Menjadi Muslimah Berkualitas di Era Kekinian
Pengantar
Muslimah sebagai ibu berperan sebagai Madrosatul Ula untuk anaknya, bertugas mencetak generasi masa depan.
Wanita adalah tiang negara. Peradaban sebuah negara yang maju salah satu faktor pentingnya adalah kualitas muslimah di dalamnya.
Nabi Muhammad ﷺ bersabda, “Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita shalehah (Hadits riwayat Muslim, Nasa’i, dan Ibnu Majah)
Allah menghadirkan hal hal yang berkualitas. Dari segi tempat, seperti Masjidil Haram di Mekah, Raudhoh di Madinah, masjid yang tersebar di seluruh dunia.
Dari segi waktu, seperti bulan Ramadhan, hari Jum’at, sepertiga malam, bainal adzan wal iqomah (di antara adzan dan iqomah). Sedangkan dari segi personal (orang), seperti para nabi, auliya, ulama, muslimah shalehah, orang berilmu, dll.
Bekal dan pijakan sebagai great muslimah
Dari segi keimanan, terkait dengan aspek spiritualitasnya, memiliki prinsip yang kuat menjalankan ajaran Islam.
- Menjalankan prinsip yang terkandung di dalam hadits Nabi ﷺ: “Ittaqillaha haetsuma kunta wa atbi’issayiatal khasanata tamhuha wa kholiqinnasa bi khuluqin hasanin.” (Hadits riwayat Ahmad dan at-Tirmidzi)
- Totalitas penghambaan dengan taat menjalankan agama. Yakni, menutup aurat, menjaga kehormatannya, dan menjaga lisannya.
- Mengetahui ada hak dan kewajiban sebagai muslimah dalam rumah tangga. Yakni, merawat buah hati dengan baik, taat kepada suami.
Dari segi keilmuan, terkait intelektualitasnya, berwawasan dan pengetahuan yang luas.
- Pijakannya, firman Allah SWT: “Qul Hal Yastawilladzina ya’lamuna walladzina la ya’lamuun.” (Az-Zumar: 9)
- Dasarnya, hadits Nabi ﷺ: “Tholabul ilmi faridhotun ala kulli muslimin wa muslimaatin.”
- Senantiasa menggali ilmu dan wawasan yang luas untuk bekal diri dan mendidik anak untuk mengajari ibadah, mengaji, akhlak, dll.
- Supaya mengetahui mana yang haq dan yang bathil, yang boleh dilakukan dan tidak boleh.
Dari segi sosial, terkait solidaritasnya, baik dalam berinteraksi di dunia nyata dan dunia maya.
- Prinsipnya, hadits Nabi ﷺ: “Khoirunnas anfa’uhum linnas.”
- Untuk mendekatkan diri kepada Allah. Tidak hanya melalui ibadah ritual saja, tetapi juga ibadah sosial.
- Baik dalam bersosial. Di dunia nyata, seperti baik dengan tetangga, teman dan orang-orang di sekelilingnya, berbagi kepada yang membutuhkan. Di dunia digital/maya menjaga komentar di media sosial yang baik, tidak ikut menyebar hoax, status media sosial yang tidak melukai sehingga bisa menjadi warganet yang ramah.
Di masa depan, Indonesia sangat ditentukan oleh 3 karakter masyarakat. Yaitu, masyarakat urban (penduduk yang tinggal di daerah perkotaan), kelas menengah, dan generasi milenial (penduduk berusia 15-39 tahun).
Ciri dan karakter masyarakat dengan 3 karakter ini yaitu:
Pertama, confidence. Mereka ini orang yang sangat percaya diri, berani mengemukakan pendapat, dan tidak sungkan berdebat di depan publik.
Kedua, creative. Mereka adalah orang yang biasa berpikir out of the box, kaya akan ide dan gagasan, serta mampu mengkomunikasikan ide dan gagasan itu dengan cemerlang.
Ketiga, connected. Mereka adalah pribadi pribadi yang pandai bersosialisasi, terutama dalam komunnitas yang mereka ikuti. Mereka juga aktif berselancar di sosial media dan internet.
Ketiga ciri dan karakter ini sangat dibutuhkan dalam menghadapi era kekinian.
Dalam teori islami, ketiga karakter ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
- Confidence: “Al i’timaddu alan nafsi asasun Najah” (menjadi diri sendiri, berkarakter, bertanggung jawab, profesional, dan memantaskan diri layak publik).
- Creative: “Isy ma syi’ta fainnaka mayyitun, wa’mal ma syi’ta fainnaka majziyun bih” (berfikir tidak biasa-biasa saja, punya keunikan).
- Connected: sebagaimana hadits Nabi ﷺ untuk memperbanyak silaturahmi. Dalam makna lain, bagaimana muslimah menguatkan dan membangun networking.
Untuk itu, mindset yang harus ditanamkan di dalam diri masing masing muslimah adalah:
- Himmah aliyah (kekuatan niat/dreaming).
- Action (amal/berproses).
- Tawakkal dan pasrah kepada Allah SWT.
Seorang great muslimah harus memahami prinsip: “Inna ma’al ‘usri yusra”. Termasuk di dalamnya, prinsip prinsip bahwa:
- Orang besar dan hebat tidak luput dari proses yang sulit.
- Investasi bukan hanya harta, tetapi juga modal sosial (teman, komunitas yang menginspirasi, lingkungan yang baik, dll).
- Ketika kita melewati tangga yang kelima dan seterusnya, maka kita harus lewati dulu tangga sebelumnya.
[Disampaikan oleh Usatdz M. Aqib Malik, saat kajian Halaqoh Selasa, 14 Desember 2021] [DDHKNews]