasarkan ajaran Islam.”

Tujuan Keluarga dalam Islam

Imam Ghazali dalam Ihya’-nya mengembangkan ttujuan dari pembentukan keluarga menjadi lima. Yaitu:

  1. Mendapatkan dan melangsungkan keturunan (Q.S. Al-Furqan: 74);
  2. Memenuhi hajat manusia menyalurkan syahwatnya dan menumpahkan kasih sayangnya (Q.S. Ali Imran: 14);
  3. Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan kerusakan (Q.S. Ar-Rum: 21);
  4. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menjalankan kewajiban dan menerima hak, juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta kekayaan yang kekal (Q.S. An-Nisa: 34);
  5. Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tenteram atas dasar cinta dan kasih sayang (Q.S. Al-A’raf: 189).

Prinsip Keluarga dalam Islam:

  1. Berpegang teguh pada tauhid. Dalam membangun konsep keluarga dalam Islam, yang paling utama dan menjadi pondasi/dasar adalah bahwa keluarga muslim dibangun berdasarkan prinsip tauhid. Artinya, setiap aktivitas pra nikah, berkeluarga, dan berketurunan semuanya karena mentauhidkan Allah SWT dengan tunduk dan patuh terhadap batasan syariah-Nya. Sehingga, tujuan keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah terwujud.
  2. Syariah menjadi batasan. Prinsip yang juga menjadi pegangan dalam berkeluarga adalah melaksanakan syariah Islam dalam rumah tangganya. Mulai dari memilih pasnagan, meminang, akad nikah, mencari nafkah, mengurus rumah tangga, bergaul dalam keluarga, berpakaian, makan-minum, beribadag, pengasuhan anak, bahkan hingga hal yang sifatnya bathiniyah (akhlak dan fiqih jima’) semua dalam batasan syariah.

Fungsi Keluarga dalam Islam:

  1. Fungsi biologis, yaitu menyelenggarakan kebutuhan-kebutuhan biologis keluarga;
  2. Fungsi edukasi (pendidikan);
  3. Fungsi religi (keagamaan);
  4. Fungsi proteksi (perlindungan);
  5. Fungsi sosial-budaya;
  6. Fungsi ekonomi;
  7. Fungsi status keluarga atau menunjukkan status;
  8. Fungsi reproduksi;
  9. Fungsi rekreasi.

Peringatan dari Allah SWT dalam mendidik keluarga:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِنَّ مِنْ أَزْوَٰجِكُمْ وَأَوْلَٰدِكُمْ عَدُوًّا لَّكُمْ فَٱحْذَرُوهُمْ ۚ وَإِن تَعْفُوا۟ وَتَصْفَحُوا۟ وَتَغْفِرُوا۟ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

“Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. At-Taghabun: 14)

إِنَّمَآ أَمْوَٰلُكُمْ وَأَوْلَٰدُكُمْ فِتْنَةٌ ۚ وَٱللَّهُ عِندَهُۥٓ أَجْرٌ عَظِيمٌ

“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (Q.S. At-Taghabun: 15)

فَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ مَا ٱسْتَطَعْتُمْ وَٱسْمَعُوا۟ وَأَطِيعُوا۟ وَأَنفِقُوا۟ خَيْرًا لِّأَنفُسِكُمْ ۗ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِۦ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ

“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. At-Taghabun: 16)

إِن تُقْرِضُوا۟ ٱللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا يُضَٰعِفْهُ لَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ۚ وَٱللَّهُ شَكُورٌ حَلِيمٌ

“Jika kamu meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya Allah melipatgandakan balasannya kepadamu dan mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pembalas Jasa lagi Maha Penyantun.” (Q.S. At-Taghabun: 17)

عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

“Yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata. Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. At-Taghabun: 18)

Dari ‘Aisyah, Nabi SAW bersabda, “Khoirukum khoirukum liahlihi wa ana khoirukum li ahli (Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya dan aku adalah orang yang paling baik kepada keluargaku.)”

Beberapa dalil anjuran untuk mendidik keluarga:

Q.S. Al-Isra ayat 26-27:

وَآتِ ذَا الْقُرْبَىٰ حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا

“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.”

إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ ۖ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا

“Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.”

Hadits: mengajak keluarga untuk mendapatkan malam lailatul qadar:

“‘An ‘Aisyata rodiyallahu ‘anha qolat, kana rasulullah shallallahu ;alaihi wasallama idza dakholal ‘asyro ahyal layla wa ayqozho ahlahu wa jadda wa syaddal mi’zar (Dari ‘Aisyah r.a. ia berkata, Ketika rasulullah SAW memasuki 10 hari terakhkir (Ramadhan), maka beliau menghidupkan malam-malamnya (dengan qiyamul-lail) dan membangunkan keluarganya serta mengencangkan ikatan kainnya (menjauhi istrinya untuk lebih konsentrasi beribadah).”

Hadits: Allah sangat menyayangi anak melebihi kasih sayang ibu terhadap anaknya:

عن عمر بن الخطاب ـ رضي الله عنه ـ قال : قدم على النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ سبى ، فإذا امرأة من السبي قد تحلب ثديها تسعى : إذا وجدت صبياً في السبي ـ أخذته فألصقته ببطنها ، وأرضعته ، فقال لنا النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ ” أترون هذه طارحة ولدها في النار ؟ قلنا : لا ،وهي تقدر على ألا تطرحه . فقال : لله أرحم بعباده من هذه بولدها ” . رواه البخاري ومسلم

“Dari Umar bin Al Khaththab RA berkata: Didatangkanlah para tawanan perang kepada Rasulullah SAW. Maka di antara tawanan itu terdapat seorang wanita yang susunya siap mengucur berjalan tergesa-gesa – sehingga ia menemukan seorang anak kecil dalam kelompok tawanan itu – ia segera menggendong, dan menyusuinya. Lalu Nabi Muhammad SAW bersabda: Akankah kalian melihat ibu ini melemparkan anaknya ke dalam api? Kami menjawab: Tidak, dan ia mampu untuk tidak melemparkannya. Lalu Nabi bersabda: Sesungguhnya Allah lebih sayang kepada hamba-Nya, melebihi sayangnya ibu ini kepada anaknya” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Oleh Ustadz Awang Ridwan Suhaedy, S.Ag., Lc., M.A., saat kajian Madrasah Perantau Online DDHK, Sabtu, 20 Maret 2021.

>>Sahabat Migran di negara manapun berada, ikuti kajian Madrasah Perantau Online DDHK setiap hari Sabtu dan Ahad, melalui Zoom dan LIVE di Facebook page Dompet Dhuafa Hong Kong. [DDHK News]

Baca juga:

×