ArtikelHikmah

Marah

Oleh Ustadzah Nur Hamidah, Lc., M.Ag.

Disampaikan pada kajian online Halaqoh Selasa Ekspatriat Perempuan, Selasa, 23 Februari 2021

Marah ada sejarahnya. Kisah tentang marah ada di dalam Al-Qur’an. Dari cerita yang diungkap Al-Qur’an, kita akan tau, mana marah yang diwajibkan, mana marah yang diharamkan, dan mana marah yang datang dari hawa nafsu.

Pertama, di surat Al-A’raf, ayat 11-25, memuat kisah marah Allah kepada Iblis, marah Allah kepada Nabi Adam, dan marah Iblis kepada Nabi Adam. Apakah Allah langsung marah ketika Iblis tidak mau sujud kepada Nabi Adam? Tidak! Allah bertanya dulu kepada Iblis.

Lalu, apakah Allah tidak tau alasan Iblis tidak mau sujud kepada Nabi Adam? Allah tau, namun Allah ingin mengajarkan, ketika nanti Iblis menjawab, itu akan menjadi bukti.

Pelajarannya, kita tidak boleh menghukum seseorang dengan apa yang ada di dalam hatinya. Kita hanya boleh menghukum seseorang dengan apa yang dia ucapkan dan terdengar oleh kita, serta dengan apa yang dia lakukan dan terlihat oleh kita. Tidak boleh kita menghukum seseorang berdasarkan prasangka apa yang ada di dalam hatinya.

Marah Allah kepada Nabi Adam lebih tepat disebut sikap tegas yang memberikan efek jera. Marah Allah kepada Nabi Adam yang berbeda dengan marah-Nya kepada Iblis, karena ada peran iblis yang membuat Nabi Adam berbuat kesalahan dan melanggar komitmennya kepada Allah.

Pelajaran yang bisa kita ambil, tanyakan dulu kepada yang bersangkutan, jika ada orang yang tidak melakukan apa yang kita perintahkan atau melakukan kesalahan. Apakah karena dia berniat sengaja melakukannya, atau karena ada provokator.

Ketika Allah mengusir nabi Adam dan Siti Hawa dari surga padahal sudah meminta maaf dan bertobat, Allah ingin mengajarkan bahwa ada kalanya kesalahan tidak cukup ditebus dengan permintaan maaf. Namun, juga harus ada ketegasan yang bisa memberikan efek jera.

Kedua, di surat Al-Maidah, ayat 112-115. Allah marah kepada Bani Israil. Di mana Allah telah memberikan mereka mukjizat dan anugerah yang tak pernah putus, pada zaman Nabi Musa. Namun, mereka tetap menyembah sapi.

Ayat-ayat ini menceritakan marah Allah kepada Bani Israil dengan apa yang disebut azab. Pada zaman Nabi Isa, ketika Allah mengabulkan permintaan mereka, Allah begitu marah dan tegas, sampai mereka disebut sebagai bangsa yang dimurkai, serta diberikan azab yang tak pernah ditimpakan kepada siapapun.

Ketiga, di surat Al-Hasyr, ayat 1-3. Allah marah kepada orang Yahudi Madinah. Sebabnya, mereka ingin membunuh Rasulullah saw. Padahal, mereka telah ada kesepakatan dan perjanjian dengan kaum Muslimin untuk tinggal secara damai bersama-sama di Madinah.

Keempat, di surat Hud, ayat 44-47. Seperti marahnya Allah kepada Nabi Adam, Allah juga pernah marah kepada Nabi Nuh, bukan karena mereka berniat melanggar. Nabi Nuh berbuat kesalahan karena ketidaktauannya sebagai manusia dan kemudian menyadari kesalahannya.

Kelima, di surat At-Tahrim, ayat 1-5, Allah juga pernah memberikan teguran kepada Nabi Muhammad, Siti Hafshah, dan Siti ‘Aisyah dengan versi berbeda.

Dari sejarah marah ini, kita bisa maping, ada beberapa jenis marah. Pertama, ada marah yang tidak disukai, atau diharamkan. Yaitu:

  1. Marahnya Iblis kepada manusia, yaitu marah yang tanpa alasan.
  2. Marah yang tiba-tiba tanpa informasi dan kesepakatan.
  3. Marah atas kesalahan tanpa kesengajaan.
  4. Marah yang didorong dendam dan menzalimi.
  5. Marah yang enggan memaafkan walaupun masalah sudah diselesaikan, seperti yang diingatkan ALlah Ta’ala dalam surat At-Taghabun, ayat 14.

Kedua, ada marah yang memang dianjurkan. Bahkan kalau tidak marah, kita berdosa. Yaitu:

  1. Marah atas kesalahan yang disengaja, seperti berzina.
  2. Marah atas pelanggaran komitmen, seperti kasus Nabi Khidir kepada Nabi Musa, serta kasus nusyuz suami-istri.
  3. Marah atas kemaksiatan dan hukumannya. Jangan dibiarkan dan diam saja melihat kemaksiatan.
  4. Marah atas kesalahan dan diacuhkan untuk introspeksi.
  5. Marah dan tegas menghadapi orang yang sombong.

Kalau misalnya, secara manusiawi, kita betul-betul kesal dan ingin marah, perhatikan hal-hal berikut ini. Pertama, hindari marah di waktu-waktu sebagai berikut:

  1. Waktu Subuh dan Ashar, karena ini adalah waktu dicatatnya laporan harian oleh malaikat.
  2. Hari Senin dan Kamis, karena menghindari marah 3 hari dan dilakukannya laporan pekanan malaikat kepada Allah atas catatan perbuatan kita.
  3. Lebih dari 3 hari.
  4. Bulan Muharram, Sya’ban, Ramadhan, dan Syawal, karena ini adalah bulan-bulan yang dimuliakan.

Kedua, perhatikan posisi tubuh kita, dan segeralah mengubah posisi itu. Jika ingin marah saat berdiri, maka segeralah duduk atau berbaring, untuk menteralkan marah.

Ketiga, bersegeralah dinginkan panasnya hawa murka dari setan dengan berwudlu ketika puncak marah datang.

Keempat, kalimat yang keluar dari lisan kita saat marah adalah:

  1. Ta’awudz, kalimat berlindung diri dari kebablasan akibat godaaan setan.
  2. Tidak mengeluarkan kata-kata celaan dan kutukan, kuatir justru menjadi doa. Apalabi, antara ibu kepada anaknya.

Kelima, hindari perlakuan menzalimi orang lain dengan kekerasan fisik.

Semua ini adalah ikhtiar yang perlu didukung dengan doa-doa. Mintalah kepada Allah agar kita mampu mengendalikan marah. Juga, agar hati kita tetap tenang ketika menghadapai masalah apapun. [DDHK News]

Baca juga:

×